Ana səhifə

Untuk perguruan tinggi


Yüklə 1.49 Mb.
səhifə23/30
tarix26.06.2016
ölçüsü1.49 Mb.
1   ...   19   20   21   22   23   24   25   26   ...   30


C. Metode Astagatra

Dalam usaha mencapai tujuan nasional senantiasa menghadapi ATHG sehingga diperlukan suatu ketahanan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional yang didasarkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut.

Sebagai makhluk Tuhan pertama-tama berusaha mempertahanakan kelangsungan hidupnya. Secara antropologis budaya manusia merupakan makhluk Tuhan paling sempurna karena mempunyai akal budi sehingga lahir manusia berbudaya. Sebagai manusia berbudaya mengadakan hubungan dengan alam sekitarnya dalam usaha mempertahankan eksistensinya dan kelangsungan hidupnya. Hubungan-hubungan itu adalah (i) hubungan manusia dengan Tuhannya, dinamakan “agama”, (ii) hubungan manusia dengan cita-citanya, dinamakan “ideologi”, (iii) hubungan manusia dengan kekuasaan, dinamakan “politik”, (iv) hubungan manusia dengan pemenuhan kebutuhan, dinamakan “ekonomi”, (v) hubungan manusia dengan manusia lainnya, dinamakan “sosial”, (vi) hubungan manusia dengan rasa keindahan, dinamakan “seni/budaya”, (vii) hubunggan manusia dengan pemanfaatan alam, dinamakan “IPTEK’, (viii) hubungan manusia dengan rasa aman, dinamakan “Hankam”.


Hubungan manusia dengan lingkungannya pada hakikatnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu kesejahteraan dan keamanan. Untuk menjamin kelangsungan hidup suatu bangsa diperlukan suatu konsep pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan serasi dalam semua aspek kehidupan nasional. Ketahanan Nasional pada hakikatnya merupakan konsepsi dalam pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan dalam kehidupan nasional. Kehidupan nasional dapat dibagi dalam berbagai aspek sebagai berikut: (i) aspek alamiah yang meliputi posisi lokasi geografi, keadaan dan kekayaan alam, serta kemampuan penduduk, (ii) aspek alamiah terdiri dari 3 aspek yang dikenal dengan istilah “Trigatra”, (iii) aspek sosial yang meliputi IPOLEKSOSBUD-Hankam, yaitu ideologi, politik, sosial, budaya, dan hankam atau dikenal dengan istilah pancagatra. kehidupan nasional merupakan gabungan antara trigatra dan pancagatra, sehingga disebut juga dengan istilah astagatra. Antara gatra satu dan lainnya terdapat hubungan timbal balik (korelasi) dan saling ketergantungan (interdependensi). (Bandingkan dengan konsep Hans Morgenthau dalam Politic among Nations; unsur-unsur kehidupan nasional terdiri dari geografi, sumber alam, kapasits industri, kesipaan militer, penduduk, karakter nasional, semangat nasional, kualitas diplomasi, dan kualitas pemerintah).
D. Aspek Trigatra

  1. Posisi dan Lokasi Geografi negara

Secara geografis wujud negara dapat berupa (i) negara yang dikelilingi daratan seperti Laos, Swis, Afganistan, (ii) negara daratan dengan sebagian perairan laut, seperti Irak, Brunai Darusalam, (iii) negara pulau, seperti Australia dan Malagasi, dan (iv) negara kepulauan (Archipelagic state), misalnya Indonesia. Bentuk, keadaan, dan lokasi geografi suatu negara sangat mempengaruhi kehidupan bangsa yang mendiaminya dalam penyelenggaraan dan pengaturan kesejahteraan dan keamanan. Negara kepulauan dalam membina ketahanan nasionalnya akan lebih banyak memanfatkan potensi lautnya. Posisi atau letak geografis suatu negara akan sangat menentukan peran negara tersebut dalam percaturan lalu lintas dunia dan akan menghadapi bentuk-bentuk ancaman yang berbeda. Dapat ditarik kesimpulan bahwa letak geografis suatu negara akan berpengaruh terhadap ketahanan nasional suatu bangsa.

Pengaruh letak geografis terhadap politik melahirkan geopolitik dan geostrategi, sehingga dikenal dengan wawasan nasional suatu bangsa yang tumbuh karena pengaruh tersebut. Pengaruh tersebut dikenal dengan istilah wawasan benua, samudera, atau kombinasinya. Bangsa Indonesia berpendapat bahwa wawasan-wawasan tersebut di atas bersifat rawan dan tidak kekal. Namun, justru pemanfaatan tanah, air, dan ruang yang diintegrasikan dengan unsur-unsur sosial secara simultan di dalam suasana yang serasi, seimbang, dan dinamis dapat menunjang penyelenggaraan dan peningkatan ketahanan nasional. Dengan demikian, setiap negara dapat mengembangkan wawasan nasionalnya sendiri-sendiri sesuai dengan kondisi geografisnya.




  1. Keadaan dan Kekayaan Alam

Kekayaan alam suatu negara adalah segala sumber dan potensi alam yang didapatkan di bumi, laut, dan udara yang berada di wilayah suatu negara. Kekayaan alam itu meliputi flora, fauna, dan tambang yang keberadaannya bisa di atmosfir, di permukaan bumi, dan di dalam bumi. Kekayaan alam itu ada yang dapat diperbarui dan ada pula yang tidak dapat diperbarui. Kekayaan alam yang ada di bumi didistribusikan secara tidak merata atau tidak teratur, sehingga ada negara yang kaya sumber daya alam dan ada pula negara yang miskin sumber daya alam. Hal itu menyebabkan terjadinya ketergantungan antarnegara yang pada gilirannya dapat menimbulkan problem hubungan internasional yang kompleks. Suatu negara yang kebutuhan sumber daya alamnya tidak terpenuhi pasti akan memenuhinya dengan berbagai upaya. Hal itu tentu akan menimbulkan berbagai masalah, baik ekonomi, politik, sosial, budaya maupun Hankam. Oleh karena itu, kekayaan alam sebagai kekuatan nasional harus dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan nasional. Agar dapat mengatasi kerawanan dan ancaman yang mungkin timbul, diperlukan menejemen pengelolaan SDA yang berdasarkan asas maksimal, lestari, dan berdaya saing. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kekayaan alam apabila dikelola dengan baik dapat meningkatkan ketahanan nasional. Sebaliknya, jika tidak dapat dikelola dengan baik justru akan mengganggu ketahanan nasional.



  1. Keadaan dan Kemampuan Penduduk

Penduduk adalah manusia yang mendiami suatu wilayah negara. Manusia, melalui tindakannya, merupakan faktor penentu terciptanya ketahanan nasional yang baik. Artinya, penyelenggaraan negara yang dapat menciptakan kesejahteraan dan keamananan rakyatnya tergantung pada faktor manusia. Hal-hal yang terkait dengan keadaan penduduk suatu negara meliputi (i) jumlah penduduk dan perubahan jumlah penduduk yang disebabkan oleh adanya fertilitas, mortalitas dan migrasi, (ii) komposisi penduduk atau susunan penduduk menurut umur dan jenis kelamin, dan (iii) persebaran penduduk. Keadaan penduduk sangat berpengaruh terhadap penyediaan tenaga kerja pengelola kekayaan alam dan berpengaruh pula terhadap personal yang mampu mengelola hankam. Oleh karena itu, agar dapat menyelenggarakan kesejateraan dan keamanan diperlukan keadaan penduduk yang memadai, baik jumlah, komposisi, maupun persebarannya.

Segi positif dari pertumbuhan penduduk adalah pertambahan angkatan kerja (man power). Artinya, bertambahnya tenaga kerja (labour force) merupakan potensi terhadap peningkatan kapasitas produksi, tetapi hal itu harus disertai dengan pertambah kesempatan kerja agar tidak timbul persoalan yang lain, yaitu banyaknya pengangguran. Pada umumnya, penduduk Indonesia merupakan tenaga kerja yang kurang berkualitas. Berdasarkan Human Development Index (HDI) pada tahun 2002, Indonesia berada pada ranking 110 dan pada tahun 2003 berada pada posisi 112 di bawah Vietnam (109), Filipina (85), Thailand (74), Brunai Darusalam (31), Korea Selatan (30), dan Singapura (28). Menurut Ibrahim, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh International Institute for Menegement Development (IMD) yang berkedudukan di Lausanne Swiss, Indonesia merupakan negara yang berdaya saing terendah dari 49 negara yang diteliti.

Mengingat posisi Indonesia yang seperti itu kita dituntut untuk bekerja keras dalam pengembangan SDM agar mampu bersaing (Noor Fitrihana, 2004: 21). Pengembangan SDM merupakan kunci dalam menghadapi era globalisasi. Beny Sutrisno, Direktur PT. Apac Inti Corpora, menyatakan bahwa SDM merupakan aset penting dalam upaya peningkatan daya saing yang semakin ketat. Kenyataan ini menuntut program pembinaan SDM yang komprehensif dan holistik. Oleh karena itu, pengembangan SDM merupakan prioritas utama dalam menghadapi globalisasi. Dalam era global, terutama sektor ekonomi, akan terjadi perang harga, kualitas, dan pelayanan tanpa batas negara; termasuk bidang tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja akan menjadi faktor penentu nilai kompetitif dan nilai produktivitas. Tenaga kerja yang berkualitas yang dapat menghasilkan barang atau jasa yang berkualitas dan inovatif. Oleh karena itu, SDM harus digarap secara serius agar memiliki daya saing.

Pertumbuhan penduduk yang cepat bila tidak disertai dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menimbulkan banyaknya penggangguran. Sebagai contoh, peningkatan angka pengangguran yang disebabkan oleh krisis moneter ternyata menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan hankam. Demikian pula, pertumbuhan penduduk yang tidak disertai oleh peningkatan kualitas sumber daya manusia akan mengakibatkan ketimpangan sosial ekonomi dan akhirnya juga akan melemahkan ketahanan nasional. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah dalam meningkatkan keseimbangan pertumbuhan dan penyebaran penduduk sangat diperlukan. Pertumbuhan ekonomi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan nasional.


E. Aspek Pancagatra

    1. Aspek Ideologi

Ideologi suatu negara diartikan sebagai guiding of principles atau prinsip yang dijadikan dasar atau pemberi arah dan tujuan yang hendak dicapai dalam melangsungkan dan mengembangkan hidup dan kehidupan nasional suatu bangsa (negara). Ideologi adalah pengetahuan dasar atau cita-cita. Dengan kata lain, ideologi merupakan konsep yang mendalam mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta yang ingin diperjuangkan dalam kehidupan nyata (Endang Zaelani Sukaya, 200: 105).

Sesuai dengan kompleksitas kehidupan manusia, ideologi dapat dijabarkan ke dalam sistem nilai kehidupan, yaitu serangkaian nilai yang tersusun secara sistematis dan merupakan kebulatan ajaran dan doktrin. Faktor yang mempengaruhi ketahanan ideologi adalah nilai dan sistem nilai. Ideologi yang baik harus mampu menampung aspirasi masyarakat, baik secara individu maupun sosial. Agar dapat mencapai ketahanan nasional di bidang ideologi diperlukan penghayatan dan pengamalan ideologi secara sungguh-sungguh.

Agar bangsa Indonesia memiliki ketahanan di bidang ideologi, Pancasila harus dijadikan pandangan hidup bangsa dan diperlukan pengamalan secara objektif dan subjektif. Semakin tinggi kesadaran suatu bangsa untuk melaksanakan ideologi akan semakin tinggi ketahanan di bidang ideologi. Dalam strategi pembinaan ideologi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan.


  1. Ideologi harus diaktualisasikan dalam bidang kenegaraan dan oleh WNI.

  2. Ideologi sebagai perekat pemersatu harus ditanamkan pada seluruh WNI.

  3. Ideologi harus dijadikan panglima bukan sebaliknya (Abdulkadir Besar, l988).

  4. Akatualisasi ideologi dikembangkan ke arah keterbukaan dan kedinamisan.

  5. Ideologi Pancasila mengakui keanekaragaman dalam hidup berbangsa dan dijadikan alat untuk menyejahterakan dan mempersatukan masyarakat.

  6. Kalangan elit eksekutif, legeslatif, dan yudikatif harus mewujudkan cita-cita bangsa dengan melaksanakan GBHN dengan mengedepankan kepentingan bangsa.

  7. Mensosialisasikan idologi Pancasila sebagai ideologi humanis, religius, demokratis, nasionalis, dan berkeadilan. Proses sosialisasi Pancasila dilakukan secara objektif dan ilmiah (bukan doktriner) dengan metode yang sesuai dengan perkembangan zaman.

  8. Tumbuhkan sikap positif terhadap warga negara dengan meningkatkan motivasi untuk mewujukan cita-cita bangsa. Perlunya perbaikan ekonomi untuk mengakhiri krisis moltidemesional (Endang Zaelani Sukaya, 2000: 109).


2. Politik

  1. Pengertian

Dalam hal ini politik diartikan sebagai asas, haluan, atau kebijaksanaan yang digunakan untuk mencapai tujuan dan kekuasaan. Oleh karena itu, masalah politik sering dihubungkan dengan masalah kekuasaan dalam suatu negara yang berada ditangan pemerintah. Kehidupan politik dapat dibagi ke dalam dua sektor, yaitu (i) sektor masyarakat yang berfungsi memberikan masukan (input) yang terwujud dalam pernyataan keinginan dan tuntutan kebutuhan serta (ii) sektor pemerintahan yang berfungsi sebagai keluaran (out-put) yang berupa kebijaksanan yang melahirkan peraturan perundang-undangan sebagai keputusan politik.

Sistem politik yang diterapkan dalam suatu negara sangat menentukan kehidupan politik di negara yang bersangkutan. Sistem politik yang dilaksanakan biasanya merupakan pencerminan interaksi antara masukan dan keluaran. Keseimbangan antara masukan dan keluaran itu bersifat dinamis dan atau selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkat stabilitas nasional. Upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan ketahanan di bidang politik adalah upaya mencari keseimbangan dan keserasian antara masukan dan keluaran berdasarkan Pancasila dan merupakan pencerminan dari demokrasi Pancasila. Dalam penyelenggaraannya diatur sebagai berikut: (i) kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus dilaksanakan secara bertanggungjawab, dan harus melekat pada kepentingan bersama dan (ii) tidak akan terjadi dominasi mayoritas sebab tidak selaras dengan semangat kekeluargaan yang mengutamakan musyawarah untuk memperoleh mufakat.




  1. Ketahanan Politik Dalam Negeri

Dalam rangka mewujudkan ketahanan politik, diperlukan kehidupan politik bangsa yang sehat, dinamis, dan mampu memelihara stabilitas politik berdasakan ideologi Pancasila dan UUD l945. Ketahanan politik dalam negeri menyangkut hal-hal berikut ini.

  1. Sistem pemerintahan berdasarkan hukum, tidak berdasarkan kekuasaan yang bersifat absolut, dan kedaulatan ditangan rakyat.

  2. Dalam kehidupan politik dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, namun perbedaan tersebut bukan menyangkut nilai dasar, sehingga tidak antagonis yang menjurus ke arah konflik.

  3. Kepemimpinan nasional diharapkan mampu mengakomodasikan aspirasi yang hidup dalam masyarakat dengan tetap memegang teguh nilai-nilai Pancasila.

  4. Terjalin komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat, antara kelompok kepentingan dan golongan-golongan untuk mewujudkan tujuan nasional.




  1. Ketahanan Aspek Politik Luar Negeri

Ketahanan aspek politik luar negeri berkenaan dengan hal-hal berikut ini.

  1. Hubungan politik luar negeri ditujukan untuk meningkatkan kerja sama internasional di berbagai bidang atas dasar saling menguntungkan, dan meningkatkan citra politik Indonesia dan memantapkan persatuan dan kesatuan.

  2. Politik luar negeri dikembangkan berdasarkan skala prioritas dalam rangka meningkatkan persahabatan dan kerja sama antarnegara berkembang dan negara maju sesuai dengan kepentingan nasional. Kerja sama antara negara ASEAN dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya, Iptek dan kerja sama dengan negara Non-Blok.

  3. Citra positif bangsa Indonesia perlu ditingkatkan melalui promosi, diplomasi, lobi internasional, pertukaran pemuda, dan kegiatan olah raga.

  4. Perjuangan bangsa Indonesia untuk meningkatkan kepentingan nasional seperti melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain dan hak WNI di luar negeri perlu ditingkatkan (Sumarsono, 2000: 116).


3. Aspek Ekonomi

Kegiatan ekonomi adalah seluruh kegiatan pemerintah dan masyarakat dalam mengelola faktor produksi (SDA, tenaga kerja, modal, teknologi, dan menejemen) dan distribusi barang serta jasa untuk kesejahteraan rakyat. Upaya meningkatkan ketahanan ekonomi adalah upaya meningkatkan kapasitas produksi dan kelancaran barang dan jasa secara merata ke seluruh wilayah negara. Ketahanan di bidang ekonomi sangat erat sekali dengan ketahanan nasional.

Tekat bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional yang termuat dalam Pembukaan UUD l945 dituangkan dalam pembangunan nasional. Karena pembangunan itu tidak dapat dilakukan secara menyeluruh dalam waktu yang bersamaan, diperlukan pembangunan yang menitikberatkan di bidang ekonomi dengan tidak mengabaikan bidang-bidang lainnya. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Namun demikian, pelaksanaannya harus dapat menjamin aspek pemerataan dan keadilan. Hal ini berarti harus mencegah semakin lebarnya jurang pemisah antara kaya dan miskin. Dampak pelaksanaan pembangunan ekonomi diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan perluasan lapangan kerja.

Dalam usaha mewujudkan ketahan ekonomi bangsa diperlukan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis dan mampu menciptakan kemandirian dengan daya saing tinggi serta muaranya untuk kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Pembangunan diharapkan dapat memantabkan ketahanan ekonomi, iklim usaha yang sehat, memanfaatkan Iptek, tersedianya barang dan jasa, serta meningkatkan daya saing dalam lingkup perekonomian global. Agar dapat tercipta ketahanan ekonomi yang diinginkan perlu upaya pembinaan terhadap berbagai hal yang menunjang yang antara lain sebagai berikut.



  1. Sistem ekonomi diarahkan untuk kemakmuran rakyat melalui ekonomi kerakyatan untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa.

  2. Ekonomi kerakyatan harus menghindari (i) free fight lieberalism yang menguntungkan pelaku ekonomi kuat, (ii) sistem etatisme di mana negara berserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan serta mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara, (iii) tidak dibenarkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu kelompok dalam bentuk monopoli yang bertentangan dengan cita-cita keadilan.

  3. Struktur ekonomi dimantapkan secara seimbang dan saling menguntungkan dalam keselarasan dan keterpaduan antarsektor pertanian, industri, dan jasa.

  4. Pembangunan ekonomi dilaksanakan sebagai usaha bersama atas dasar asas kekeluargaan, serta mendorong peran masyarakat secara aktif. Perlu diusahakan kemitraan antarpelaku ekonomi dalam wadah kegiatan antara pemerintah, BUMN, koperasi, badan usaha swasta, dan sektor informal untuk mewujudkan pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas ekonomi.

  5. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya harus senantiasa dilaksanakan melalui keseimbangan dan keselarasan pembangunan antarwilayah dan antarsektor.

  6. Kemampuan bersaing harus ditumbuhkan dalam meningkatkan kemandirian ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya nasional dan memakai sarana ipteks dalam menghadapi setiap permasalahan, serta tetap memperhatikan kesempatan kerja (Sumarsono, 2000: 120).

Perlu disadari hubungan antara Utara dan Selatan yang cenderung timpang. Utara diwakili oleh negara-negara maju sedangkan Selatan diwakili oleh negara-negara berkembang. Bahan-bahan baku milik negara Selatan atau negara barkembang cenderung dibeli dengan harga murah dan sesudah diolah menjadi barang jadi dijual ke selatan dengan harga yang mahal. Jadi negara-negara Selatan cenderung dieksploitasi oleh negara maju dan selalu dipihak yang kalah dalam posisi tawar.

Perlu diwaspadai adanya New-Neokolonialisme seperti yang diungkapkan oleh Presiden Sukarno dan dikutip oleh Mubyarto berikut: Colonialism has also its modern dress in the form of economic control, intellectual control, (and) actual physical control by a small but alien community with a nation. (Kolonialisme juga mempunyai pakaian yang baru dalam bentuk penguasaan ekonomi, penguasaan intelektual, (dan) penguasaan fisik oleh sekolompok kecil masyarakat dalam lingkup bangsa (sendiri) tetapi terasing). Lima puluh tahun kemudian, ramalan Bung Karno itu ternyata terbukti. Pada 26 Februari 2005, 3 hari menjelang pemerintah menaikan harga BBM, 36 cendekiawan yang digiring Freedom Institute memasang iklan satu halaman penuh untuk mendukung kenaikan harga BBM. Cendekiawan itu menggunakan alasan ilmiah, yaitu hasil penelitian, yang segera dibantah oleh penelitian lain sebagai hasil yang keliru. Hal ini berarti bahwa 36 cendekiawan “Freedom Institute” telah mengorbankan kepentingan rakyat demi kepentingan ekonomi asing yang tidak henti-hentinya menguasai ekonomi Indonesia. Inilah kolonialisme dengan baju baru yang justru diwakili oleh cendekiawan bangsa. Dengan demikian, cendekiawan ini telah terasing dari bangsanya sendiri.

Kondisi ekonomi dan poliltik sekarang, khususnya Asia dan Afrika, dikuasai oleh paham Corporatocracy, yaitu paham penguasaan dunia melalui kegiatan-kegiatan korporat (usaha-usaha korporat). Dr. Ruslan Abdulgani, Sekjen Konferensi Asia Afrika (AA) waktu itu, mempertanyakan pentingnya peringatan 50 tahun Konferensi AA karena tidak terlalu banyak dapat berharap untuk memperbarui dan meningkatkan solidaritas negara-negara AA. Alasanya, kepentingan negara-negara itu sudah menjadi sangat berbeda-beda, kekuatan negara kapitalis neoliberal sangat kuat, negara AA hampir semua terjebak utang luar negeri yang “tidak dapat dilunasi”.

Di dalam buku Confessions of an Economic Hit Man (Penggakuan dosa seorang penembak ekonomi) John Parkins menyatakan bahwa agar negara-negara kaya sumber daya alam seperti Indonesdia diberi hutang sebanyak-banyaknya, sampai negara itu tidak dapat membayar utangnya. Negara pertama yang dijerat ekonominya masuk Global empire Amerika yaitu Indonesia pada awal pemerintahan orba 1971. Bahaya neokolonialisme ini tidak diwaspadai bahkan dianggap sebagai “penyelamat” ekonomi kita dari kemiskinan.

Tanda-tanda neokolonialisme di Indonesia amat jelas, yaitu muncul ketika orba runtuh dan diganti orde reformasi yang berkembang tidak terkendali. Dalam konstitusi terlihat jelas ketika pasal 33 UUD 1945 diangap perlu untuk diganti karena berbau sosialisme; pada hal paham ini telah bangkrut dengan kemenangan kolonialisme yang dipimpin Amerika. Asas ekonomi kekeluargaan yang jelas-jelas merupakan ideologi nasional diancam digusur dan diganti dengan asas pasar. Meskipun MPR memutuskan mempertahankan asas kekeluargaan, Mahkamah Konstitusi telah berhasil mengobrak-abrik lagi UUD 1945 dengan amandemennya dan bersemangat untuk menghapus asas kekeluargaan itu.

Peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) sangat memilukan karena segala bahaya kolonialisme yang waktu itu dianggap musuh telah “berbaju baru”. Cendekiawan dan pengusaha saat ini mendukung paham neokolonialisme dan liberalisme dengan keserakahannya yang tidak berubah tanpa disadari intelektual kita tidak membantu menyejahterakan rakyat kecil, tetapi justru menyengsarakannya (Mubyarto, Kedaulatan Rakyat, 20 April 2005: 1 dan 20).

Semangat baru dalam memberantas neokolonialisme khusunya di bidang ekonomi dan perdagangan harus degelorakan bagi peserta KAA meskipun mempunyai kepentingan berbeda, tetapi dengan semangat untuk maju bersama dan membangunan networking yang kuat antarnegara peserta KAA. Indonesia sebagai tuan rumah dapat mengambil keuntungan atas berlangsung KAA tersebut dengan mengusung agenda kerja sama di bidang ekonomi dan perdagangan yang saling menguntungkan dengan negara maju dan peserta konferensi. Komoditas-komoditas unggulan seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), tembaga, aluminium, batubara, semen, kertas, produk kimia, dan produk hewan dapat dijadikan unggulan untuk masuk dalam perdagangan Asia dan Afrika. Di masa depan ekspor komoditas tersebut seharusnya berkembang tidak hanya di pasar tradisional ekspor ke AS tetapi menyebar ke pasar potensial seperti Malaysia, Thailand, Hongkong, dan Taiwan. Apalagi mulai tahun ini untuk pasar AS, komoditas TPT sudah dihapuskan kuota perdagangannya, sehingga komoditas TPT Indonesia jika hanya mengandalkan pasar AS akan semakin berat untuk diraih.

Kemandegan investasi infrastruktur di Indonesia yang selama ini terjadi dan sangat mengganggu sektort riil kita akan dapat dipecahkan jika KAA dapat dijadikan sarana menjual potensi investasi kepada negara investor seperti Jepang, Arab Saudi, dan China. Beberapa sektor ekonomi, khususnya untuk pelayanan publik, yaitu energi dan transpotasi, dapat ditawarkan kepada negara-negara potensial lainnya dalam pertemuan tersebut. Pemerintah dapat mendorong peran swasta lebih tinggi dengan mengajak mereka masuk dalam aktivitas KAA untuk langsung melakukan negosiasi bisnis dengan beberapa negara Asia dan Afrika potensial. Diharapkan pemerintah tidak hanya memberikan kesempatan kepada perusahaan swasta besar, tetapi juga memberi kesempatan bagi usaha mikro kecil mengah (UMKM). UMKM harus dirangkul dan dibantu untuk dapat menjual produk-produknya ke negara-negara tersebut. Segmen pasar yang berbeda dan saling melengkapi antara pedangan besar, menengah, dan kecil akan menjadi potensi perdagangan yang semakin luas dan besar.

Pemerintah juga harus mulai memperhatikan dan menghentikan proses deindustrialisasi yang muncul di negara ini. Majunya perdangangan seharusnya dapat menjadi ujung tombak majunya industri-industri unggulan, bukan sebaliknya. Melalui perdagangan yang maju akan meningkatkan permintaan terhadap produk, yang akhirnya akan mendorong peningkatan volume produksi dan penyerapan tenaga kerja. Jangan sampai terjadi perdagangan yang maju hanya memunculkan pedagang-pedagang sebagai penjual produk import, sedang industri dalam negeri justru mati karena produknya kalah bersaing dengan produk import tersebut.

Grand design penataan industri Indonesia harus segera dipikirkan, dirumuskan, dan diimplementasikan oleh pemerintah untuk menyelamatkan industri kita. Industri unggulan yang didukung dari hulu ke hilir harus diprioritaskan agar kemandirian dan daya saing yang kuat dapat tercipta. Melalui 50 tahun KAA tersebut, akses perjanjian kerja sama antarnegara Asia Afrika semakin terbuka dan dapat dimanfaatkan setiap negara peserta untuk saling membangun network yang saling menguntungkan. Bagi Indonesia yang lebih penting dari kesuksesan penyelenggaraan 50 tahun KAA adalah realisasi peningkatan ekonomi perdagangan setelah KAA berakhir harus dapat dirasakan oleh semua stake holder negara kita. Keberhasilan ini bukan hanya untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok saja yang mengatasnamakan wakil Indonesia (Nur Feriyanto, Kedaulatan Rakyat, 23 April 2005: 1 dan 20).

Ketahanan di bidang ekonomi dapat ditingkatkan melalui pembangunan nasional yang berhasil, namun tidak dapat dilupakan faktor-faktor non-teknis dapat mempengaruhi karena saling terkait dan berhubungan, misalnya stabilitas ekonomi. Jadi faktor-faktor yang terkait dengan faktor-faktor non-teknis harus diperhatikan. Dengan demikian, ketahanan ekonomi diharapkan mampu memelihara stabilitas ekomomi melalui keberhasilan pembangunan, sehinga menghasilkan kemandirian perekonomian nasional dengan daya saing yang tinggi.


4. Aspek Sosial Budaya

Ketahan sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamik budaya bangsa yang berisi keuletan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG, baik yang datang dari dalam maupun luar, baik yang langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan kelangsungan hidup sosial NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD l945. Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kondisi sosial budaya manusia yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun bersatu, berkualitas, maju dan sejahtera, dalam kehidupan selaras, serasi, seimbang serta kemampuan menangkal budaya asing yang tidak sesuai budaya nasional. Esensi ketahanan budaya adalah pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan sosial budaya. Dengan demikian, ketahanan budaya merupakan pengembangan sosial budaya di mana setiap warga masyarakat dapat mengembangkan kemampuan pribadi dengan segenap potensinya berdasarkan nilai-nilai Pancasila (Sumarsono, 2000: 124). Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila akan diwujudkan sebagai aturan tuntutan sikap dan tingkah laku bangsa dan akan memberikan landasan, semangat, jiwa secara khas yang merupakan ciri pada elemen-elemen sosial budaya bangsa Indonesia.

Dalam negara berkembang, ada fenomena perubahan sosial yang disebabkan adanya faktor-faktor fisik geografis, biologis, teknologis dan kultural, terutama faktor teknologis kultural memegang peranan penting untuk perubahan sosial. Dari faktor di atas yang memegang peranan penting adalah faktor teknologi dan kebudayaan karena perubahan di itu berjalan sangat cepat. Perlu diketahui bahwa perubahan sosial budaya di antaranya disebabkan oleh faktor yang datangnya dari luar dan dari dalam; dan faktor dari luar biasanya jauh lebih dominan. Oleh karena itu, faktor dari luar perlu mendapatkan perhatian khusus. Untuk dapat memahami perubahan sosial perlu dipelajari bagaimana perubahan itu diterima oleh masyarakat. Apabila hal ini dihubungkan dengan ketahanan sosial budaya, pengaruh budaya seperti budaya konsumtif, hedonisme, pornografi, sex bebas, kejahatan dunia maya, dan sindikat narkoba dapat membahayakan kelangsungan hidup dalam bidang budaya nasional.

Disadari atau tidak, pengaruh budaya luar pasti sulit ditolak, namun hal yang perlu diwaspadai adalah pengaruh dampak negatif yang mungkin akan terjadi yang dapat membahayakan kepribadian bangsa. Tidak menutup kemungkinan bahwa pihak luar sengaja menyebarkan pengaruhnya melalui sarana teknologi komunikasi yang akan menguntungkan bagi negaranya. Terhadap pengaruh semacam ini bangsa Indonesia harus waspada dan memiliki daya tahan untuk menanggulanginya. Dengan demikian, persoalan yang harus dipecahkan adalah bagaimana caranya mengarahkan perubahan sosial itu, mengingat pengaruh kebudayaan asing tidak dapat dicegah, sehingga tidak merusak kehidupan masyarakat dan kepribadian bangsa Indonesia. Mengenai perubahan sosial Lukman Sutrisno pernah menawarkan adanya Sosial Enggenerin, yaitu konsep mesin sosial yang sangat berguna untuk meminimalisasi akibat terjadinya perubahan sosial karena perubahan sosial pasti terjadi seperti akibat adanya globalisasi, pasar bebas, modernisasi, revolusi transpotasi, revolusi komunikasi.

Dalam usaha meningkatkan ketahanan sosial budaya perlu disosialisasikan pengembangan budaya lokal, pengembangan kehidupan beragama yang serasi, peningkatan pendidikan kepramukaan yang mencintai budaya nusantara, dan penolakan budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Di sisi lain, budaya yang harus dipertahanakan adalah menjaga harmoni dalam kehidupan sebagai nilai esensi manusia, menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam, sesama manusia (masyarakat), Tuhan, dan keseimbangan lahir, batin (fisik dan mental spiritual).

Faktor di atas apabila dihubungkan dengan ketahanan budaya dapat menunjukkan bahwa pengaruh budaya luar yang negatif dapat membahayakan kelangsungan hidup budaya nasional. Untuk mencegahnya diperlukan “filter” di mana unsur-unsur tradisi bangsa, pendidikan nasional, dan kepribadian nasional memegang peranan penting dalam menepis ancaman tersebut.

Dalam pembangunan di bidang ekonomi faktor non-ekonomis dapat mempercepat pembangunan yang harus dikembangkan. Menurut para ahli, faktor non-ekonomis itu mencakup demografis, struktur masyarakat, dan mental. Sehubungan dengan pembahasan sosial-budaya secara sempit, faktor yang relevan adalah struktur masyarakat dan mental. Masyarakat Indonesia dapat dibagi baik secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal dapat menghasilkan golongan sosial seperti golongan tani, buruh, dan pegawai, sedang secara horisontal disebut stratifikasi sosial yang menghasilkan lapisan bawah (pedesaan), menengah, dan tinggi. Pada masyarakat Eropa Barat ketika terjadi “revolusi lndustri”, yang diawali dengan “revolusi hijau” peranan kelas menengah sangat dominan untuk melakukan modernisasi sehingga menghasilkan masyarakat Eropa yang maju.

Faktor mental bangsa sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan. Menurut Koentjaraningrat, ciri mental manusia Indonesia dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu (i) ciri mental asli (ciri mental petani), (ii) ciri mental yang berkembang sejak zaman penjajahan ( ciri mental priyayi), dan (iii) ciri mental yang berkembang sejak Perang Dunia II. Menurut sarjana tersebut mentalitas bangsa Indonesia belum memiliki mentalitas yang cocok untuk pembangunan. Oleh karena itu, tiga ciri mentalitas di atas harus ditinggalkan dan diganti ciri mental baru yang dikemukakan oleh J. Tinbergen. Bangsa yang ingin maju harus memiliki sifat (i) menaruh perhatian besar dan menilai tinggi benda materi, (ii) menilai tinggi tekonologi dan berusaha untuk menguasainya, (iii) berorientasi ke masa depan yang lebih cerah, (iv) berani mengambil resiko, (v) mempunyai jiwa yang tabah dalam usaha, dan (vi) mampu bekerja sama dengan sesamanya secara berdisiplin dan bertanggung jawab. Dengan memperhatikan pendapat kedua sarjana tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika bangsa Indonesia ingin maju ciri mental yang lama harus ditinggalkan dan diganti dengan ciri mental yang cocok namun tetap memiliki kepribadian bangsa (Lemhanas, 1988: 101).

Sehubungan dengan hakikat hidup, Koetjaraningrat berpendapat bahwa nilai yang paling cocok dalam pembangunan adalah nilai yang memandang aktif terhadap hidup. Sehubungan dengan hakikat karya ada yang bertujuan bahwa karya untuk hidup, karya untuk mencapai kehidupan, dan karya untuk menghasilkan karya yang lebih banyak lagi. Menurut Magnis Suseno (1978) bangsa Indonesia telah memiliki etos kerja yang baik: kerja keras, efisien, mengembangkan prestasi, rajin, rapi, sederhana, jujur, menggunakan rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan, bersedia melakukan perubahan, dapat melakukan setiap kesempatan, bekerja mandiri, percaya pada kekuatan sendiri, dan mau bekerja sama yang saling menguntungkan. Namun etos kerja di atas hanya dimiliki oleh kalangan elit saja. Kurang berkembangnya potensi yang sesuai dengan mental pembangunan yang bermuara pada etos kerja itu dikarenakan pekerjaan mereka belum mendapatkan imbalan yang sepantasnya, kurangnya penghargaan dan kesempatan untuk maju. Apabila manusia dihargai semestinya, mereka akan bekerja dengan rajin, teliti, setia, dan inovatif.

Dalam usaha mengadakan perombakan mental bangsa, pendidikan memegang peran penting karena pendidikan berfungsi untuk mengubah secara tertib ke arah tujuan yang dikehendaki. Mendidik dalam arti luas adalah mendewasakan manusia agar dapat berpartisipasi penuh dan mengembangkan bakatnya serta menumbuhkan kehidupan sosial sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, diperlukan sistem pendidikan yang mampu membawa masyarakat ke tujuan nasionalnya. Menurut Ahmad Syafii Maarif, Guru Besar Filsafat Sejarah UNY (2004), pendidikan yang diperlukan bangsa Indonesia adalah peningkatan moralitas bangsa. Hal ini diungkapkan karena Indonesia mengalami bencana krisis moral dalam bidang ekonomi yang mengancam kepentingan hidup orang banyak. Krisis ini semakin dahsyat tidak hanya akibat depresi ekonomi. Wabah korupsi yang sudah demikian kronis akan berakibat kehancuran dan kebangkrutan negara. Dengan demikian harus sesegera mungkin mengingatkan dan menyadarkan para pejabat dari budaya korup. Akibat dari krisis moral adalah budaya rakus, yaitu menggunakan dan menghalalkan segala cara untuk mengikuti nafsu hewani, demi tujuan yang diinginkan.

Dalam usaha untuk mengatasi budaya KKN diperlukan kesabaran yang tinggi. Tanpa kesabaran tidak mungkin ada penyembuhan. Kombinasi tiga unsur, yaitu ilmu, amal, dan sabar, yang dapat menghapus sifat manusia. Tugas untuk pencerahan dan pencerdasan moral adalah tanggung jawab Depdiknas, Depag, elit politik, dan setip WNI karena pendidikanlah yang langsung ditatap, diserap, ditiru dan selanjutnya kita tidak boleh menyerah pada kepengapan dan keboborokan (A Syafii Maarif, 2004: 3).

Pembaruan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. Dalam hal ini perlu dikembangkan sistem pendidikan yang cocok untuk keperluan pembangunan. Sistem pendidikan yang dimaksudkan harus dapat menghasilkan tenaga pembangunan yang terampil, menguasai ipteks, sekaligus memiliki pandangan hidup berdasarkan Pancasila serta kuat jasmani dan rohani.



Dalam era reformasi, bangsa kita kurang memperhatikan ketahanan di bidang sosial budaya. Hal ini dapat dilihat adanya penafsiran keliru terhadap kebebasan yang justru mengakibatkan konflik yang berbau SARA yang dahulu dikritik oleh orba dan LSM. Dalam ketahanan di bidang budaya harus diingat bahwa demokrasi harus menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, tidak hanya di bidang politik saja, melainkan bidang ekonomi, budaya, dan agama. Oleh karena itu, sudah saatnya kalangan intelektual kampus mengembangkan ketahanan nasional bukan hanya untuk kepentingan kekuasaan sekelompok penguasa, namun untuk kepentingan keamanan dan kesejahteraan seluruh bangsa agar dapat hidup aman dan damai dengan mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
5. Aspek Pertahanan dan Keamanan

  1. Pegertian

Ketahanan pertahanan dan keamanan diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan pertahanan dan keamanan bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG yang datang dari luar dan dalam, yang langsung dan tidak langsung membahayakan identitas, integritas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD l945. Wujud ketahanan di bidang keamanan tercermin dalam kondisi daya tangkal bangsa Indonesia yang dilandasi bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya serta kemampuan mempertahan­kan kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman (Sumarsono, 2000: 125). Dengan demikian, ketahanan di bidang keamanan adalah keuletan dan ketangguhan bangsa dalam mewujudkan kesiapsiagaan serta upaya bela negara atau suatu perjuangan rakyat semesta; di mana seluruh kekuatan IPOLEKSOSBUD-HANKAM disusun, dikerahkan secara terpimpin, terintegrasi, terkoordinasi, untuk menjamin penyelenggaraan Sistem Ketahanan Nasional, menjamin kesinambungan pembangunan nasional dan kelangsungan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD l945 yang ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.

  1. Bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan; perang merupakan pilihan terakhir untuk mempertahankan NKRI dan integrasi nasional.

  2. Pertahanan keamanan dilandasi dengan landasan ideal Pancasila, landasan konstitusional UUD l945, landasan visional wawasan nusantara. Pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban bangsa Indonesia untuk mewujudkannya.

  3. Pertahanan keamanan negara merupakan upaya terpadu yang melibatkan segenap potensi dan kekuatan nasional. Setiap WNI wajib ikut bela negara, dilakukan dengan kesadaran dan tanggung jawab rela berkorban, mengabdi kepada bangsa-negara, pantang menyerah. Upaya pertahanan dan keamanan negara yang melibatkan kekuatan nasional dirumuskan dalam doktrin pertahanan dan keamanan NKRI.

  4. Pertahanan dan keamanan diselenggarakan dengan Sishankamnas (Sishankamrata). Hal ini bersifat total, kerakyatan, kewilayahan. Pendayagunaan dalam mengelola pertahanan dan keamanan dilakukan secara optimal dan terkoordinasi untuk mewujudkan kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan negara dalam keseimbangan, keserasian, antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

  5. Segenap kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan rakyat semesta, diorganisasikan ke dalam TNI dan Polri. Pembangunan ABRI dilandaskan pada jati dirinya sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, yang perannya tetap diabdikan untuk kepentingan bangsa Indonesia dan keutuhan NKRI (Sumarsono, 2000: 127).




  1. Postur Kekuatan Pertahanan dan Keamanan

Postur kekuatan hankam mencakup struktur kekuatan, tingkat kemampuan, dan gelar kekuatan. Dalam membangun kekuatan hankam terdapat empat pendekatan, yaitu pendekatan ancaman, misi, kewilayahan, dan politik. Pada konteks ini perlu ada pembagian tugas dan fungsi yang jelas antara masalah keamanan dan pertahanan. Pertahanan diserahkan kepada TNI, sedang keamanan dalam negeri diserahkan kepada POLRI. TNI dapat dilibatkan untuk menangani masalah dalam negeri jika POLRI tidak mampu karena eskalasi ancaman yang meningkat ke keadaan darurat.

Pembangunan kekuatan hankam harus mengacu kepada konsep wawasan nusantara, di mana hankam diarahkan untuk seluruh wilyah RI di samping kekuatan hankam harus mampu mengantisipasi dan memprediksi ancaman dari luar sejalan dengan kemajuan iptek militer, yang menghasilkan daya gempur jarak jauh. Rumusan hakikat ancaman akan mempengaruhi kebijakan dan stategi kekuatan hankam. Kesalahan dalam merumuskan hakikat ancaman akan mengakibatkan postur kekuatan tidak efektif dalam menghadapi gejolak dalam negeri. Dalam merumuskan hakikat ancaman perlu pertimbangan konstelasi geografi dan kemajuan iptek. Musuh (ancaman) yang datang dari luar akan menggunakan sarana laut, udara, karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Oleh karena itu, perlu adanya pembangunan hankam secara proporsional dan seimbang antara AD, AL, dan AU serta keamanan POLRI. Pesatnya kemajuan iptek perlu diantisipasi dan diwaspadai serangan langsung lewat udara oleh kekuatan asing yang memiliki kepentingan terhadap Indonesia. Sebagai contoh, isu-isu yang akan dilakukan Australia akan membangun pangkalan peluncuran satelit di Pulau Chrismas sebelah selatan Pulau Jawa yang berjarak kurang 500 km, hal ini merupakan serangan potensial untuk meluncurkan rudal jarak menenggah untuk menghancurkan kota Jakarta.


C. Gejolak Dalam Negeri

Dalam masa globalisasi saat ini kondisi dalam negeri yang kacau dapat mengundang campur tngan asing. Intervensi pihak asing dapat berdalih untuk menegakkan nilai-nilai HAM, demokratisasi, Penegakaan Hukum, dan Lingkunggan Hidup, namun semuanya itu dilakukan untuk kepentingan nasional mereka. Situasi kacau dapat terjadi jika unsur utama kekuatan Hankam dan kompunen bangsa tidak mampu mengatasi permasalahan dalam negeri. Oleh karena itu, perlu diwaspadai hubungan antara kekuatan dalam negeri dan kemungkinan intervensi asing (Sumarsono, 2000: 129).

Dalam era sekarang telah terjadi pergeseran geopolitik ke arah geoekonomi, hal ini akan terjadi perubahan dalam penerapan kebijaksanaan dan strategi negara dalam mewujudkan kepentingan nasional. Penerapan secara baru dalam penerapan kebijakan akan meningkatkan eskalasi konflik regional dan konflik dalam negeri yang akan mendorong keterlibatan super power di dalamnya. Oleh karena itu perlu membangun postur kekuatan Hankam yang memiliki profesionalisme untuk melaksanakan: 1) Kegiatan intel strategis dalam semua aspek kehidupan nasional. 2) Melaksanakan pertahanan udara, darat dan laut. 3) Memelihara dan menegakkan keamanan dalam negeri, 4) Membina potensi kekuatan wilayah dalam semua aspek kehidupan untuk meningkatkan TANNAS. 5) Memelihara stabilititas nasional menyeluruh dan berlanjut.

Dalam usaha untuk melindungi diri sendiri dari ancaman luar dan dalam dengan anggaran sangat terbatas maka perlu dikembangkan kekuatan Hankam yang meliputi: 1) Perlawanan bersenjata terdiri dari bala nyata merupakan kekuatan TNI yang selalu siap dan dibina sebagai kekuatan cadangan dan bala potensial yang terdiri atas POLRI dan RATIH sebagai fungsi WANRA. 2) Perlawanan tidak bersenjata yang terdiri dari RATIH dengan fungsi TIBUM, LINRA, KAMRA, dan LINMAS. 3) Kompunen pendukung perlawanan bersenjata dan tidak bersenjata sesuai dengan bidang potensinya dengan pemanfaatan semua sumber daya nasional, sarana dan prasaran serta perlindungan masyarakat terhadap perang dan bencana lainnya. Dengan demikianketahan Pertahanan dan keamnan yang diinginkan adalah kondisi daya tangkal bangsa dilandasi kesadaran bela negara oleh seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan ketahanan yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya, mengamankan kedaulatan negara, menangkal segala bentuk ancaman.


F. Kemanan Dalam Negeri

Kebijakan politik untuk mengamankan wilayah perbatasan belum seperti diharapkan, hal ini terbutkti banyak walayah yang tidak dirurus oleh Jakarta sehingga diklaim oleh negara tentangga seperti diungkapkan oleh Siswono (2005: 4) “ Tahun-tahun ini kita dirisaukan oleh berita tentang rapuhnya batas-batas wilayah NKRI. Setelah Pulau Pasir di Wilayah Timor diakui milik Austsralia dan kita menerimanya, Sipadan dan Ligitan diputuskan Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia, tapal batas di Kalimantan digeser hingga 800 meter, pekerja pembuat Mercusuar di Ambalat diintimidasi polisi perairan Malaysia. Lalu lintas batas yang bebas, nelayan-nelayan asing yang mencuri ikan hinggga merapat ke pantai-pantai Sumatra (pulau-pulau Rondo di Aceh dan Sekatung di Riau). Semua itu menunjukkan betapa lemahnya negara kita dalam menjaga batas luar wilayah NKRI” (Kompas, 20 April 2005: 4).

Pada tahun 2002 terpampang di surat kabar kapal ikan asing yang meledak terbakar ditembak oleh kapal perang kita. Mengingat setiap hari ribuan kapal asing mencuri ikan di wilayah RI ada baiknya jika setiap bulan 10 kapal pencuri ikan ditembak meriam kapal patroli AL, agar jera. Jikalau yang terjadi penyelesaian damai di laut, maka pencurian ikan akan semakin hebat, dan penghormatan bangsa dan negara lain akan merosot.

Potensi desharmoni dengan negara tetangga adalah masalah perbatasan, tentu tidak nyaman jika diperbatasan selalu tegang. Oleh karena itu perlu penegasan batas wilayah agar saling menghormati wilayah masing-masing negara. Suasana yang harmonis adalah kebutuhan hidup bertetanngga dengan bangsa lain.

Kondisi disepanjang perbatasan Kalimantan dengan kehidupan seberang perbatasan yang lebih makmur dapat mengurangi kebanggaan warga di perbatasan pada negara kita. Pulau-pulau di Kepulauan Riau yang ekonominya lebih berorientasi ke Singapura dengan menerima dolar Singapura sebagai alat pembayaran juga dapat merapuhkan rasa kebangsaan Indonesia pada para penghuni pulau tersebut. Perekonomian di Pulau Mianggas dan Pulau Marampit lebih berorientasi ke Filipina Selatan akan melemahkan semangat kebangsaan warganya.

Pengelolaan wilayah perbatasan perlu segera ditingkatkan dengan membentuk “Kementriaan Perbatasan” yang mengelola kehidupan masyarakat perbatasan agar lebih makmur dan mendapat kemudahan agar dapat mengakses ke daerah lain di wilayah NKRI. Wilyan NKRI perlu dijaga dengan penegasan secara defakto dengan menghadirkan penguasa local seperti lurah, camat seperti polisi dan tentara sebagai simbul kedaulatan negara. Meskipun memiliki ribuan pulau tetapi tidak boleh meremehkan eksistensi salah satu pulau atau perairan yang sekecil apapun pulau atau daratan, dan bila itu wilayah NKRI perlu dipertahankan dengan jiwa dan raga seluruh bangsa ini.

Masalah keamanan dalam negeri yang cukup pelik adalah menangani Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang tidak kunjung selesai karena perbedaan pandangan seperti yang kami kutip dalam kalimat ini: “Persoalan yang menjadi masalah adalah terminologi self government yang berbeda. Bagi Bangsa Indonesia self government adalah otonomi khusus yang cukup luas, tetapi bagi GAM adalah state. Stete yang dimaksudkan adalah provinsi dengan kewenangan luas, termasuk lagu kebangsaan, bendera, memiliki kewenangan pendidikan, pelabuhan, pariwisata, anggota DPR asal aceh yang memiliki veto masalah Aceh” (Kompas, Minggu 17 April 2005).

Proposal ini cukup berat, sehingga sejak awal Menkoinfo yang ikut aktif berunding menyatakan ada proposal GAM yang langsung disetujui dan ada yang perlu dirubah dan ada yang tidak bisa diterima karena menyentuh konstitusi negara. Babak pembicraan mengenai self government inilah yang menjadi fokus pembicaraan maraton antara delegasi RI dengan delagasi GAM di Helsinki. Belajar mengenai perundingan di antara dua delegasi yang berunding memang harus bekerja keras, saling memperlihatkan good faith dan mendekatkan proposal masing-masing agar mendapatkan titik temu, sehingga tercipta perdamaian abadi di bumi Aceh.



Kasus Ambalat; Bermula dengan lepasnya Timor Timur 1999, kemudian kekalahan diplomasi kita di Mahkamah Internasional dengan kasus Sipadan dan Ligitan , 2002 sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliki Malaysia. Lepasnya kedua pulau Sipadan dan Ligitan dengan waktu reltif singkat membuat rakyat Indonesia menjadi trauma akan lepasnya blok Ambalat yang kaya minyak ke tangan Malaysia. (Kompas, Kontruksi bangunan teritorial kita silihat dari kepentingan nasional begitu rapauh dalam beberapa tahun terakhir ini. Sengketa dua blok wilayah Malaysia dan Indonesia kembali memanas. Masing-masing mengklaim sebagai wilayah mereka. Malaysia memberi nama Wilayah ND6 dan ND7 dan Indonesia memberi nama blok Ambalat dan Ambalat Timur (Rusman Ghazali, Kompas, 28 April 2005; 4).

Menurut Prof. Azmi Hasan, ahli strategi politik Malaysia, bantahan Indonesia sudah diatisipasi bahkan pemerintah Malaysia sudah menyiapkan segala bantahan sengketa Ambalat. Pemerintahan Malaysia tidak meragukan lagi kesahihan kepemilikan atas klaim ND6 dan ND7 sebagai bagian meilikinya atas dasar peta pantas benua 1979. Malaysia melakukan bantahan atas konsesei ekplorasi minyak yang diberikan kepada perusahaan ENI dan Unicoal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Bukan hanya itu, dalam tulisannya Prof. Azmi membuat kalkulasi atas kekuatan militer Indonesia jika harus berhadapan dengan kekuatan militer Malaysia. Bahwa TNI tidak berada dalam keadaan optimal akibat embargo militer AS sejak beberapa tahun yang lalu. Sebagai contoh hanya 40% Jet tempur yang dimiliki TNI AU dapat digunakan, karena ketiadaan suku cadang untuk mengoperasikan kekuatan secara penuh. Jet Sukoiw yang dimiliki Indonesia hanya mempunyai kemampuam radar, tanpa dibantu kelengkapan persenjataan yang lebih canggih lainnya. Pendek kata bahwa dalam sengketa ini kekuatan militer TNI juga telah diperhitungkan kekuatannya oleh para ahli strategi di Malaysia sebagai refrensi pemerintah Malaysia dalam menentukan sikap terhadap sengketa di wilayah Ambalat (Rusman Gazali, 2005: 4).




F. Keberhasilan Ketahanan Nasional

Kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan Ketahanan nasional yang mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dan bernegara dalam wadah NKRI yang dilandasi Pancasila, UUD l945, dan landasan visional Wawasan Nusantara. Dalam mewujudkan ketahanan nasional diperlukan kesadaran setiap warga Indonesia yaitu:



      1. Memiliki semangat perjuangan non fisik berupa keuletan dan ketangguhan yang tidak mengenal menyerah yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka menghadapi segala ATHG baik yang datang dari luar dan dalam untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungagn hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional.

      2. Sadar dan peduli terhadap pengaruh yang timbul pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam, sehingga setiap WNI baik individu maupun kelompok dapat mengeliminir pengaruh tersebut. Oleh karena bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Hal tersebut tercermin dalam kesadaran bela negara dan cinta tanah air.

Apabila setiap WNI memiliki semangat juang, sadar dan peduli terhadap pemngaruh yang timbul dalam masyarakat berbangsa dan bernegara serta mengeliminir pengaruh-pengaruh tersebut maka akan tercermin keberhasilan Ketahanan Nasional Indonesia. Untuk mewujudkan Ketahanan Nasional diperlukan suatu kebijakan umum dan pengambil kebijakan yang disebut Polstranas (Sumarsono, 2000: 133)
G. Fungsi Ketahanan Nasional

l. Kedudukan Ketahanan Nasional

Konsepsi Ketahanan Nasional merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik yang perlu diimplementasikan dalam kehidupan nasional yang ingin diwujudkan. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional merupakan landasan konseptual yang didasari oleh Pancasila dan UUD l945 sebagai landasan ideal dan konstitusional.


2. Fungsi Ketahanan Nasional

Ketahanan Nasional berdasarkan tuntutan penggunaannya berfungsi sebagai Doktrin Dasar Nasional atau sebagai Metode Pembinaan Kehidupan Nasional dan sebagai pola dasar Pembangunan Nasional antara lain:



  1. Konsepsi Ketahan Nasional dalam fungsi sebagai doktrin dasar nasional perlu dipahami untuk memimpin tetap terjadinya pola pikir, pola sikap pola tindak dan pola kerja dalam menyatukan langkah bangsa, baik yang bersifat inter regional (wilayah) inter sektoral maupun multi disiplin. Konsep doktriner ini diperlukan supaya tidak ada cara berpikir yang terkotak-kotak. Salah satu alasan yang lain adalah apabila terjadi penyimpangan maka akan terjadi pemborosan waktu, tenaga dan sarana yang berpotensi menjadi hambatan. Hal ini apabila dibiarkan akan dapat menyebabkan penyimpngan dalam mencapai tujuan nasional.

  2. Konsepsi Ketahanan Nasional dalam fungsi sebagai pola dasar pembangunan, pada hakikatnya merupakan arah dan pedoman dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional di segala bidang secara terpadu dan dilakukan sesuai rencana program.

  3. Konsepsi Ketahan Nasional dalam fungsi sebagai metode pembinaan kehidupan nasional pada hakikatnya merupakan suatu mertode integral yang mencakup seluruh aspek yang terdiri dari aspek alamiah (Sikaya Mampu) dan aspek sosial (IPOLEKSOSBUD-HANKAM) (Endang Zelani Sukaya, 2000: 74-75)


H. Hakikat Ketahanan Nasional

Pada hakikatnya Ketahanan Nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Penyelenggaraan Ketahanan Nasional dilakukan melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan sebagai berikut.



  1. Kesejahteraan digunakan untuk mewujudkan Ketahanan yang berbentuk kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya menjadi kemakmuran yang adil dan merata, baik rohaniah dan jasmaniah.

  2. Keamanan adalah kemampuan dalam melindungi keberadaan bangsa, serta melindungi nilai-nilai luhur bangsa terhadap segala ancaman dari dalam maupun dari luar.

  3. Kedua Pendekatan keamanan dan kesejateraan telah digunakan bersama-sama. Pendekatan mana yang ditekankan tergantung pada kondisi dan situasi nasional dan internasional. Penyelenggaraan kesejahteraan memerlukan tingkat keamanan tertentu, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian evaluasi penyelenggaraan Ketahanan Nasional sekaligus memberikan gambaran tentang tingkat kesejahteraan dan keamanan suatu bangsa.

  4. Konsep Ketahanan dikembangkan berdasarkan konsep Wawasan Nusantara sehingga konsep Ketahanan Nasional dapat dipahami dengan baik apabila telah memhami Wawasan Nusantara. Dengan memiliki konsep Ketahanan Nasional, maka keluaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut.

    1. Dari segi ideologi mampu menetralisir pengaruh ideologi yang datang dari luar.

    2. Dari segi politik mampu memjabarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD l945, sehingga mewujudkan sistem politik yang mampu menetralisir pengaruh negatif dari pengaruh lingkungan strategis yang dihadapi.

    3. Dari segi ekonomi mampu mewujudkan segi ekonomi yang tidak mudah goyah oleh perkembangan-perkembangan lingkungan strategis yang dihadapi.

    4. Dari segi sosial budaya, mampu mewujudkan sosial budaya yang tidak mudah terpengaruh budaya negatif yang datang dari luar.

    5. Dari segi Pertahanan, keamanan mampu mewujudkan kekuatan pangkal dan penyangga, sehingga mampu mecegah keinginan pihak lain yang secara fisik berusasha menggganggu integrasi nasional bangsa Indonesia.

    6. Dengan demikian diharapkan kekuatan nasional mampu melakukan tindakan-tindakan represip terhadap gangguan-gangguan yang terjadi.


1. Ketahanan Nasional dalam Bidang Pendidikan

Dalam mengantisipasi kehidupan ke dapan akan terjadi perubahan-perubahan, baik keadaan ruang dan waktu. Oleh karena itu bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri melalui dunia pendidikan. Pendidikan pada hakikatnya adalah sosial futuristik, karena itu sistem dan penyelenggara pendidikan harus dapat mempredeksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, dan sistem pendidikan harus dapat mempersiapkannya. Sistem pendidikan formal harus dapat menyesuaikan perubahan zaman meskipun terkesan “berganti mentri, gasnti kurikulum”. Dalam kurikulum selalu ada yang ditambah atau dikurangi, siklus panjang harus ada perubahan-perubahan besar.

Ketahanan nasional merupakan sikap dan ciri untuk dapat bertahan hidup sebagai suatu satua populasi dalam perjuangan hidup di dunia yang makin interakstif dan kompetitif. Perjuangan hidup terdiri atas persaingan dan kerja sama, sedang Ketahanan nasional makin kompleks karena batas-batas negara makin kabur, terkisis oleh kerja sama ekonomi, informasi global dan kemajuan IPTEK.

Permasalahan di atas akan mempengaruhi kebijakan pendidikan, dan kebijakan Ketahanan Nasional sehingga bangsa Indonesia dapat aman dan bertahan hidup, Globalisasi akan menyamakan persepsi penduduk di berbagai negara disamping melemahnya peran negara. Pembaharuan meluas dikuatirkan akan merugikan ketahanan nasional suatu bangsa, disamping akan terjadi percepatan arus barang, gagasan, uang, termasuk pendidikan, tenaga pendidikan, dan produk pendidikan yang kometensinya tidak seimbang (T. Jacob, 1998: 221).

Pendidikan mempuyai tugas pokok yaitu pertama: mengajar keterampilan bertahan hidup dengan pendidikan pragmatis. Kedua; Mempersiapkan warganegara sesuai dengan kepribadian kelompok, ketiga; Meningkatkan martabat manusia (humanisasi).

Dalam aspek pertama, pendidikan mata pencaharian telah berubah terjadi urbanisasi dan industrialiasi, dari sektor agraris ke sektor jasa, hidup lambat diubah ke hidup cepat. Hal ini menutut pengetahuan, keterampilan, kecepatan serta komunikasi baru.

Dalam aspek enkulturisasi telah terjadi assosiasi dan dessosiasi baru dalam kelompok-kelompok di dunia dan gangguan terhadap isolasi budaya. Adanya ikatan baru dengan interaksi yang bertambah, mosaik etnik mulai lebur dan pecah, enkulturasi mengalami peristiwa-peristiwa yang kadang kurang nyaman. Pendidikan berperan mencoba maenyesuaikan diri dengan proses ini.

Dalam aspek humanisasi; kemajuan teknologi sangat cepat sedang dalam bidang moral, etika, agama lebih lambat. Kedisiplinan tidak bisa ditatarkan, hal ini mermerlukan kondisi yang kondusif. Ketertinggalan tampak jelas terjadinya kekerasan dimana-mana. Aspek-aspek di atas terbengkelai karena secara ekonomis tidak menghasilkan nilai ekonomis dan politis yang dapat dimanfaatkan. Kompetisi dunia pendidikan dalam aspek pertama, pada hal kekurangan aspek moral, etika dan agama sangat menyentuh ketahanan nasional.

Kegagalan dalam aspek teknologi membuat bangsa tertinggal dalam hasil bumi dan pengetahuan, kita akan terisolasi, tergusur ke penggiran, dan tidak berperan dalam dunia global. Kontribusi kehidupan dunia hanya memberi sumber daya alam, sumber daya manusia yang murah. Kegagalan dalam aspek nilai kemanusiaan (humanisasi) meyebabkan kehilangan diri sebagai penyumbang kebudayaan manusia, disamping kehilangan saluran ekspresi. Kegagalan dalam aspek moral menyebabkan bangsa Indonesia tidak beranjak dari rasio beradab-biadab.

Tampak erat hubungan antara pendidikan dan Ketahanan nasional. Oleh karena pendidikan memang institusi budaya yang menyentuh awal seorang manusia, dan merupakan alat utama ketahanan nasional.

Dalam mewujudkan ketahanan nasional membangun warga negara sesuai dengan kepribadian kelompok perlu disosialsiasikan beberapa pendidikan agar menghasilkan ketahanan nasional antara lain (i) pendidikan demokrasi dan (ii) pendidikan multikultural.

a. Pendidikan Demokrasi untuk Mewujudkan Civil Society

Secara esensial pendidikan demokrasi adalah untuk melahirkan "budaya demokrasi baru " dalam kerangka untuk mewujudkan tatanan demokrasi yang ideal. Demokrasi tidak sekedar dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat atau keterlibatan langsung rakyat dalam mengambil keputusan politik, namun lebih dari itu. Demokrasi di dalamnya menyangkut kondisi yang kondusif untuk mensosialisasikan pendidikan nilai-nilai yang menjadi harapan dan dambaan. Oleh karena itu demokrasi tidak hanya merujuk pada kondisi realitas tatanan atau sistem yang sudah ada, pendidikan demokrasi harus mampu melakukan inovasi-inovasi yang baru untuk kemajuan demokrasi. Pendidikan demokrasi dalam arti lebih spesifik dapat diartikan sebagai usaha secara sadar untuk mengubah proses sosialisasi demokrasi dalam masyarakat sehingga mereka betul-betul memahami sistem demokrasi yang ideal dan hendak diwujudkan (Nasiwan, 24: 6).

Menurut Sosolog Universitas Erlangga, Hotman M Siahaan kultur demokrasi bagi bangsa Indonesia belum terbangun sehingga pemerintah harus berani mengambil trobosan melalui pendidikan demokrasi. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya aksi buruh atau protes mahasiswa yang berakhir dengan bentrokan fisik. Sikap dialogis yang diharapkan antara pemerintah dan rakyat belum terjadi. Kekeliruaan dalam proses pembangunan demokrasi memunculkan anomali yang kemudian bermuara pada amuk masa.

Diskursus demokrasi tidak muncul, pada hal semestinya demokrasi menciptakan konsensus dialog antara pemerintah dan rakyat. Namun wacana itu tidak muncul meskipun pemerintah telah berusaha mewujudkannya. Kondisi ini diperparah dengan berbagai kebijakan yang tidak memihak pada kepentingan rakyat seperti kenaikan harga bahan bakar minyak, kasus bantuan korban gempa yang tak kunjung terealisir. Lemahnya lembaga institusional turut memunculkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pemerintah harus membuka ruang dialog antara pengusaha dan rakyat seperti kasus Lapindo Brantas, pemerintah harus memfasilitasi kepentingan rakyat dan berani mengorbankan prosedur konvensional dalam membuat kebijakan yang populis dengan segera dan radikal. Pemerintah harus berani bersikap tegas dan cepat untuk menyelematkan krisis ekonomi serta membangun kebijakan yang komperhensif demi kepentingan pengembangan demokrasi di Indonesia (Kompas, 3 Maret 2006).

Dengan lain perkataan bahwa sistem demokrasi yang sudah ada belum sempurna sehingga diperlukan perbaikan-perbaikan melalui pendidikan demokrasi sebagai suatu rekayasa sosial dengan tujuan agar masyarakat mempunyai pemahaman yang baru, kesadaran, sikap dan penghayatan nilai-nilai demokrasi untuk menuju kesempurnaan sebagai mana yang diidealkan dalam kehidupan berdemokrasi.

Kebijakan pemerintah tidak demokratis yang berorientasi pada kepentingan penguasa sudah tentu berdampak pada gejala terjadinya konflik, ketidak jujuran, rendahnya budaya malu, KKN, bahkan pada nasionalisme yang rendah. Kebijakan demokrasi harus memiliki nilai manfaat, keadilan dan kebebasan, kemakmuran bagi masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu rekayasa sosial dalam bentuk kebijakan dalam membentuk watak bangsa melalui pendidikan demokrasi. Dalam usaha untuk mewujudkannya diperlukan pemikiran yang matang dan melibatkan stake holders dan berdasarkan kenyataan sosial dalam masyarakat. Oleh karena itu diperlukan kebijaksanaan demokratis dengan menggunakan medel kebijakan partisipatif yang realisasinya melalui pendidikan demokratis untuk mewujudkan Masyarakat Sipil Indonesia (Sudiyono, 2005: 1).

Pengembangan budaya demokrasi tidaklah menghilangkan nilai-nilai demokrasi yang sudah ada sebagaimana dalam musyawarah untuk menemukan mufakat dan telah mengakar dalam masyarakat, namun kultur demokrasi diharapakan terus dikembangkan agar menghasilkan sistem demokrasi yang lebih ideal.

Usaha-usaha yang sungguh-sungguh dalam mewujudkan pendidikan demokrasi harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat sehingga dapat melahirkan budaya demokrasi yang semakin dinamis dan mendapatkan porsi perhatian lebih besar. Oleh karena pada masa rajim Sukarno, Suharto tidak memberi tempat dan kesempatan untuk lahirnya kultur demokrasi melalui inovasi-inovasi pengembangan demokrasi sehingga melahirkan sikap apatis. Kehidupan demokrasi ke depan harus dapat dirancang atau direkayasa sedemikian rupa sehingga menghasilkan budaya demokrasi yang ideal melalui pendidikan demokrasi.
b. Demokrasi dan Pelaksanaannya

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, demokrasi berkaitan dengan pengelolaan kehidupan bersama. Menurut asal usul katanya “demokrasi” berarti rakyatlah yang berkuasa, dalam bahasa Yunani demos artinya rakyat dan kratein pengertiannya berkuasa. Unsur demokrasi modern adalah warisan dari kebudayaan Yunani kono, namun sejak saat itu demokrasi dipersoalkan. Plato seorang filosof pada zamannya menentang demokrasi, karena Pemeritah Athena sangat jelek dalam mempraktikkan berdemokrasi sehingga mengadili Sokrates sebagai gurunya. Dalam demokrasi Athena semua warga negara bergantian memegang kekuasaan, sehingga tidak mengherankan jabatan pemerintahan dipegang oleh orang bodoh (Bertens, 2006: 7).

Definsi demokrasi menurut kamus bahasa Indonesia adalah permerintah oleh rakyat, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh rakyat atau wakil-wakil mereka yang dipilih melalu pemilihan yang bebas. Demokrasi adalah suatu pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Hampir seluruh negara di dunia mengadopsi istilah demokrasi, bahkan penguasa otoriter tetap menggunakan lebel negara demokrasi untuk melegitimasi rezim mereka. Demokrasi pada dasarnya merupakan seperangkat gagasan dan prinsip-prinsip tentang kebebasan, tetapi juga merupakan seperangkat praktik dan presedur yang terbentuk melalui sejarah yang panjang dan berliku-liku (Sunarso, 2004: 29).

Pada masa modern kehidupan demokrasi berfungsi atas dasar perwakilan, wakil-wakil rakyat yang akan memegang pucuk kepemimpinan negara dipilih melalui pemilihan umum dengan menggunakan kendaraan prtai politik. Sebelum Pemilu dilaksanakan, dipilih terlebih dahulu calon wakil rakyat, supaya pemimpin yang berkuasa nanti sungguh-sungguh melayani rakyat dan mempunyai visi yang benar, namun hal ini belum memberi jaminan menjadikan kehidupan demokratis. Bahkan di Indonesia mengalami hal yang sama, delima antara konstituensi (pemilih atau pendukung) partai politik dan kompetensi wakil rakyat dalam berdemokrasi tidak memberikan zamaninan kehidupan yang demokratis (Ignas Kleden, 2003: 1). Personal yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat adalah orang-orang yang didukung konstituensinya, atau orang yang memiliki kemampuan bekerja baik, dengan dukungan integritas yang diandalkan. Kehidupan demokrasi Indonesia pernah mencoba untuk mendapatkan formula yang ideal dan diharapkan dapat mendorong kehidupan demokrasi sehat. Kompunen kualifikasi demokrasi tersebut adalah (i) kemampuan dan keahlian dalam bekerja, yang dinamakan kompetensi, (ii) jumlah orang-orang memilih seseorang untuk mewakili mereka, yang dinamkan konstituensi, dan (iii) kesadaran politikus tentang nilai-nilai dan norma yang tidak boleh dilanggar, karena jika dilanggar ia akan berkhianat terhadap prinsip-prinsip perjuangan politiknya sendiri, hal terakhir dinamakan integritas (Ignas Kleden, 200f3: 1).

Kompetensi tanpa konstituensi melahirkan teknokrasi, dimana seorang menduduki jabatan politik karena keahliannya tanpa dukungan orang yang memilihnya. Hal ini terjadi pada masa Orde Baru yang menjadikan ekonomi sebagai prioritas utama, karena itu memberikan jabatan politik kepada ekonom-ekonom sehingga melahirkan Mafia Berkeley. Atau pada masa Sukarno teknokrasi dikenal dengan Zakenkabinet, teknokrasi ini masih bisa diterima masyarakat jika para ahli yang menduduki jabatan politis memperlihatkan integritas yang meyakinkan.

Praktik teknokrasi sangat merugikan partisipasi rakyat, karena teknokrat mendapat jabatan politik melalui kemampuannya secara teknik. Oleh karena itu tidak perlu konstituensi pendukungnya sebagai ujud partisipasi masyarakat. Teknokrasi lebih percaya kepada elitisme intelektual yang mengadaikan masalah IPOLEKSOSBUD-Hankam merupkan hal yang kompleks sehinga orang-orang yang ekspert dan kompeten saja yang mampu menanganinya. Partisipasi rakyat dalam hal ini justru dianggap akan memperumit permasalahan yang kompleks seperti kasus-kasus di Indosnesia. Akibatnya kurang baik sering terjadi konflik para mentri dengan anggota DPR tentang kebijakan yang dilakukannya seperti pada masa rajim Suharto.

Ekstrim kedua tejadi sebaliknya partisipasi rakyat di kedepankan, wakil-wakil rakyat yang dapat dianggap menjadi personifikasi dari kelompok tertentu atau mendapat dukungan dari konstituennya yang memerintah menjadi mentri namun tidak ekspert di bidangnya. Hal ini terjdi pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur (Abdulrahman Wahid), seorang mentri yang tidak memiliki begraund teknik justru dijadikan Menristek kerana kedekatannya dengan elit politik dan mewakili partai untuk memerintah. Akibatnya sudah dapat diduga segala perencanaan sebelumnya mengenai pengiriman Sarjana S-2, S-3 ke luar negeri pada masa Presiden Habibi untuk meningkatkan sumber daya manusia lulusannya diterlantarkan. Melihat pengalaman masa lalu idealnya mengambungkan dua konsep di atas sehingga bisa mengakumodasikan partisipasi rakyat dan memilih mentri yang ekspert di bidangnya, sehingga tujuan nasional bisa dicapai, namun tidak mengganngu kehidupan berdemokrasi.

1   ...   19   20   21   22   23   24   25   26   ...   30


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət