Ana səhifə

Untuk perguruan tinggi


Yüklə 1.49 Mb.
səhifə26/30
tarix26.06.2016
ölçüsü1.49 Mb.
1   ...   22   23   24   25   26   27   28   29   30

b. Tugas Kelompok


Diskusikan dengan temanmu beberapa hal berikut! Jika kesulitan bertanyalah pada Bapak/Ibu guru dan presentasikan hasil diskusimu di depan kelas!

  1. Dampak yang ditimbulkan oleh globalisasi bagi Indonesia.

  2. Apa saja yang harus dilakukan Indonesia untuk menghadapi globalisasi tersebut.

  3. Globalisasi merupakan tantangan sekaligus merupakan peluang bagi bangsa Indonesia.


B. Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri Indonesia

1. Perlunya Hubungan Internasional bagi Suatu negara

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia membentuk kelompok-kelompok sosial karena banyak manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari kerja sama dalam kelompok sosial. Didorong oleh keinginan serta kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri, manusia membentuk kelompok-kelompok sosial demi kelangsungan hidupnya. Mereka dapat merasakan banyak manfaat serta keuntungan yang dapat diperoleh dari kerja sama dalam kelompok itu. Pengalaman hidup dalam kelompok menumbuhkan berbagai kepentingan kelompok. Berangkat dari kepentingan kelompok inilah yang kemudian mendorong terjadinya hubungan antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup dan memenuhi kebutuhan kelompok, ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu melakukan kerja sama melalui tukar menukar segala sesuatu yang mereka butuhkan, atau penaklukan dengan cara peperangan.

Proses terbentuknya kelompok sosial itu terus berlangsung dan menjadi semakin besar. Proses tersebut sesungguhnya mengarah pada terbentuknya suatu negara. Sama halnya dengan kelompok-kelompok sosial yang ada, negara-negara inipun saling mengadakan hubungan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan-
nya. Hubungan yang terjadi antarnegara inilah yang dimaksud dengan hubungan internasional. Adapun alasan perlunya kerja sama internasional adalah sebagai berikut.


  1. Setiap bangsa tidak hidup sendiri, tetapi dikelilingi oleh masyarakat bangsa-bangsa.

  2. Pada hakikatnya setiap bangsa ada saling ketergantungan dengan bangsa lain.

  3. Di era yang disebut globalisasi ini negara yang tidak menjalin hubungan dengan negara lain akan tertinggal, dan bisa terkucil.

  4. Setiap negara memiliki sumber-sumber kekayaan yang berbeda dengan negara lain.

  5. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.

  6. Untuk menciptakan saling pengertian antar bangsa.



Sebaiknya Kamu Tahu

Soal Papua mengusik Kedaulatan


Masalah pemberian visa tinggal sementara terhadap 42 warga Papua yang meminta suaka di Australia tidak bisa dipisahkan dari persoalan kedaulatan RI sehingga persoalan itu bermakna sangat serius. Pemerintah Indonesia menunggu tanggapan Pemerintah Australia atas protes yang telah disampakan. Hal ini disampaikan Menlu Hassan Wirajuda seusai menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana negara, Jakarta 24 Maret 2006.

“Presiden menilai tanggapan yang disampaikan secara resmi melalui Deplu sudah cukup”, kata Hassan sambil menambahkan, pemerintah masih menunggu tanggapan resmi dari Pemerintah Australia sebagai dasar untuk menentukan sikap selanjutnya. Menko Polhukam Widodo AS seusai rapat koordinasi terbatas bidang Polhukam menyampaikan, Pemerintah Indonesia berharap Australia segera membuat kebijakan yang mencerminkan sikap, posisi dukungan, serta penghormatan mereka terhadap integritas, keutuhan, serta kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, nota diplomatik tersebut menandakan bahwa Indonesia tidak mau melangkah ke tingkat yang lebih tinggi lagi, yaitu memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia.

Menteri luar negeri Australia Alexander Downer menyatakan tidak terkejut dengan adanya kemarahan dari Indonesia, tetapi ia meragukan hal itu akan berlangsung lama. “Mereka jelas sekali kecewa. Tentu saja akan ada protes. Saya sudah memperkirakan itu dan saya menduga hal tersebut akan berlangsung hanya dalam beberapa minggu” ungkap Downer. Tanggapan lain disampaikan pemimpin oposisi Australia Kim Beazley. Dia menilai sikap Indonesia yang memanggil pulang duta besarnya di Australia adalah sikap yang berlebihan. Ia juga menghimbau agar pemerintah RI mempertimbangkan kembali keputusannya itu.

Beazley menilai pemanggilan dubes Indonesia itu sangat mengganggu dan harus dipertimbangkan ulang. “pertama-tama ini adalah langkah yang serius dan sangat mengganggu. Saya kan menghimbau Presiden RI dan pemerintah untuk mempertimbangkannya” ungkapnya. Downer menyatakan, Indonesia adalah masyarakat yang bebas dan sehat. “Orang akan mengatakan apa-apa yang ingin dia katakan, dan Anda akan mendapatkan berbagai macam komentar datang dari Jakarta mengenai masalah ini. Tetapi, bagaimana ini adalah keputusan yang dibuat di Australia, terkait dengan hukum kita,” katanya. Downer yang sudah berbicara secara langsung dengan Hassan mengenai keputusan pemberian visa, sementara usulan permintaan suaka ke-43 warga Papua itu diproses, menyampaikan. “Saya jelaskan kepada Menteri Luar Negeri bahwa ini adalah sesuatu yang berada di luar kontrol pemerintah. Keputusan itu dibuat sesuai dengan hukum Australia.

Ganggu Atmosfer

Juru Bicara Departemen Luar Negeri Yuri Thamrin mengungkapkan, keputusan Australia itu telah mengganggu atmosfer secara umum dalam hubungan dan kerja sama kedua negara. “Atmosfer besarnya akan terpengaruh. Ketika suasananya seperti ini, tentu tidak mungkin untuk mendorong lebih jauh hubungan kerja sama yang saling bermanfaat”, katanya menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta. Tentang pemanggilan pulang Dubes Hamzah Thayeb, Yuri menjelaskan kekecewaan pemerintah itu bisa diekspresikan dalam satu kesatuan langkah, dari mengirim surat, memanggil dubes negara asing, nota protes, hingga memanggil dubes kita untuk konsultasi.

Harus lebih tegas

Sejumlah anggota DPR meminta pemerintah bersikap lebih tegas terhadap Pemerintah Australia karena tindakannya dianggap melecehkan martabat Indonesia sebagai negara berdaulat. “Untuk sementara pulangkan saja Dubes Australia di Jakarta,” kata Tjahjo Kumolo dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Pejuangan. Ali Mochtar Ngabalin dari Fraksi Bintang Pelopor Indonesia bahkan meminta pemutusan hubungan diplomatik. “Bukan pertama kalinya Australia mengobok-obok negara kita,” ujarnya. Nursyahbani Katjasungkana dari Fraksi Kebangkitan Bangsa meminta DPR membentuk tim investigasi dahulu agar bisa melihat persoalan ini lebih obyektif. DPR perlu terlebih dahulu menyelidiki ada tidaknya ancaman terhadap 43 warga Papua tersebut.

Dubes Australia untuk RI Bil Farmer dalam siaran persnya menegaskan, Pemerintah Australia tidak mendukung separatisme dan kemerdekaan bagi Papua. Keputusan Departemen Imigrasi itu juga tidak mengubah kebijakan Pemerintah Australia terhadap kedaulatan Indonesia. Dia menyampaikan, Australia dan RI memiliki hubungan yang sangat baik dan bekerja sama dalam banyak hal menyangkut kepentingan bersama. “Penting untuk diperhatikan agar tidak ada satu permasalahanpun merusak hubungan tersebut,” ungkapnya.

(Kompas 25 Maret 2006)
2. Tujuan Kerja Sama Internasional

Betapapun majunya suatu negara, pasti tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Ia tetap memerlukan kerja sama dengan negara lain. Negara-negara yang ada di dunia ini akan saling membutuhkan. Tujuan kerja sama internasional adalah sebagai berikut: (i) memacu pertumbuhan ekonomi dari masing-masing Negara, (ii) menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya, (iii) menciptakan saling pengertian antarbangsa/negara, (iv) mempererat hubungan persahabatan antarbangsa, dan (v) membina dan menegakkan perdamaian dunia.


Sebaiknya KamuTahu

Membangun Pemahaman Antara Islam dan Barat

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair sepakat membangun saling pemahaman antara Islam dan Barat. Untuk itu dibentuk Badan Penasihat Islam Indonesia-Inggris guna menangkal radikalisme dan mempromosikan saling pemahaman dan toleransi.

Bersama-sama kita ingin membangun kerja sama untuk mengurangi kesenjangan antara dunia Islam dan non-Islam. Kita sepakat terus mendorong dan kalau perlu mensponsori dialog antariman dan antarbudaya. Mengenai badan yang dibentuk, Blair berharap badan itu membuat dialog kedua negara lebih terstruktur dan membawa pemahaman yang lebih luas, tidak hanya di antara dua negara, tetapi juga di antara dua masyarakat yang berbeda iman. “Saya berharap ini menjadi simbol kepada dunia luar bagaimana kita percaya bahwa masa depan yang didasarkan pada toleransi dan saling hormat akan mengantar pada kemajuan”, ujarnya.

Di kantor presiden, Yudhoyono dan Blair berdialog dengan lima tokoh Islam Indonesia yang diundang menteri sekretaris negara sehari sebelumnya. Kelima tokoh itu adalah Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, guru besar Fakultas Usuludin UIN Syarif Hidayatullah, Nazaruddin Umar,Pemimpin Pondok Pesantren Da’arut Tauqid Abdullah Gymnastiar, dan mantan menteri agama Quraish Shihab.

Blair mengatakan, yang lebih perlu dilakukan bersama adalah menciptakan pemahaman yang lebih luas untuk perdamaian berdasarkan keadilan. Keadilan bukan melulu seperti apa yang kita pikirkan, tetapi juga berdasarkan apa yang orang lain pikirkan. ‘Saya rasa kita sedang menuju ke arah itu”, ujar Blair.

(Kompas 8 April 2006)
3. Macam-macam Kerja Sama Internasional

Kerja sama antarnegara dapat terjadi antara dua negara atau lebih. Kerja sama yang diadakan hanya oleh dua negara disebut sebagai kerja sama bilateral, sedangkan yang melibatkan lebih dari dua negara disebut kerja sama multilateral.


Sebaiknya Kamu Tahu

AFTA Kerja sama Ekonomi ASEAN

AFTA telah disepakati mulai berjalan sejak tahun 2003. Dengan AFTA ini, negara negara anggota ASEAN akan mempraktikkan perdagangan (pasar bebas) antarsesama anggota. Artinya produk salah satu negara anggota ASEAN bisa dijual dengan leluasa di negara anggota lainnya, tanpa bea masuk sebagaimana yang selama ini terjadi. Tanpa bea masuk merupakan penghematan luar biasa bagi produk luar negeri tersebut. Hal ini akan berbeda dengan praktik selama ini: yaitu sangat banyak baiya dikeluarkan untuk bea masuk. Lebih-lebih untuk barang-barang tertentu, karena ada proteksi dari pemerintah, maka harus dengan bea masuk yang sangat tinggi. Dengan tanpa bea masuk berati bahwa produk luar negeri mampu menekan biaya sampai semurah-murahnya. Akibat dengan harga yang sangat murah, barang impor ini akan mudah bersaing dengan produk dalam negeri. Jika barang impor tersebut sama bahkan lebih bagus kualitasnya dibandingkan dengan produk dalam negeri, maka mau tidak mau konsumen kita akan memilih barang impor.

AFTA di satu sisi akan menguntungkan konsumen, karena dapat memperoleh barang bagus dengan harga yang murah. Di sisi lain tidak mustahil AFTA berdampak negatif bagi produsen. Bisa jadi produk dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produk luar negeri di negeri sendiri.
4. Politik Luar Negeri Indonesia

Politik luar negeri adalah kumpulan kebijakan atau setiap yang ditetapkan oleh suatu negara untuk mengatur hubungan dengan negara lain yang berpijak kepada kepentingan nasional negara yang bersangkutan. Bagi Indonesia, politik luar negeri adalah kebijakan, sikap dan langkah Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasionalnya guna mencapai tujuan nasional. Jadi politik luar negeri Indonesia tidak lain adalah bagian dari politik nasional yang merupakan penjabaran dari cita-cita nasional dan tujuan nasional negara Indonesia.


Sebaiknya Kamu Tahu

PM Howard Memahami Kemarahan Jakarta

Juru Bicara Perdana Menteri John Howard, seperti dikutip sejumlah media Australia Sabtu 25/3/ 2006, mengatakan dirinya bisa memahami reaksi Indonesia terhadap pemberian visa bagi 42 warga Papua. Disebutkan juga PM Howard mengerti sikap Indonesia yang memanggil pulang duta besarnya di Australia.

(Sumber Kompas 26 Maret 2006)
Hubungan Jakarta-Canberra memanas setelah Australia memutuskan untuk memberi visa sementara yang berlaku selama tiga tahun bagi 42 warga Papua. Pemerintah Indonesia memprotes keras langkah Australia yang dinilai tidak mempertimbangkan perasaan dan sensitivitas rakyat Indonesia dan tidak membantu upaya Pemerintah RI menyelesaikan persoalan Papua melalui dialog. Langkah Australia juga dinilai telah mengonfirmasi kecurigaan adanya elemen-elemen di Australia yang membantu gerakan separatisme di Papua.

Howard, melalui juru bicaranya kemarin menegaskan kembali sikap Australia yang mengakui kedaulatan Indonesia terhadap Papua. Namun, ia membantah berita sejumlah media bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menelepon dirinya hari Kamis lalu menyangkut isu ini. Disebutkan, satu-satunya percakapan telepon di antara kedua pemimpin itu terjadi beberapa pekan lalu. “ Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menelepon beberapa pekan lalu, PM Howard mengatakan bahwa status ke-42 warga Papua akan ditentukan menurut hukum Australia”, demikian pernyataan Juru Bicara Howard.

Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwono, Sabtu malam, kepada Kompas mengatakan, persoalan Warga Papua ini hantya dapat diselesaikan dengan pencabutan kembalai visa tinggal sementara. Jika langkah itu belum dilakukan Pemerintah Australia, Indonesia harus membawa masalah ini ke level berikutnya. Namun jangan sampai memutus hubungan diplomatik kedua negara. Menurut Hikmahanto, protes Indonesia dengan memanggil pulang Duta Besar (Dubes) Hamzah Thayeb dapat dilanjutkan selama belum ada penarikan suaka dari 42 warga Papua itu. Langkah yang dapat dilakukan Indonesia, antara lain menghentikan bantuan dari Australia dan kerja sama dalam pemberantasan terorisme atau menutup sementara Kedutaan Besar Indonesia di Canbera.

Menanggapi pernyataan Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer yang menyatakan bahwa reaksi Indonesia sudah diperkirakan, namun hanya akan berlangsung beberapa saat itu, menurut Hikmahanto, sangat disayangkan. Itu berarti Pemerintah Australia tidak dapat membaca sikap yang ditunjukkan oleh Indonesia. “Kalau benar Australia mendukung integrasi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), maka pencabutan kembali visa menjadi simbol dukungan tersebut. Seharusnya Australia yang mendukung demokrasi di Indonesia paham betul bahwa hal ini sensitif bagi publik di Indonesia”, ujar Hikahanto.

Secara terpisah, anggota Komisi I DPR Djoko Susilo (Fraksi Partai Amanat Nasional) menilai, langkah yang dilakukan Pemerintah Indonesia sudah benar. Ia juga meminta pihak eksekutif dan legislatif, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk sementara menunda rencana kunjungannya ke Australia selama pemasalahan ini belum tuntas. Langkah ini menunjukkan keseriusan Indonesia. “Setelah reses, kami juga akan mengundang Dubes Indonesia untuk Australia untuk menjelaskan situasi resminya seperti apa. Indonesia harus bersikap tegas. Sikap Australia ini manis di mulut, tapi menusuk dari belakang”, kata Djoko.

Hal senada dikemukakan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Priyo Budi Santoso di Bandung, yang menilai langkah Pemerintah RI yang mengirimkan nota protes belum cukup. Ia menganggap pernyataan Dubes Australia untuk Indonesia Bill Farmer yang menyatakan tetap mendukung NKRI dengan kenyataan di lapangan, berupa pemberian Visa tinggal bagi 42 warga Papua, mencerminkan bentuk kebijakan yang saling bertentangan. “Sudah beberapa kali Pemerintah Australia membuat kebijakan yang menikam dari belakang pemerintah kita”, katanya.

Dari Papua, Ketua Majelis Pertimbangan Mahasiswa Universitas Cedrawasih Decky Ovide, Sabtu, mengatakn, pemberian visa tinggal sementra bagi 42 warga Papua tidak pantas terjadi karena kondisi keamanan di Papua masih kondusif. “Realitas yang terjadi di Papua tidak sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh mereka yang pergi ke luar negeri. Kondisi keamanan rakyat Papua masih terjamin”, katanya. Sedangkan Ketua Persekutuan Gereja Indonesia Wilayah Papua Hermann Saud menilai masalah ini tidak perlu dibuat berlarut-larut.”Rakyat Indonesia jumlahnya 220 juta orang, kenapa kita harus menghabiskan energi untuk 42 orang itu. Lebih penting bagaimana pemerintah menciptakan kondisi untuk membangun persepsi bahwa Papua aman”, ujarnya.

Menurut Saud dan Decky, peristiwa pemberian suaka itu terjadi karena ada orang-orang yang memanfaatkan kasus kerusuhan Abepura. Kelemahan kita adalah banyaknya peristiwa di masa lalu yang dijadikan referensi oleh pihak luar negeri. Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara juga berpendapat, tidak ada alas an bagi 43 warga Papua untuk menyeberang ke Australia. Meskipun demikian, lanjutnya yang lebih penting adalah bagaimana Pemerintah Indonesia memberikan gambaran kepada dunia internasional bahwa kondisi di Papua adalah baik, di mana hak asasi manusia dihormati.


5. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia

Landasan ideal Pancasila (Sila kedua). Landasan konstitusional UUD 1945 (pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, dan batang tubuh UUD 1945 pasal 13 ayat 1, 2 dan 3). Landasan operasional (Tap MPR No. IV/MPR/1999, tentang GBHN Bab IV sub bidang politik).


Sebaiknya KamuTahu

Landasan Politik Luar Negeri Republik Indonesia

Politik luar negeri Indonesia berpijak pada landasan-landasan sebagai berikut.

  1. Landasan Idiil

Landasan idiil adalah Pancasila, bahwa bangsa Indonesia mengakui semua manusia sebagai ciptaan Tuhan yang mempunyai martabat yang sama, tanpa memandang asal-usul keturunan, menolak penindasan manusia atas manusia atau penghisapan oleh bangsa lain, menempatkan persatuan dan kesatuan, menunjukkan bangsa Indonesia yang memiliki sifat bermusyawarah untuk mencapai mufakat dan menunjukkan pandangan yang menginginkan terwujudnya keadilan sosial dengan mengembangkan perbuatan yang luhur, mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan.

  1. Landasan Konstitusional (UUD 1945)

    1. Pembukaan UUD 1945 alinea pertama yang menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan.

    2. Pembukaan UUD 1945 Alinea keempat yang menyatakan bahwa: “....ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ....”

    3. Pasal-pasal UUD 1945:

Pasal 11 ayat 1 : Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

Pasal 13 ayat 1 : Presiden mengangkat duta dan konsul.

Pasal 13 ayat 2 : Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 13 ayat 3 : Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

  1. Landasan Operasional

    1. Undang-Undang No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

    2. Kebijakan presiden dalam bentuk keputusan presiden.

    3. Kebijakan menteri luar negeri yang membentuk peraturan yang dibuat oleh menteri luar negeri.


6. Asas Politik Luar Negeri Indonesia

Asas politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas artinya tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Aktif artinya tidak pasif atas kejadian-kejadian internasional melainkan aktif menjalankan kebijakan luar negeri. Aktif dalam arti ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


Sebaiknya Kamu tahu

Ciri-ciri Politik Bebas Aktif

Bebas dan Aktif, hampir dalam semua pernyataan resmi pemerintah kedua-duanya disebut sebagai sifat politik luar negeri RI. Tapi dalam pernyataan resmi lainnya ditambahkan pula sifat-sifat lain seperti antikolonialisme atau antiimperialime, di samping itu ada pula yang mencantumkan mengabdi kepada kepentingan nasional dan sebagainya, sebagai sifat politik bebas aktif. Sebenarnya, jika dokumen-dokumen pemerintah diteliti secara seksama, maka akan dapat disaksikan bahwa hingga kini belum ada keseragaman dalam penentuan sifat politik bebas aktif itu.

Sebagai contoh marilah kita lihat Ketetapan MPRS No. XVII/5 Juli 1996, yang di dalamnya disebutkan bahwa sifat politik luar negeri adalah sebagai berikut: (i) Bebas aktif, antiimperialisme dan kolonialisme ... dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia ... dan (ii) mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderita rakyat.

Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984 – 1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat politik luar negeri adalah sebagi berikut: (i) bebas Aktif ..., (ii) antikolonialisme ...., (iii) mengabdi kepada kepentingan nasional dan ...., (iv) demokratis.

Dalam risalah Politik Luar Negeri yang disusun oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masalah Luar Negeri Departemen Luar Negeri, yang disebut sifat politik luar negeri hanya Bebas Aktif serta Antikolonialisme dan Antiimperialme saja.

Dengan demikian, karena Bebas dan Aktif merupakan sifat yang melekat secara permanen pada batang tubuh politik bebas aktif, sehingga dapat dikatakan sebagai ciri-ciri politik bebas aktif, sedangkan Antikolonialisme dan Antiimperioalisme dapat disebut sebagai sifat.
7. Tujuan Politik Luar Negeri Indonesia

Ada tiga hal pokok yang menjadi tujuan politik luar negeri Indonesia, yaitu : (i) mempertahankan kemerdekaan dan menghapuskan segala bentuk penjajahan, (ii) memperjuangkan perdamaian yang abadi, (iii) memperjuangkan susunan ekonomi dunia yang berkeadilan. Pembukaan UUD 1945 menyebutkan antara lain: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, ...”. Rumusan ini merupakan sumber utama bagi politik luar negeri Republik Indonesia.

Sejak bangsa Indonesia berjuang untuk melepaskan belenggu penjajahan dari Belanda, cita-cita Bangsa Indonesia tidak terlepas dari pencapaian kemerdekaan. Pemimpin-pemimpin pergerakan nasional dengan tegas menyatakan bahwa: “Indonesia merdeka dan berdaulat hanyalah merupakan sarana, suatu alat untuk mencapai susunan kehidupan yang adil dan makmur bagi seluruh Rakyat Indonesia. Untuk mengejar serta melaksanakan cita-cita nasional itu perlu adanya kerja sama dan hubungan yang baik dengan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Hal-hal inilah yang merupakan titik tolak politik luar negeri Indonesia”.
Sebaiknya KamuTahu

Muhammad Hatta dalam bukunya yang berjudul Dasar Politik Luar Negeri Indonesia menjelaskan tujuan politik luar negeri Republik Indonesia. Pokok-pokok tujuan tersebut adalah sebagai berikut.


  1. Mempertahankan, kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan.

  2. Memperoleh dari luar negeri barang-barang yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran rakyat juka barang-barang tersebut belum dapat dihasilkan sendiri, misalnya: barang-barang kapital, barang-barang industri, obat-obatan dan lain-lain.

  3. Perdamaian innternasional dengan suasana damai kita dapat membangun dan mewujudkan kemakmuran rakyat.

  4. Persaudaraan segala bangsa sebagai pelaksanaan dari cita-cita yang tersimpulkan dari Pancasila.

  5. Untuk tujuan politis, pokok-pokok politik yang diterapkan di Indonesia antara lain:

  6. politik damai (tidak suka perang/cara-cara konflik dalam menyelesaikan permasalahan),

  7. bersahabat dengan segala bangsa atas dasar harga menghargai tanpa mencampuri soal struktur dan bentuk pemerintahan negara lain,

  8. memperkuat sendi-sendi hukum internasional dan organisasi internasional untuk menyusun perdamaian yang kekal,

  9. berusaha melalui Persekutuan Bangsa-Bangsa mencapai kemerdekaan bangsa-bangsa lain yang belum merdeka hingga saat ini. (Frans S. Fernandes 1988:100)


8. Perkembangan Politik Luar Negeri Republik Indonesia

Perang Dunia II telah membawa perubahan-perubahan yang besar pengaruhnya terdapat politik bebas aktif, antara lain beralihnya pusat kekuasaan dunia dari Eropa di satu pihak ke Amerika Serikat, dan di pihak lain ke Uni Soviet, yang kemudian menjadi dua kekuatan raksasa dunia. Perubahan lain yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap politik bebas aktif adalah meledaknya semangat nasionalisme dan anti penjajahan terutama di Asia Afrika.


a. Perang Dingin

Berhubung kedua kekuatan raksasa tersebut mempunyai sistem dan kepentingan yang sangat berbeda, maka dengan sendirinya terdapat perselisihan pendapat antara keduanya. Perselisihan itu sebenarnya telah mulai tampak ketika Perang Dunia II memasuki babak terakhir, terutama dalam menentukan nasib negara-negara yang kalah perang. Tetapi perselisihan tersebut baru memuncak dengan hebat setelah berakhirnya perang. Perkembangan hubungan kedua negara raksasa itu dalam massa pasca perang dikenal dengan nama Perang Dingin yang penuh dengan serba aneka ketegangan.

Dalam suasana Perang Dingin tersebut kekuatan raksasa itu berlomba-lomba menyusun dan mengembangkan kemampuannya di semua bidang, baik politik, ekonomi, militer, budaya maupun propaganda. Kedua kekuatan itu membagi dunia dalam dua blok yang bersaingan satu sama lain dalam menanamkan pengaruh masing-masing terhadap negara lain di dunia.

Pembagian dunia dalam dua kutub seperti diuraikan di atas dikenal pula dengan sebutan bipolaritas, di mana masing-masing menuntut supaya semua negara di dunia ini menjatuhkan pilihannya kepada salah satu blok. Pilihan itu demikian ketatnya, sehingga sikap tidak “pro” sudah dianggap “anti”, sedangkan sikap netral dikutuk.


b. Lahirnya Politik Bebas Aktif

Perang Dunia II tidak saja menciptakan bipolaritas dalam hubungan internasional tetapi juga membawa perubahan mendasar dalam proses dekolonisasi. Sebagai akibatnya semangat kebangsaan secara merata meluap-luap dan meledak dalam bentuk perjuangan kemerdekaan terhadap penjajahan. Wilayah jajahan Belanda, Hindia Timur, yang diduduki Jepang selama Perang Pasifik tidak terkecuali. Dua hari sesudah Jepang menyerah, pada tanggal 17 Agustus 1945, jajahan Belanda itu menyatakan kemerdekaannya.

Dengan proklamasi tersebut muncullah Indonesia sebagai negara merdeka di peta dunia, dan sesuai dengan tuntutan pembukaan UUD 1945 yang disahkan sehari kemudian, yaitu tanggal 18 Agustus 1945, yang dalam pembukaannya disebutkan, bahwa Indonesia, perdamaian abadi dan keadilan sosial”, maka lahir pulalah politik luar negeri pemerintah RI yang dikenal dengan nama “Politik Bebas Aktif”.
Sebaiknya Kamu Tahu

Keterangan Hatta di depan BP KNIP Tentang Politik Bebas Aktif

Wakil presiden Mohammad Hatta yang waktu itu memimpin Kabinet Presidensiil dalam memberikan keterangan di muka Badan Pekerja KNIP (Parlemen), tanggal 2 September 1948, mengemukakan pernyataan yang merupakan penjelasan pertama tentang politik bebas aktif. Dalam keterangannya tersebut PM Hatta bertanya, mestikah kita bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memiliki antara pro Rusia atau pro Amerika? Apakah tidak ada pendirian lain yang harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita?” (M. Hatta, 1976:17).

M. Hatta menjawab sendiri pertanyaannya dengan menggarisbawahi, Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya (M. Hatta, 1976: 18).

Dalam keterangannya tersebut, M. Hatta tidak sekalipun menyebut kata-kata politik bebas aktif, tetapi hal itu tidak usah digunakan, karena dalam keterangan pada kesempatan lain beliau telah berulang kali menyebut istilah politik bebas aktif, apabila menyebut politik luar negeri RI. Lagi pula keterangannya tanggal 2 September 1948 tersebut, berjudul ‘Mendayung antara Dua Karang” yang artinya tidak lain dari politik bebas aktif. “Mendayung” sama artinya dengan upaya (aktif), dan “antara dua karang” adalah tidak terikat oleh dua kekuatan adikuasa yang ada (bebas).
c. Perkembangan Politik Bebas Aktif dari Kabinet ke Kabinet

Keterangan Kabinet Natsir kepada Parlemen pada bulan September 1950, juga meninjau politik luar negeri dari segi pertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, antara lain disebutkan bahwa: “Antara dua kekuatan yang timbul, telah muncul persaingan atas dasar pertentangan ideologi dan haluan yang semakin meruncing. Kedua belah pihak sedang mencari dan mendapatkan kawah atau sekutu, membentuk golongan atau blok: Blok Barat dan Blok Timur. Dengan demikian pertentangan paham dan haluan makin merluas dan mendalam, sehingga menimbulkan keadaan perang dingin dan dikuatirkan sewaktu-waktu akan menyebabkan perang di daerah perbatasan antara dua pengaruh kekuasaan itu. Dalam keadaan yang berbahaya itu Indonesia telah memutuskan untuk melaksanakan politik luar negeri yang bebas. Dalam menjalankan politik yang bebas itu kepentingan rakyatlah yang menjadi pedomannya, di samping itu pemerintah akan berusaha membantu tiap-tiap usaha untuk mengembalikan perdamaian dunia, tanpa jadi politik oportunis yang hanya didasarkan perhitungan laba dan rugi dan tidak berdasarkan cita-cita luhur (Muh. Hatta, 1953:17).

Keterangan Kabinet Sukiman kepada Parlemen pada bulan Mei 1951 mengatakan antara lain politik luar negeri RI tetap berdasarkan Pancasila, pandangan hidup bangsa yang menghendaki perdamaian dunia. Pemerintah akan memelihara hubungan persahabatan dengan setiap negara dan bangsa yang menganggap Indonesia sebagai negara dan bangsa bersahabat, berdasarkan harga-menghargai, hormat-menghormati. Berhubungan dengan adanya ketegangan politik, yaitu antara Blok Uni Soviet dan Blok Amerika Serikat, maka pemerintah Indonesia tidak akan menambah ketegangan itu dengan turut campur dalam perang dingin yang merajalela antara dua blok itu. Atas pendirian di atas, maka Republik Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentu menggunakan forum PBB tersebut untuk membela cita-cita perdamaian dunia.

Kabinet Wilopo menerangkan kepada Parlemen pada bulan Mei 1952 antara lain: ... asal mulanya pemerintah menyatakan sikap bebas dalam perhubungan luar negeri, ialah untuk menegaskan bahwa berhadapan dengan kenyataan aadanya dua aliran bertentangan dalam kalangan internasional yang mewujudkan dua blok: yaitu Blok Barat dengan Amerika Serikat dari sekutu-sekutunya, dan Blok Timur dengan Soviet dan teman-temannya. Republik Indonesia bersifat bebas artinya:

(1) tidak memilih salah satu pihak untuk selamanya dengan mengikat diri kepada salah satu blok dalam pertentangan itu, dan

(2) tidak mengikat diri untuk selamanya, tidak akan campur tangan atau akan bersifat netral dalam tiap-tiap peristiwa yang terbit dari pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur.

Sebaliknya, oleh karena keterangan sikap yang semata-mata bersifat negatif itu, ternyata menimbulkan salah paham atau sedikit keragu-raguan di kalangan aliran-aliran politik kepartaian dalam negari ataupun pada pihak dua blok yang bertentangan. Dalam hal atau peristiwa yang timbul akibat pertentangan antara dua blok itu Republik Indonesia telah mendasarkan sikapnya kepada politik bebas aktif dengan mengingat:

(1) paham tentang niat dan tujuannya sebagai anggota yang ikhlas, setia dan bersungguh-sungguh pada Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan

(2) pandangannya tentang kepentingan negara lain yang berpengaruh besar pada jangka pendek ataupun jangka panjang.

Dengan pengecualian politik luar negeri RI di masa antara 1960 sampai 1965, pemerintah berikutnya senantiasa tetap berpegang teguh pada prinsip bebas aktif dalam pelaksanaan polik luar negerinya sesuai dengan keterangan Moh. Hatta tanggal 2 September 1948 tersebut.


d. Wujud Pelaksanaan Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Kebebasan Indonesia dalam menjalankan politik luar negeri dibuktikan oleh kunjungan Presiden Soeharto ke Uni Soviet 1989. Kunjungan tersebut diikuti pula adanya peningkatan hubungan regional dan internasional sebagai berikut.



  1. Keikutsertaan dalam ASEAN

Indonesia tidak hanya sebagai anggoat ASEAN, tetapi juga ikut memprakarsai berdirinya ASEAN. Indonesia juga menyediakan tempat dan gedung untuk sekretariat ASEAN di Jakarta. Bahkan Sekjen pertama ASEAN dipercayakan kepada HR. Dharsono dari Indonesia.

  1. Peran Kontingen Garuda Indonesia

Sumbangan RI dalam mewujudkan perdamaian dunia dengan mengirimkan kontigen Garuda sampai empat belas kali.

  1. Peran dalam KTT Non-Blok

Republik Indonesia sebagai salah satu negara pendiri Gerakan Non Blok tidak pernah absen pada setiap penyelenggaraan KTT. Indonesia menjadi tuan rumah KTT Non Blok kesepuluh pada tahun 1992. Hingga saat ini telah berlangsung 12 kali penyelenggraan KTT Non Blok.

  1. Peranan dalam Organisasi Konferensi Islam

Walaupun RI bukan negara Islam tetapi mayoritas penduduknya beragama Islam hingga dapat diterima sebagai anggota OKI. Melalui OKI, Indonesia banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi kepentingan umat Islam.

  1. Peran dalam PBB

Aktivitas Indonesia dalam PBB semakin nyata dengan terpilihnya Menlu Indonesia Adam Malik sebagai Ketua Sidang Umum PBB pada tahun 1974. Keberhasilan Indonesia dalam produksi pangan menyebabkan dijadikannya Indonesia sebagai wakil negara berkembang dalam sidang FAO di Roma. Keberhasilan dalam Program Keluarga Berencana menyebabkan Indonesia menjadi contoh negara-negara lain dalam program kependudukan.
Rangkuman

Hubungan internasional adalah hubungan yang terjadi antarnegara. Adapun alasan perlunya kerja sama internasional adalah sebagai berikut.



  1. Setiap bangsa tidak hidup sendiri, tetapi dikelilingi oleh masyarakat bangsa-bangsa.

  2. Pada hakikatnya setiap bangsa ada saling ketergantungan dengan bangsa lain.

  3. Di era globalisasi ini negara yang tidak menjalin hubungan dengan negara lain akan tertinggal, dan bisa terkucil.

  4. Setiap negara memiliki sumber-sumber kekayaan yang berbeda dengan negara lain.

  5. Untuk memacu pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.

  6. Untuk menciptakan saling pengertian antarbangsa.

Kerja sama antarnegara dapat terjadi antara dua negara atau lebih. Kerja sama yang diadakan hanya oleh dua negara disebut kerja sama bilateral, sedangkan yang melibatkan lebih dari dua negara disebut kerja sama multilateral.

Politik luar negeri adalah kumpulan kebijakan atau setiap yang ditetapkan oleh suatu negara untuk mengatur hubungan dengan negara lain yang berpijak kepada kepentingan nasional negara yang bersangkutan.

Bagi Indonesia, politik luar negeri adalah kebijakan, sikap dan langkah Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasionalnya guna mencapai tujuan nasional.

Jadi politik luar negeri Indonesia tidak lain adalah bagian dari politik nasional yang merupakan penjabaran dari cita-cita nasional dan tujuan nasional negara Indonesia.

Wujud Pelaksanaan Politik Luar Negeri Bebas Aktif


  1. Keikutsertaan dalam ASEAN

Indonesia tidak hanya sebagai anggoat ASEAN, tetapi juga ikut memprakarsai berdirinya ASEAN. Indonesia juga menyediakan tempat dan gedung untuk sekretariat ASEAN di Jakarta. Bahkan Sekjen pertama ASEAN dipercayakan kepada HR. Dharsono dari Indonesia.

  1. Peran Kontingen Garuda Indonesia

Sumbangan RI dalam mewujudkan perdamaian dunia dengan mengirimkan kontigen Garuda sampai empat belas kali.

  1. Peran dalam KTT Non-Blok

Republik Indonesia sebagai salah satu negara pendiri Gerakan Non Blok tidak pernah absen pada setiap penyelenggaraan KTT. Indonesia menjadi tuan rumah KTT Non Blok kesepuluh pada tahun 1992. Hingga saat ini telah berlangsung 12 kali penyelenggraan KTT Non Blok.

  1. Peranan dalam Organisasi Konferensi Islam

Walaupun RI bukan negara Islam tetapi mayoritas penduduknya beragama Islam hingga dapat diterima sebagai anggota OKI. Melalui OKI, Indonesia banyak memberikan sumbangan pemikiran bagi kepentingan umat Islam.

  1. Peran dalam PBB

Aktivitas Indonesia dalam PBB semakin nyata dengan terpilihnya Menlu Indonesia Adam Malik sebagai Ketua Sidang Umum PBB pada tahun 1974. Keberhasilan Indonesia dalam produksi pangan menyebabkan dijadikannya Indonesia sebagai wakil negara berkembang dalam sidang FAO di Roma. Keberhasilan dalam Program Keluarga Berencana menyebabkan Indonesia menjadi contoh negara-negara lain dalam program kependudukan.
Latihan

a. Tugas Individual

  1. Jelaskan pengertian hubungan internasional dengan kalimatmu sendiri!

  2. Mengapa setiap negara perlu menjalin hubungan internasional?

  3. Apa tujuan dilakukannya kerja sama internasional?

  4. Apa yang kamu ketahui tentang AFTA?

  5. Sebutkan 3 macam saja bentuk kerja sama yang telah dilakukan oleh Indonesia!

  6. Apa yang dimaksud dengan politik luar negeri?

  7. Sebutkan landasan politik luar negeri Indonesia!

  8. Jelaskan asas politik luar negeri Indonesia!

  9. Uraikan ciri-ciri politik bebas aktif!

  10. Terangkan tujuan politik luar negeri Indonesia!

  11. Jelaskan perkembangan politik luar negeri Indonesia!

  12. Tunjukkan wujud pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif!

b. Tugas Kelompok

Bentuklah empat kelompok di kelasmu, buatlah makalah sederhana dengan topik di bawah ini, selanjutnya presentasikan di depan kelas.



  1. Perlunya setiap negara untuk menjalin hubungan internasional.

  2. ASEAN kerja sama internasional di kawasan Asia Tenggara.

  3. Perkembangan politik luar negeri Indonesia.

  4. Wujud nyata pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.


C. Dampak Globalisasi bagi Masyarakat, Bangsa dan negara

Selain ditandai oleh berakhirnya perang dingin, pada akhir abad kedua puluh kemarin perkembangan dunia juga ditandai oleh pesatnya kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi elektronik dan teknologi komputer atau informasi. Televisi yang merupakan barang mewah pada tahun 1960-an, kini telah dapat dilihat oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Di negara kita, saat ini banyak terdapat stasiun televisi. Siaran-siaran televisi dari luar negeri juga makin mudah dijangkau. Jaringan telepon tampak mulai masuk ke pelosok-pelosok. Telepon seluler dan faksimile merupakan hal biasa. Begitu pula PC (porsonal computer) pun berkembang dalam format yang semakin kecil dan semakin canggih, hingga dalam waktu dekat akan dapat menjadi bagian sebuah jaringan komunikasi global.

Paduan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi akan semakin terasa dampaknya di seluruh dunia. Kemajuan teknologi ini akan memungkinkan tiap individu memperoleh informasi dari mana pun dalam waktu yang amat singkat. Interaksi antarindividu juga makin meningkat dan melampaui batas-batas negara.

Ada dua hal sekaligus yang dihadirkan oleh kemajuan teknologi. Pertama, globalisasi informasi, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya yang diakibatkan oleh luasnya dan cepatnya jaringan komunikasi. Kedua, makin menonjolnya peran satuan-satuan kecil dalam masyarakat, seperti suku, golongan, kelompok, dan bahkan individu yang diakibatkan oleh makin mudahnya individu memperoleh informasi lengkap yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan bagi diri sendiri, kelompok, suku ataupun golongan.

Globalisasi informasi di satu pihak memang mempercepat penambahan khasanah pengetahuan sebagai bahan pertimbangan yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan. Akan tetapi, informasi yang tersiar dalam proses globalisasi ini tentu memuat pula kepentingan-kepentingan, nilai-nilai budaya, ataupun ideologi-ideologi, dari sumber-sumber informasi tersebut. Kepentingan-kepentingan tersebut tentunya tidak seluruhnya sejalan dengan kepentingan nasional, dan nilai-nilai budaya, serta ideologi yang dijunjung tinggi yaitu ideologi Pancasila.

Begitu pula, makin besarnya peranan kelompok, golongan, suku, dan bahkan individu mempunyai arti positif dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia. Akan tetapi hal itu juga meminta kewaspadaan karena dapat menjurus ke arah pengagungan individu, pendewaan kelompok, sukuisme, merosotnya toleransi beragama, nasionalisme sempit, dan sikap-sikap eksklusif lainnya.

Di samping itu, perlu diperhatikan bahwa globalisasi pada dasarnya membentuk jaringan ekonomi global, yang mampu menjangkau pelosok-pelosok dunia dengan kendali yang dikuasai oleh kekuatan-kekuatan ekonomi raksasa. Bangsa-bangsa yang memiliki daya saing mendapatkan peluang yang baik untuk bermain dalam jaringan ekonomi global, sehingga mendapatkan keuntungan dan memainkan peran yang berarti. Namun, bagi bangsa-bangsa yang tidak memiliki daya saing yang memadai, hal itu dapat mendatangkan masalah baru karena dapat menimbulkan titik rawan dan menjadi bangsa yang makin tergantung pada bangsa lain. Agar dapat bertahan hidup, setiap bangsa harus mampu menumbuhkan daya saing yang optimal.

Tanpa daya saing, ketergantungan menjadi makin riil, mengingat kekuatan ekonomi yang mengendalikan jaringan global tersebut bukanlah pihak yang ingin mewujudkan rasa kemanusiaan dan kesetiakawanan global, melainkan mencari keuntungan di pasar global dan mengambil keuntungan di mana pun mereka berada. Dengan demikian, terbuka kemungkinan terjadinya kesenjangan sosial di antara bangsa-bangsa industri maju yang makin kaya dengan bangsa-bangsa terbelakang yang makin miskin.


1. Pengaruh Globalisasi terhadap Ideologi dan Politik

Pengaruh globalisasi terhadap ideologi dan politik adalah semakin kuatnya pengaruh ideologi liberal dalam mewarnai perpolitikan negara- negara berkembang yang ditandai oleh menguatnya kapitalisme. Ciri khas kapitalisme abad 21 ini adalah bersifat sangat pragmatis dan imperialis dalam arti ingin tetap menguasai pihak lain. Implikasi global di bidang politik mau tidak mau harus membuka komunikasi serta sistem politik baru yang terbuka. Tuntutan-tuntutan dari proses globalisasi yaitu adanya gerakan hak-hak asasi manusia, gerakan lingkungan hidup dan gerakan-gerakan politik yang melemahkan paham nasionalisme. Sementara di sisi lain ideologi komunis sebagai legitimasi kekuasaan telah runtuh, sehingga pemasyarakatan ideologi komunis dalam era globalisasi memudar.

Di bidang ideologi, globalisasi untuk sementara mampu meyakinkan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat Indonesia yakin bahwa liberalisme dapat membawa manusia ke arah kemajuan dan kemakmuran. Hal ini akan mempengaruhi pikiran mereka, apalagi ketika mereka menghadapi kesulitan hidup yang berkepanjangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan mereka berpaling dari ideologi Pancasila mencari alternatif ideologi yang lain seperti liberalisme

Globalisasi dengan jargonnya seperti keterbukaan, kebebasan, dan demokrasi berpengaruh kuat terhadap pikiran maupun kemauan bangsa Indonesia. Apalagi ketika bangsa dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan maka rakyat di mana-mana menuntut diadakannya perbaikan –perbaikan di berbagai bidang kehidupan khususnya di bidang politik.

Pemerintahan yang dianggap tertutup supaya diubah menjadi terbuka. Kekuasaan yang terpusat dan otoriter diubah menjadi demokratis dan memberi banyak kebebasan dan lain-lain. Ini akan berjalan terus sesuai dengan perkembangan masyarakat internasional.
2. Pengaruh Globalisasi terhadap Ekonomi

Pengaruh globalisasi terhadap ekonomi antara lain dalam bentuk semakin tumbuhnya perusahaan-perusahaan transnasional yang beroperasi tanpa mengenal batas-batas negara. Selanjutnya juga semakin ketatnya persaingan dalam menghasilkan barang dan jasa dalam pasar bebas.

Menguatnya kapitalisme menuntut adanya ekonomi pasar yang lebih bebas untuk mempertinggi asas manfaat, kewiraswastaan, akumulasi modal, membuat keuntungan, serta manajemen yang rasional. Ini semua menuntut adanya mekanisme global baru berupa struktur kelembagaaan baru yang ditentukan oleh ekonomi raksasa. Pertimbangan biaya dan harga serta kualitas produk menjadi dasar keputusan untuk memproduksi suatu barang di suatu lokasi atau suatu negara tertentu, di sisi lain dituntut pula pertimbangan kemampuan menyalurkan secara cepat barang-barang yang produknya sedang digemari. Sehubungan dengan ini tenaga kerja yang murah, berlimpahnya bahan baku tidak dapat diandalkan lagi. Akan tetapi yang penting ialah kecepatan proses produksi pada kualitas yang prima. Standar internasional serta kemampuan menyalurkan pesanan barang dan jasa (delivery) yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen sangat penting.
a. Kapitalisme Global

Kapitalisme global adalah upaya meraih keuntungan dan mengakumulasi modal tanpa batas atau sekat yang berupa negara. Dalam perkembangannya, kapitalisme global ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sebagian orang di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh, dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, seseorang akan merasa ada sesuatu yang hilang bila dalam satu hari tidak melihat TV, membaca koran, ataupun membaca email. Dengan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, seseorang dengan mudah dapat memindahkan ribuan maupun jutaan dollar melintasi batas negara dalam hitungan detik dengan hanya menekan-nekan tombol Personal Computer (PC) di rumah atau menggunakan telepon seluler.

Kapitalisme global juga mengubah cara pandang orang terhadap berbagai hal. Cara pandang tentang uang misalnya, bukan lagi hanya sebagai alat tukar melainkan juga sebagai barang dagangan seperti komoditas lainnya. Adanya profesi pedagang valuta asing membuktikan hal tersebut. Lebih lanjut, uang yang biasa terlihat sebagai lembaran-lembaran kertas, di tangan lembaga keuangan saat ini berkembang menjadi bentuk yang lebih canggih seperti bonds, stocks, comercial notes dan sebagainya. Ttransaksi yang dilakukannyapun tidak berdasakan saat ini (sekarang), tetapi dapat pula transaksi untuk masa nanti, sehingga dapat dibayangkan betapa rumitnya perputaran uang di dunia ini.

Perkembangan kapitalisme yang semakin mengglobal mendorong terjadinya berbagai kondisi baru sebagai berikut.



  1. Terciptanya berbagai inovasi yang memunculkan produk-produk yang ada. Kondisi ini menyebabkan melimpahnya produk dengan harga yang relatif lebih murah, sehingga meningkatkan persaingan.

  2. Terjadinya relokasi perusahaan multinasional untuk memanfaatkan keunggulan komparatif suatu negara, agar dapat memenangkan persaingan. Misalnya saja, relokasi atas industri padat karya untuk mendapatkan pekerja dengan upah yang lebih murah. Dalam proses ini muncullah berbagai perusahaan multinasional, yaitu perusahaan yang mempunyai cabang di berbagai negara.

  3. Terjadinya arus internasionalisasi dan perputaran modal yang sangat cepat yang menembus batas waktu dan ruang. Modal yang berputar tersebut bergerak tidak hanya di sektor yang produktif tetapi juga di sektor yang spekulatif.

  4. Terbentuknya suatu tatanan dunia baru yang dimotori lembaga-lembaga internasional dan forum internasional seperti IMF, World Bank, WTO dan lsebagainya. Secara serentak lembaga dan forum internasional tersebut mengkampanyekan dan mengarahkan dunia ke arah kerangka kebijakan baru yang mendukung rezim liberal dan perdagangan bebas global. Aturan-aturan liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi merebak di segala penjuru dunia.

  5. Dari yang berpandangan negatif, menganggap bahwa globalisasi tidak banyak manfaatnya atau bahkan merugikan. Investasi dalam bentuk penanaman modal asing, akan menguras sumber daya yang dimiliki oleh suatu bangsa dengan manfaat paling besar justru tidak dinikmati oleh bangsa tersebut. Contoh lain yang dapat merugikan, adalah liberalisasi arus modal yang memicu krisis ekonomi di berbagai negara Asia.

  6. Di samping pandangan yang bersifat negatif dari kapitalisme global, ada pula yang berpandangan positif. Pandangan itu pada intinya menyatakan bahwa penanaman modal asing dianggap dapat memungkinkan akses terhadap teknologi, manajemen dan pemasaran. Di samping itu, arus modal juga memungkinkan untuk menutup kesenjangan antara tabungan dan investasi, sehingga memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.


b. Kapitalisme di Indonesia

Apakah kapitalisme sesuai untuk diterapkan di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan itu kita perlu merujuk pada UUD 1945. Meskipun saat ini UUD 1945 sudah diamandemen empat kali, namun 3 butir pertama pada pasal 33 tidak berubah sehingga masih dapat dirujuk, yaitu (i) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (ii) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat orang banyak dikuasai oleh negara, dan (iii) bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dalam penjelasannya dipertegas dengan kalimat yang antara lain berbunyi: “Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang seorang". Jadi UUD 1945 mengenal pembedaan antara barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan yang tidak. UUD 1945 juga mengenal perbedaan antara barang yang merupakan "bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya", dan yang tidak. Dua kategori ini, yaitu perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Di dalam pasal tersebut, kata “dikuasai” dapat berarti dimiliki atau dieksploitasi oleh negara sendiri. Pemahaman lain menyatakan bahwa “dikuasai” dapat diartikan sebagai “diatur”. Maka dengan kata “penguasaan” yang ditafsirkan secara operasional menjadi “diatur”, setelah melalui pengaturan oleh pemerintah, “barang dan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak”, dan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya” boleh menjadi milik orang seorang, atau eksploitasinya dikuasakan kepada orang seorang dengan perolehan laba buat orang perorang. Seperti yang kita saksikan saat ini perusahaan-perusahaan swasta sudah berusaha dalam bidang-bidang jalan tol, telekomunkasi, listrik, pengelolaan pelabuhan, perusahaan penerbangan dan sebagainya.

Adapun dalam bidang bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kita saksikan adanya kayu, emas, dan pulau-pulau yang pengelolaannya atau pemilikannya di tangan swasta. Bahwa kata “dikuasai” tidak mesti berarti “dimiliki”, melainkan bisa dijabarkan secara operasional sebagai “diatur”, maka pengelolaan atau pemilikan swasta tersebut masuk akal. Apakah pengaturannya in concreto itu lebih dekat dengan semangat UUD 1945 atau sangat jauh, itu yang bisa kita perdebatkan.

Paham kapitalisme yang kita harapkan hendaknya disertai persyaratan bahwa semuanya harus berfungsi sosial. Di negara-negara lain yang sangat dan teramat kapitalis, kapital memang selalu dibuat berfungsi sosial melalui perpajakan, instrumen-instrumen distribusi kekayaan dan pendapatan, sistem jaminan sosial, sistem perburuhan dan masih banyak lagi perangkat, peraturan, lembaga dan sebagainya, yang membuat kapital berfungsi sosial. Fungsi sosial tidak mengurangi kenyataan bahwa ekonomi kita adalah atas dasar kapitalisme. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Sehingga pada akhirnya potensi, inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dapat berkembang sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum.


c. Kapitalisme Global dan Kemandirian Ekonomi Indonesia

Sejauh ini dapat dikatakan bahwa Indonesia telah memasuki kapitalisme global. Dalam masa sebelum krisis peran penanaman modal asing (PMA) cenderung meningkat. Hal ini diindikasikan oleh nilai persetujuan PMA yang meningkat dari US$8,2 miliar pada tahun 1993 menjadi US$39,9 miliar pada tahun 1995. Meskipun angka itu menurun di tahun 1996, jumlahnya masih lebih besar yaitu US$29,9 miliar di tahun 2002. Demikian pula peran investor asing di pasar modal. Dalam periode 1993-1996 tersebut, di Bursa Efek Jakarta pangsa pasar saham yang dimiliki orang asing berkisar antara 25-30% dari nilai kapitalisasi pasar. Dari angka neraca modal dalam neraca pembayaran, pemasukan modal swasta meningkat dari US$5,2 miliar di tahun 1993 menjadi US$11,5 miliar di tahun 1996. Hal ini berjalan seiring dengan liberalisasi perdagangan dan juga deregulasi di bidang investasi (Kwik Kian Gie, 2003: 9).

Persoalan yang lebih besar dari hadirnya modal asing di Indonesia adalah apakah manfaat seluruhnya yang diperoleh pemodal asing di Indonesia dibagi secara adil antara pemodal asing dan bangsa Indonesia. Selalu dikatakan bahwa modal asing membawa masuk modal, transfer teknologi, transfer kemampuan manajemen dan membuka lapangan kerja. Secara teoretis memang benar, tetapi sebenarnya belum pernah ada yang menghitung secara kuantitatif apakah semuanya yang dikemukakan memang menjadi kenyataan dalam praktik hadirnya modal asing yang sudah sekian lama di Indonesia.

Sebaliknya, yang kita alami dalam bentuk penderitaan yang cukup dahsyat adalah bahwa keterbukaan dalam arus modal telah membawa konsekuensi Indonesia masuk ke dalam krisis. Aliran masuk modal swasta yang terus meningkat seperti disebutkan tadi, tiba-tiba berbalik menjadi arus keluar scara besar-besaran. Pada triwulan IV tahun 1997, arus modal swasta (bersih) tercatat minus US$8,6 miliar dan menurun lebih jauh menjadi minus US$13,8 miliar pada tahun 1998. Hal ini mengakibatkan merosotnya nilai rupiah dan menyebabkan Indonesia memasuki krisis (Kwik Kian Gie, 2003:11).

Berbagai kenyataan di atas memberikan pelajaran pada kita bahwa kapitalisme global membuka peluang untuk mengembangkan perekonomian. Namun demikian, kapitalisme global juga dapat merusak perekonomian Indonesia. Bahkan juga menghilangkan kemandirian kita.

Aspek lain dari ciri negatif kapitalisme global adalah masuknya uang dalam bentuk hutang yang diberikan kepada Indonesia, baik kepada pemerintah maupun kepada swasta asing. Mental untuk hutang sebanyak-banyaknya yang sudah lama membudaya di kalangan penguasa Indonesia bukannya mengendur, tetapi bahkan berlangsung terus sampai saat ini. Hutang tanpa kendali yang akhirnya menjadikan bangsa Indonesia tidak lagi mandiri juga salah satu kerugian dari globalisasi modal.



Dampak dari kombinasi antara kebijakan hutang, serta perumusan kebijakan yang hanya didasarkan atas untung rugi material belaka dewasa ini telah membuat bangsa Indonesia dalam kondisi sebagai berikut.

  1. Indonesia yang kaya akan minyak telah menjadi importir neto minyak untuk kebutuhan bangsa sendiri. Negara yang dikarunia hutan yang begitu lebat dan luas sehingga menjadikan negara produsen kayu terbesar di dunia, dihadapkan pada hutan-hutan yang gundul dan dana reboisasi yang sama sekali tidak mencukupi untuk menghutankan kembali pada taraf yang minimal saja. Sumber daya mineral kita dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab dengan manfaat terbesar jatuh pada kontraktor asing dan para kroninya yang tidak bertanggung jawab. Rakyat yang merupakan pemilik dari bumi, air dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya memperoleh manfaat yang sangat minimal.

  2. Ikan kita dicuri oleh kapal-kapal asing yang nilainya diperkirakan antara 3 sampai 4 miliar dollar AS. Hampir semua produk pertanian diimpor. Pasir kita dicuri dengan nilai yang minimal sekitar 3 miliar dollar AS. Republik Indonesia yang demikian besarnya dan sudah 58 tahun merdeka dibuat lima kali bertekuk lutut harus membebaskan pulau Batam dari pengenaan pajak pertambahan nilai setiap kali batas waktu untuk diberlakukannya pengenaan PPn sudah mendekat.

  3. Industri-industri yang kita banggakan hanyalah industri manufaktur yang sifatnya industri tukang jahit dan perakitan yang bekerja atas upah kerja dari para majikan asing dengan laba yang berlipat ganda. Pembangunan dibiayai dengan hutang luar negeri melalui organisasi yang bernama IGGI/CGI yang penggunaannya diawasi oleh lembaga-lembaga internasional. Sejak tahun 1967 setiap tahunnya pemerintah mengemis hutang dari IGGI/CGI, sambil dimintai pertanggungjawaban tentang bagaimana dirinya mengurus Indonesia. Anehnya setiap tahun kita merasa bangga bila hutang yang kita peroleh bertambah. Hutang dipicu terus tanpa kendali, sehingga sudah lama pemerintah hanya mampu membayar cicilan hutang pokok, dengan hutang baru atau dengan cara gali lubang tutup lubang. Sementara ini dilakukan terus, sejak tahun 1999 kita sudah tidak mampu membayar cicilan pokok yang jatuh tempo. Maka dimintalah penjadwalan kembali.

  4. Bank-bank kita digerogoti oleh pemiliknya sendiri. Bank yang kalah clearing dan harus diskors diselamatkan oleh Bank Indonesia dengan menciptakan apa yang dinamakan fasilitas diskonto. Uang masyarakat yang dipercayakan kepada bank-bank dalam negeri dipakai sendiri oleh para pemilik bank untuk pembentukan konglomerat sambil melakukan mark up. Pelanggaran legal lending limit (batas pemberian pinjaman pada grupnya sendiri) dilanggar selama bertahun-tahun dalam jumlah besar yang menghancurkan bank dengan perlindungan oleh Bank Indonesia sendiri. Maka ketika krisis ekonomi melanda Indonesia di akhir tahun 1997, terkuaklah betapa bank sudah hancur lebur.

  5. Pada tahun 1998 kepercayaan masyarakat terhadap mata uang rupiah menurun drastis. Rupiah melemah dari Rp2.400 per dolar AS menjadi Rp16.000 per dolar AS. Dalam kondisi yang seperti ini Indonesia yang anggota IMF dan patuh membayar iurannya menggunakan haknya untuk minta bantuan. Paket bantuan IMF disertai dengan syarat yang isinya demikian tidak masuk akal dan demikian menekan serta merugikan Indonesia. Juga tidak kita perkirakan pada awalnya bahwa kehadiran IMF di Indonesia menjadikan semua lembaga internasional seperti CGI, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia bersatu padu dalam sikap dan persyaratan di bawah komando IMF. IMF mensyaratkan bahwa pemerintah harus melaksanakan kebijakan dan program yang ditentukan olehnya, yang dituangkan dalam Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) atau lebih memasyarakat dengan nama Letter of Intent atau LOI.

  6. Bank dunia setiap tahun juga menyusun apa yang dinamakan Country Strategy Report tentang Indonesia yang harus dilaksanakan kalau tidak mau diisolasi oleh negara-negara CGI yang sampai sekarang setiap tahun memberikan pinjaman kepada Indonesia. Justru karena jumlah hutang keseluruhannya yang sudah melampaui batas-batas kepantasan dan prinsip kesinambungan, untuk sementara dan entah sampai kapan kita tidak dapat hidup tanpa hutang setiap tahunnya, jika kita tidak mau puluhan juta anak miskin kekurangan gizi dan putus sekolah.

  7. Jika kita baca setiap LOI dan setiap Country Strategy Report serta setiap keikutsertaan lembaga-lembaga internasional dalam perumusan kebijakan pemerintah, kita tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa yang memerintah Indonesia sudah bukan pemerintah Indonesia sendiri. Jelas sekali bahwa kita sudah lama merdeka secara politik, tetapi sudah kehilangan kedaulatan dan kemandirian dalam mengatur diri sendiri.

  8. Bagaimana mengakhiri kondisi kita yang sudah kehilangan kemandirian dan kedaulatan menentukan nasib bangsa kita sendiri. Tidak lain modal utamanya adalah kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai pemahaman yang jelas bahwa kita sudah tidak mandiri, dan mempunyai tekad untuk merebut kembali kemandirian kita (Kwik Kian Gie, 2003:14).

Untuk menghadapi kapitalisme global pemerintah perlu mengusahakan hal-hal berikut.

  1. Perlunya segera dilakukan pemberantasan KKN secara bersungguh-sungguh. Pengurangan KKN hingga kondisi yang sangat minim merupakan modal yang besar untuk menghadapi era kapitalisme global. Selanjutnya, kita memerlukan langkah yang terencana untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

  2. Pemerintah perlu meletakkan kerangka kebijakan untuk memungkinkan pergerakan sumberdaya ke arah sektor-sektor yang mempunyai prospek yang cerah. Hal ini dilakukan melalui kebijakan yang tidak distortif terhadap keputusan investor, termasuk memungkinkan mereka untuk mengukur tingkat resiko secara akurat. Untuk itu diperlukan good governance (pemerintahan yang baik dan bersih). Pengalaman kita menunjukkan, bahwa ketiadaan good governance menyebabkan pelaku ekonomi melakukan investasi yang sangat beresiko dan penggunaan sumberdaya yang tidak efisien.

  3. Mengupayakan agar perubahan-perubahan yang terjadi berlangsung secara bertahap, sehingga memberikan waktu bagi pelaku ekonomi yang bergerak di bidang industri yang tidak kompetitif beralih ke industri yang lebih kompetitif.

  4. Mempersiapkan SDM agar dapat memanfaatkan peluang yang terbuka. Dalam hal ini termasuk misalnya, dengan mengupayakan sertifikasi keahlian yang diakui secara internasional berikut pelatihan untuk mendapatkan sertifikat tersebut.

Tingkat kemajuan dan kemakmuran di negara-negara penggagas globalisasi yang relatif baik, apalagi didukung kemampuannya melakukan lobi-lobi internasional, membuat bangsa-bangsa dunia ketiga tertarik untuk menerima tawarannya. Indonesia tidak lepas dari rangkaian proses tersebut. Itulah sebabnya, maka kita membuka diri bagi produk-produk luar negeri, menerima investasi, dan lain-lain. Sementara itu anak-anak kita menjadi tidak kenal lagi makanan tradisional seperti getuk, tiwul, lentuk, cemplon, dan lain-lain.
3. Pengaruh Globalisasi terhadap Sosial Budaya Indonesia

Kini arus globalisasi telah banyak dirasakan terutama di kota-kota seantero Indonesia. Apa yang dilakukan oleh orang-orang di luar negeri cepat sekali masuk atau dilihat oleh masyarakat kita dengan mudah. Anehnya lagi, semua itu berkiblat pada Amerika dan Inggris. Seakan-akan apa yang dilakukan oleh orang Amerika dan Inggris tersebut baik dan pantas diikuti. Kalau tidak, dianggap kuno atau ketinggalan zaman. Karena itulah banyak di kalangan anak muda kita lupa akan jati diri (identitas)nya sebagai bangsa Indonesia. Lihat saja sekarang, di kota-kota kecil saja kita akan melihat remaja-remaja kita mengenakan dandanan ala selebritis. Mereka mengenakan rok atau celana yang tidak sesuai dengan budaya kita dengan membiarkan bagian perut atau pinggang terbuka dipadu dengan atasan super ketat. Rambut asli disembunyikan diganti dengan berbagai rambut palsu atau dicat beraneka warna dan lain-lain. Sementara itu remaja pria juga tidak mau ketinggalan. Mereka mengenakan pakaian yang aneh-aneh. Ada yang bercelana super ketat, namun ada pula yang super longgar, rambut dicat, dibentuk beraneka model, disertai asesoris yang beraneka rupa pula. Pendek kata, kini orang lebih suka menjadi orang lain dengan cara menutupi identitas dirinya yang asli.

Konstruksi identitas dalam setiap tahapan sejarah selalu mengikuti posisi-posisi kuasa. Kuasa negara-negara totaliter telah membentuk identitas-identitas yang statis dan membentuk manusia dalam logika “ aku sama, maka aku ada”. Jika orientasi kuasa negara adalah menjaga proses industrialisasi, maka industrialisasi menyerang berbagai ruang dan nilai kehidupan. Dari gaya hidup yang kecil-kecil, misalnya gaya berpakaian hingga narasi-narasi besar, seperti politik atau demokratisasi.

Konstruksi kebudayaan masa kini makin ditentukan oleh kapasitas distribusi yang dilakukan media ketimbang otoritas regulasi yang diperankan negara. Otoritas seperti yang dikemukakan oleh Giddens, kini harus bersaing dengan ketidakpastian. Identitas yang dibangun melalui citra-citra media massa yang tidak pasti inilah, yang kemudian memunculkan cunterfiet people, yaitu orang-orang yang identitasnya diskenariokan dan dipentaskan untuk menciptakan sejumlah ilusi yang seringkali tidak memiliki hubungan sama sekali dengan realita asli ( lihat gaya penampilan orang-orang di televisi). Identitas rekaan media menjadi pilihan yang mengasyikkan dan menjadi trendi, meskipun semua itu bersifat foke atau palsu.

Di samping itu, dengan adanya globalisasi dapat pula melahirkan pranata-pranata (lembaga-lembaga) sosial baru, seperti di bidang ekonomi, timbul mall (supermarket), pasar uang (modal), dan lain-lain. Di bidang sosial timbul lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi profesi, pesta berdiri, dan lain-lain. Di bidang seni budaya, tumbuh pesat cabang-cabang seni modern yang dapat menggeser cabang-cabang seni tradisional seperti band, film, dan lain-lain. Tempat hiburan, seperti sanggar seni modern, diskotik, kafe, galeri. Di samping itu berkembang pula model fashion show, kontes ratu kecantikan dan lain-lain. Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, lahir penemuan-penemuan baru yang kemudian dilempar di pasaran yang akibatnya menggeser produk-produk lama atau berpengaruh luas dalam kehidupan sehari-hari, seperti alat-alat rumah tangga dari bambu diganti dari plastik, dari tanah liat diganti dengan aluminium atau stainless. Alat transportasi atau komunikasi seperti gerobag, andong atau dokar diganti bus, pesawat terbang, kentongan diganti handphone, dan lain-lain.
4. Dampak Globalisasi terhadap Pertahanan dan Keamanan

Globalisasi yang didasari oleh menguatnya kapitalisme, jelas memberikan dampak juga terhadap pertahanan dan keamanan. Menyebarnya perdagangan dan industri di seluruh dunia akan meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik kepentingan yang dapat mengganggu keamanan bangsa.

Semua negara mau tak mau menghadapi tuntutan-tuntutan akibat dari proses globalisasi, antara lain hak-hak asasi manusia, lingkungan hidup serta perubahan sistem politik. Ini semua memberikan peluang dan kendala pada aspek pertahanan dan keamanan untuk menjalankan proses transformasi pembangunan.
5. Dampak Positif dan Negatif Globalisasi
Globalisasi dapat dilihat dari dua sisi, pertama sebagai ancaman dan yang kedua sebagai peluang. Sebagai ancaman, globalisasi lebih banyak berdampak negatif seperti merebaknya konsumerisme, materialisme, hedonisme, sekularisme, mengagung-agungkan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemewahan yang tidak semestinya, foya-foya, pergaulan bebas, budaya kekerasan, pornografi, pornoaksi, dan semacamnya. Pengaruh tersebut bukan saja lewat dunia film, namun juga lewat media cetak dan TV dengan satelitnya, serta yang sekarang sedang menjadi trend adalah internet. Sementara budaya lokal yang negatif juga masih banyak dipertahankan seperti tidak disiplin waktu, malas, kecurangan, monopoli, korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Di sisi lain globalisasi memberi pengaruh positif. Hal ini hendaknya menjadi peluang bagi bangsa Indonesia untuk mampu menyerapnya, terutama sekali hal-hal yang tidak mengalami benturan dengan budaya lokal dan nasional, maupun agama. Hal-hal positif itu misalnya budaya disiplin, kebersihan, tanggung jawab, egalitarianisme, kompetisi, kerja keras, penghargaan terhadap orang lain, demokrasi, jujur, optimis, mandiri, taat aturan dan sebagainya.


a. Dampak Positif Globalisasi dalam Bidang Politik bagi Indonesia

Dampak positif globalisasi di bidang politik antara lain pemerintahan dijalankan secara transparan, demokratis dan bertanggungjawab. Pemerintahan yang dijalankan secara transparan dapat mencegah terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga terwujud pemerintahan yang bersih. Semakin berkembangnya demokrasi akan membuat partisipasi rakyat dalam politik semakin meningkat. Legitimasi pemerintahan yang sedang berkuasa akan semakin meningkat, sehingga kebijakan yang diambil akan mendapat dukungan dari rakyat. Demokrasi memungkinkan rakyat untuk bisa melakukan kontrol pada pemerintah, sehingga penyalahgunaan kekuasaan bisa diperkecil. Akhirnya pemerintahan yang baik dan bersih dapat diwujudkan.


1   ...   22   23   24   25   26   27   28   29   30


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət