Ana səhifə

Untuk perguruan tinggi


Yüklə 1.49 Mb.
səhifə12/30
tarix26.06.2016
ölçüsü1.49 Mb.
1   ...   8   9   10   11   12   13   14   15   ...   30





Sebaiknya Kamu Tahu

Pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh TNI


Yang dimaksud tentara sebagaimana selalu diamanatkan sejarah kejuangan militer Indonesia adalah tentara rakyat. Filosofi ini diambil dari fakta kiprah TNI di seputar kelahiran republik sekaligus kelahiran TNI. Semangat ini senantisa ditularkan kepada segenap generasi TNI sejak pendidikan sampai pengucapan janji prajurit. Sayangnya, bulan madu hubungan tentara dan rakyat yang dahulu menjadi kenyataan dan merupakan pemandangan sehari-hari makin tergerus usia. Semakin hari, kesan bahwa tentara berasal dari rakyat semakin pudar. Lebih dari itu, antara tentara dan rakyat menganga jurang yang dalam. Tentara dalam beberapa hal tidak lagi membantu rakyat, malah mengorbankan rakyat. Lebih parah lagi, melukai perasaan rakyat seperti sempat tertekan dalam beberapa kasus pelanggaran hak asasi manusia berikut ini.

  1. Penculikan aktivis (dari April 1997-April 1999), 13 aktivis hilang. Terjadi kesalahan prosedur, yang bermula dari perintah Pemimpin Kopassus untuk mengungkap sejumlah kegiatan radikal. Namun dalam pelaksanaannya telah terjadi tindakan yang telah melanggar kepatutan dengan menyekap korban.

  2. Terjadi penembakan mahasiswa Trisakti, Semanggi I dan II, Jakarta 13 November 1998, dan 24 September 1999. Tim Pencari fakta menyimpulkan, ada dua kelompok prajurit yang melakukan penembakan membabi buta di sekitar Jalan Sudirman Jakarta.

  3. Pelanggaran HAM Aceh 1996-1999: (a) Kasus penahanan, penganiayaan, dan pembunuhan di Rumah Geudong; (b) Pemerkosaan Sumiati di Pidie; (c) Pembunuhan dan penculikan di Idi Cut; (d) Penembakan di simpang KKA; (d) Pembunuhan Teungku Bantaqiah. TNI menghapus status Daerah Operasi Militer (DOM, 7 Agustus 1998). DPR membentuk Tim Pencari Fakta (21 Juli 1998); Komnas HAM mengirim Tim Penyidik (Agustus 1998) dan kemudian Tim menemukan banyak kerangka manusia korban DOM (Agustus 1998); Komnas HAM membentuk KPP HAM Aceh (10 Januari 2001).

  4. Pelanggaran HAM Timtim Tahun 1999: (a) Serangan ke kediaman Uskup Belo dengan korban 25 orang tewas; (b) Serangan ke kediaman Manuel Carascalao menewaskan 12 orang; (c) Bentrokan di Liquica menewaskan 17 orang; (d) Serangan ke dua gereja di Suai menewaskan 3 pastor, 1 wartawan asing, dan sejumlah warga. Komnas HAM membentuk KPF (22 September 1999), dan KPP HAM Timtim (31 Januari 2000).

  5. Pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay (10 November 2001). Presiden membentuk KPN (5 Februari 2002) yang diketuai Koesparmono Irsan (Anggota Komnas HAM). Presidium Dewan Papua, Kontras, YLBHI, dan Elsam (30 April 2002) menolak hasil penyelidikan KPN. Mereka menilai ada pembelokan kesimpulan terhadap kasus ini dari pelanggaran HAM berat menjadi kasus kriminal biasa.

(Sumber: Litbang Kompas, 2002 Herman Meming dan F Harianto Santoso)
3. Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM di Indonesia

Pelanggaran HAM di Indonesia bila dicermati secara saksama ternyata faktor penyebabnya cukup kompleks. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut.



  1. Masih belum adanya kesepahaman pada tataran konsep mengenai hak asasi manusia antara paham yang memandang HAM bersifat universal (universalisme) dan paham yang memandang setiap bangsa memiliki paham HAM tersendiri yang berbeda dengan bangsa lain, terutama dalam pelaksanaannya (partikularisme).

  2. Adanya pandangan bahwa HAM bersifat individulistik yang akan mengancam kepentingan umum (dikotomi antara individualisme dan kolektivisme).

  3. Kurang berfungsinya lembaga-lembaga penegak hukum (polisi, jaksa, dan pengadilan).

  4. Pemahaman yang belum merata tentang HAM, baik di kalangan sipil maupun militer.


4. Upaya Penegakkan HAM

Kasus-kasus pelanggaran atau kejahatan HAM di Indonesia seperti telah dikemukakan di atas telah membawa masyarakat dan bangsa Indonesia dalam kehidupan yang sangat menderita. Pelanggaran HAM juga dapat mengancam integrasi nasional Indonesia. Untuk mencegah banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk berikut ini.



  1. Mengutuk, misalnya dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan lewat majalah sekolah, surat kabar, dan dikirim ke lembaga pemerintah atau pihak-pihak yang terkait dengan pelanggaran HAM. Bisa juga kecaman atau kutukan itu dalam bentuk poster dan demonstrasi secara tertib.

  2. Mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku pelanggaran HAM dengan menggelar peradilan HAM dan atau mendukung upaya penyelesaian melalui lembaga peradilan HAM internasional apabila peradilan HAM yang dilakukan suatu negara mengalami jalan buntu.

  3. Mendukung dan berpartisipasi dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berwujud makanan, pakaian, obat-obatan atau tenaga medis. Partisipasi masyarakat bisa berwujud usaha menggalang pengumpulan dan penyaluran berbagai bantuan kemanusiaan.

  4. Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi, kompensasi, dan rehabilitasi bagi para korban. Restitusi merupakan ganti rugi yang dibebankan pada para pelaku baik untuk korban maupun keluarganya. Jika restitusi dianggap tidak mencukupi, harus diberikan kompensasi, yaitu kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi pada korban atau keluarganya. Di samping restitusi dan kompensasi, korban juga berhak mendapat rehabilitasi. Rehabilitasi bisa bersifat psikologis, medis, dan fisik. Rehabilitasi psikologis itu di antaranya berupa pembinaan kesehatan mental agar terbebas dari trauma, stres, dan gangguan mental yang lain. Rehabilitasi medis di antaranya berupa jaminan pelayanan kesehatan. Rehabilitasi fisik di antaranya dapat berupa pembangunan kembali sarana dan prasarana seperti perumahan, air minum, perbaikan jalan, dan lain-lain.




Sebaiknya Kamu Tahu


Program Penegakan Hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005)

Program penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005) meliputi pemberantasan korupsi, antiterorisme dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, konsisten, dan tidak diskriminatif. Kegiatan-kegiatan pokok yang dapat dilakukan meliputi hal-hal berikut ini.



  1. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009.

  2. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional.

  3. Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.

  4. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah dan memberantas korupsi.

  5. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.

  6. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di depan hukum melalui keteladanan kepala negara dan pimpinan lainnya untuk mematuhi dan menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan konsekuen.

  7. Penyelenggaraan audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan pejabat negara.

  8. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, tepat, dan dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

  9. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka penyelenggaraaan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.

  10. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses publik, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel.

  11. Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.

  12. Penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.

  13. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan HAM.

  14. Pembaharuan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.

  15. Peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan baik ke luar maupun masuk ke wilayah Indonesia.

  16. Peningkatan fungsi intelejen agar aktivitas terorisme dapat dicegah pada tahap yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban.

  17. Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan peredarannya, meningkatkan penyidikan, penyelidikan, penuntutan serta menghukum para pengedarnya secara maksimal.


Rangkuman

Menurut Richard Falk, pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dianggap kejam adalah (i) pembunuhan besar-besaran (genocide), (ii) rasialisme, (iii) terorisme, (iv) pemerintahan totaliter, (v) penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan dasar manusia, (vi) perusakan kualitas lingkungan (esocide), dan (vii) kejahatan perang. Banyak pelanggaran HAM di Indonesia, baik yang dilakukan pemerintah, aparat keamanan, maupun oleh masyarakat. Pelanggaran itu di antaranya berkaitan dengan adanya korban hilang dalam berbagai kerusuhan di Jakarta, Aceh, Ambon, dan Papua yang diperkirakan seluruhnya berjumlah 1.148 orang. Beberapa faktor penyebab pelanggaran HAM di Indonesia adalah (i) adanya perbedaan konsep antara paham yang memandang HAM bersifat universal dan paham yang memandang setiap bangsa memiliki paham HAM tersendiri berbeda dengan bangsa lain, (ii) adanya pandangan bahwa HAM bersifat individulistik sehingga akan mengancam kepentingan umum, (iii) kurang berfungsinya lembaga-lembaga penegak hukum (polisi, jaksa, dan pengadilan), dan (iv) pemahaman yang belum merata tentang HAM, baik di kalangan sipil maupun militer.



Latihan

a. Tugas Individual

  1. Sebutkan dua contoh yang termasuk pelanggaran HAM berat!

  2. Berikan contoh kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia!

  3. Sebutkan penyebab terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia!

  4. Perlindungan terhadap HAM itu sesungguhnya kewajiban siapa?

  5. Mengapa negara harus menjadi pelindung HAM bagi Warganya?

  6. Berikan contoh konkrit partisipasi warga negara dalam menegakan HAM!

  7. Jelaskan tahap-tahap penegakan HAM melalui Komnas HAM!

  8. Jelaskan tahap-tahap penegakan HAM melalui Pengadilan HAM!

  9. Jelaskan tahap-tahap penegakan HAM melalui Pengadilan HAM Ad Hoc!

  10. Apa yang dimaksud dengan genosida itu?

  11. Apa yang dimaksud dengan kejahatan kemanusiaan itu?

  12. Apa yang dimaksud dengan kejahatan perang?

  13. Apa pula yang dimaksud dengan kejahatan perang agresif?

  14. Jelaskan yang dimaksud dengan peradilan HAM internasional!

  15. Berikon contoh sangsi PBB yang pernah dijatuhkan terhadap negara pelanggar HAM!



b. Tugas Kelompok

Bentuklah 3 kelompok diskusi. Masing-masing kelompok membuat makalah sederhana dan dipresentasikan di depan kelas. Adapaun tema-temanya adalah sebagai berikut:



  1. Penegakan HAM melalui Komnas HAM, melalui Pengadilan HAM, dan melalui Pengadilan HAM Ad Hoc.

  2. Genosida, kejahatan kemanusiaan, dan kejahatan perang.

  3. Peradilan HAM internasional.



C. Upaya Perlindungan HAM

1. Perlindungan HAM dalam Pembukaan UUD 1945

Hak-hak asasi yang terdapat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 ini sangat dipengaruhi oleh hak-hak asasi yang dimuat dalam Pembukaan Konstitusi Prancis yang dikenal dengan nama La Declaration des Droits del’homme et du Citoyen (Hak Asasi Manusia dan Warga negara). Atas dasar pemikiran ini pandangan bangsa Indonesia tentang hak-hak asasi manusia berpangkal pada titik keseimbangan antara hak dan kewajiban. Pengakuan akan hak asasi manusia dinyatakan di dalam Pembukaan UUD 1945, di dalam alinea I, yang menyatakan bahwa ….Kemerdekaan ialah hak segala bangsa…dst. Alinea ini menunjukkan pengakuan hak asasi manusia berupa hak kebebasan atau hak kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan atau penindasan oleh bangsa lain. Pandangan ini dititikberatkan pada hak kemerdekaan bangsa dari pada kebebasan individu. Kebebasan individu diakui sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa dan negara. Lebih lanjut, pada alinea II dinyatakan pula bahwa ….mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hal ini menunjukkan adanya pengakuan atas hak asasi di bidang politik yang berupa kedaulatan dan ekonomi. Pada alinea III dinyatakan bahwa …atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa serta didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas …dst. Alinea ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa kemerdekaan itu berkat anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Pada alinea IV dinyatakan bahwa … melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia …dst. Alinea ini merumuskan juga dasar filsafat negara (Pancasila) yang maknanya mengandung pengakuan akan hak-hak asasi manusia.


2. Perlindungan HAM dalam Batang Tubuh UUD 1945

Di dalam Batang Tubuh UUD 1945 termuat hak-hak asasi manusia/warga negara. Hal ini diatur di dalam beberapa pasal-pasalnya, antara lain sebagai berikut.



a. Pasal 27 : Hak jaminan dalam bidang hukum dan ekonomi

b. Pasal 28 : Pasal ini memberikan jaminan dalam bidang politik berupa hak untuk mengadakan perserikatan, berkumpul dan menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan.

Pasal 28 A : Pasal ini memberikan jaminan akan hak hidup dan mempertahankan kehidupan.

Pasal 28 B : Pasal ini memberikan jaminan untuk membentuk keluarga, melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, jaminan atas hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 C : Pasal ini memberikan jaminan setiap orang untuk mengembangkan diri, mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari iptek, seni dan budaya, hak kolektif dalam bermasyarakat.

Pasal 28 D : Pasal ini mengakui jaminan, perlindungan, perlakuan dan kepastian hukum yang adil, hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan yang layak, kesempatan dalam pemerintahan dan hak atas kewarganegaraan.

Pasal 28 E : Pasal ini mengakui kebebasan memeluk agama, memilih pendidikan, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaran, memilih tempat tinggal. Juga mengakui kebebasan untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28 F : Pasal ini mengakui hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dengan melalui segala jenis saluran yang ada.

Pasal 28 G : Pasal ini mengakui hak perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda, rasa aman serta perlindungan dari ancaman. Juga mengakui hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia, serta suaka politik dari negara lain.

Pasal 28 H : Pasal ini mengakui hak hidup sejahtera lahir batin, hak bertempat tinggal dan hak akan lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak pelayanan kesehatan, hak jaminan sosial, hak milik pribadi.

Pasal 28 I : Pasal ini mengakui hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun yaitu; hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak beragama, hak tidak diperbudak, hak diakui sebagai pribadi di depan hukum, hak tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Pasal ini juga mengkaui hak masyarakat tradisional dan identitas budaya.

Perlindungan, pemajuan dan penegakan hak asasi adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.



Pasal 28 J : Pasal ini menegaskan perlunya setiap orang menghormati hak asasi orang lain. Juga penegasan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia harus tunduk pada pembatasan-pembatasanya sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam negara demokratis.

c). Pasal 29 : Pasal ini mengakui kebebasan dalam menjalankan perintah agama sesuai kepercayaan masing-masing.

d). Pasal 31 : Pasal ini mengakui hak setiap warga negara akan pengajaran.

e). Pasal 32 : Pasal ini mengakui adanya jaminan dan perlindungan budaya.

f). Pasal 33 : Pasal ini mengandung pengakuan hak-hak ekonomi berupa hak memiliki dan menikmati hasil kekayaan alam Indonesia.

g). Pasal 34 : Pasal ini mengatur hak-hak asasi di bidang kesejahteraan sosial. negara berkewajiban menjamin dan melindungi fakir miskin, anak-anak yatim, orang telantar dan jompo untuk dapat hidup secara manusiawi.
3. Perlindungan HAM dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR)

Pada tanggal 10 Desember 1948 Majelis Umum PBB mengesahkan UDHR, yang memungkinkan HAM bersifat universal, yang tidak lagi lokal atau merupakan kepentingan suatu negara melainkan hak asasi untuk seluruh umat manusia di dunia. Sebenarnya UDHR tersebut disebut sebagai tonggak perjuangan HAM yang kedua setelah Bill of Rights. UDHR terdiri dari 30 pasal dengan satu pembukaan (Mukadimah) yang terdiri dari 6 alinea. Dilihat dari isinya UDHR terdiri dari tiga kategori. Pertama, hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak sipil dan politik yang menjadi hak semua orang yang diatur dalam Pasal 3-21. Kedua, hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang menjadi hak semua orang yang diatur dalam Pasal 22-27. Ketiga, merupakan pasal-pasal penutup, yaitu Pasal 28-30.


Sebaiknya Kamu Tahu

Universal Declaration of Human Rights (UDHR)

Lebih rinci, substansi yang diatur sebagai hak-hak sipil dan politik meliputi (i) hak untuk bebas dari diskriminasi, (ii) hak untuk memiliki kehidupan, kebebasan, dan keamanan, (iii) hak untuk bebas beragama, (iv) hak untuk bebas berpikir dan berekspresi, (v) hak untuk bebas berkumpul dan berserikat, (vi) hak untuk bebas dari penganiayaan dan hukuman kejam, (vii) hak untuk menikmati kesamaan dihadapan hukum, (viii) hak untuk bebas dari penangkapan secara sewenang-wenang, (ix) hak untuk memperoleh peradilan yang adil, (x) hak untuk mendapat perlindungan terhadap kehidupan pribadi, dan (xi) dan hak untuk bebas bergerak. Lebih lanjut, hak sosial dan ekonomi di dalam deklarasi itu mencakup (i) hak untuk menikah dan membentuk keluarga, (ii) hak untuk bebas dari perkawinan paksa, (iii) hak untuk memperoleh pendidikan, (iv) hak untuk mendapat pekerjaan, (v) hak untuk menikmati standar kehidupan yang layak, (vi) hak untuk istirahat dan bersenang-senang, dan (vii) hak serta untuk memperoleh jaminan selama sakit, cacat atau tua.

HAM sebagaimana yang dipahami di dalam dokumen-dokumen HAM yang muncul pada abad ke-20 seperti UDHR, mempunyai beberapa ciri yang menonjol. Pertama, HAM adalah hak yang menunjuk pada norma-norma yang pasti dan memiliki prioritas tinggi yang penegakannya bersifat wajib. Kedua, hak-hak ini dianggap bersifat universal yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Pandangan ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama kedudukan sosial, dan kewarganegaraan tidak relevan untuk dipersoalkan sehubungan dengan seseorang memiliki atau tidak memiliki HAM. Hal ini juga menyiratkan bahwa hak-hak tersebut dapat diterapkan di seluruh dunia. Salah satu ciri HAM yang berlaku sekarang adalah HAM itu merupakan hak internasional. Ketiga, HAM dianggap ada dengan sendirinya tidak bergantung pada pengakuan dan penerapannya di dalam sistem adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu. Hak ini boleh jadi memang belum merupakan hak yang efektif sampai ia dijalankan menurut hukum, namun hak itu eksis dan sebagai standar argumen dan kritik yang tidak bergantung pada penerapan hukumnya. Keempat, HAM dipandang sebagai norma-norma yang penting. Meski tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, HAM cukup kuat kedudukannya sebagai pertimbangan normatif untuk diberlakukan di dalam benturan dengan norma-norma nasional yang bertentangan dan untuk membenarkan aksi internasional yang dilakukan demi HAM. Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah. Adanya kewajiban ini, sebagaimana halnya hak-hak yang berkaitan dengannya, dianggap tidak bergantung pada penerimaan, pengakuan, atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orang-orang yang berada di mana pun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati pemerintah dari orang tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak orang lain.
4. Perlindungan HAM dalam Konvensi Internasional

a. Perlindungan hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat

Di dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada pasal 19 disebutkan bahwa setiap orang berhak atau memiliki kebebasan untuk mempunyai dan mengeluarkan pendapat. Di dalam hak ini termasuk pula kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apa pun dan tidak memandang batas-batas. Di dalam Covenant on Civil and Political Rights (CCPR), pada pasal 19, disebutkan bahwa (1) setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan; (2) setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan segala macam penerangan dan gagasan tanpa menghiraukan pembatasan-pembatasan, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni atau melalui media lain menurut pilihannya.


b. Perlindungan hak kedudukan yang sama dalam hukum

Di dalam UDHR, pada pasal 7 disebutkan bahwa sekalian orang adalah sama terhadap UU dan berhak atas perlindungan hukum yang sama dengan tidak ada perbedaan. Di dalam CCPR, pada pasal 26 dinyatakan bahwa semua orang adalah sama terhadap hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Dalam hubungan ini, hukum melarang setiap diskriminasi serta menjamin semua orang akan perlindungan yang sama dan efektif terhadap diskriminasi atas dasar apa pun seperti ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, bangsa asal atau kedudukan sosial-asal, milik,kelahiran atau kedudukan lainnya.


c. Perlindungan hak kebebasan berkumpul

Di dalam UDHR, pada pasal 20 dinyatakan bahwa (1) setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berapat serta (2) tiada seorang jua pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan. Di dalam CCPR, pada pasal 21 disebutkan bahwa hak berkumpul secara bebas diakui. Tiada satu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak ini kecuali yang ditentukan oleh hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis, demi kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan dan moral umum atau perlindungan terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain.


d. Perlindungan hak atas kebebasan beragama

Di dalam UDHR, pada pasal 18 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan agama. Dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat, dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri. Di dalam CCPR, pada pasal 18, dinyatakan bahwa (1) setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin, dan agama. Hak ini mencakup kebebasan untuk memeluk atau menerima agama atau kepercayaan pilihannya, serta kebebasan untuk baik secara pribadi atau pun bersama anggota masyarakat lingkungannya serta secara terbuka ataupun tertutup, menyatakan agama atau kepercayaannya melalui ibadah, ketaatan, tindakan dan ajaran. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa (2) tak seorangpun dapat dikenakan paksaan sehingga mengakibatkan terganggunya kebebasan untuk memeluk atau menerima agama atau kepercayaan pilihannya, (3) kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya hanya dapat dikenakan pembatasan menurut ketentuan ketentuan hukum dan yang perlu untuk menjaga keselamatan umum, ketertiban, kesehatan atau moral dan hak-hak dasar serta kebebasan orang lain, (4) negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengikat diri untuk menghormati kebebasan orang tua dan di mana berlaku, wali hukum, untuk menjamin pendidikan agama dan moral anaknya menurut keyakinannya masing-msing.


e. Perlindungan hak atas penghidupan yang layak

Di dalam UDHR, pada pasal 25, disebutkan bahwa (1) setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk dirinya maupun keluarganya, termasuk soal makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan di waktu mengalami pengangguran, janda, lanjut usia atau mengalami kekurangan nafkah lain-lain karena keadaan yang di luar kekuasaannya, (2) ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama. Di dalam Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR), pada pasal 11, dinyatakan bahwa negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengakui setiap orang atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya, termasuk sandang, pangan, dan perumahan yang layak, dan perbaikan secara terus menerus dari lingkungan hidupnya. negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang wajar untuk menjamin terlaksananya hak tersebut, agar diakui kepentingan hakiki dari kerja sama internasional yang didasarkan atas persetujuan yang bebas.


f. Perlindungan hak atas kebebasan berserikat

Di dalam UDHR, pada pasal 23, dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat sekerja untuk melindungi kepentingannya. Di dalam CESCR, pada pasal 8, dinyatakan bahwa (1) negara-negara peserta perjanjian ini mengikat diri untuk menjamin (a) hak setiap orang untuk membentuk serikat sekerja dan menjadi anggota serikat sekerja pilihannya, sesuai dengan peraturan organisasi yang bersangkutan, guna meningkatkan serta melindungi kepentingan-kepentingan ekonomi dan sosialnya; Tiada suatu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak ini kecuali yang ditentukan oleh hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketetiban umum atau untuk melindungi hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, (b) hak bagi serikat sekerja untuk mendirikan federasi atau konfederasi nasional serta hak bagi yang tersebut belakangan untuk membentuk atau menjadi anggota organisasi serikat sekerja internasional, (c) hak bagi serikat sekerja untuk bertindak secara bebas dan hanya dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk melindungi hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain, (d) hak untuk melancarkan pemogokan, asalkan dijalankan menurut ketentuan-ketntuan hukum negara yang bersangkutan. Di dalam CCPR, pada pasal 22, dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas untuk berserikat, termasuk hak untuk membentuk dan ikut serta dalam serikat-serikat sekerja guna melindungi kepentingan-kepentingannya.


g. Perlindungan hak atas pengajaran

Di dalam UDHR, pada pasal 26, dinyatakan bahwa (1) setiap orang berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya dalam tingkat sekolah dasar. Pengajaran sekolah rendah harus diwajibkan. Pengajaran teknik dan vak harus terbuka bagi semua orang dan pelajaran tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kecerdasan. Disebutkan pula bahwa (2) pengajaran harus ditujukan kearah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pengajaran harus mempertinggi saling pengertian, rasa saling menerima serta rasa saling persahabatan antara semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan atau penganut agama, serta harus memajukan kegiatan-kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa (3) ibu-bapak mempunyai hak utama untuk memilih macam pengajaran yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Di dalam CESCR, pada pasal 13, dinyatakan bahwa (1) negara-negara perserta dalam perjanjian ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka sepakat bahwa pendidikan akan mengarah pada pengembangan penuh dari kepribadian orang serta kesadaran akan harga dirinya, serta memperkuat rasa hormat terhadap hak-hak manusia serta kebebasan-kebebasan dasar. Lebih lanjut disebutkan pula bahwa (2) negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengakui bahwa dalam usaha melaksanakan hak ini secara penuh (a) pendidikan dasar diwajibkan dan terbuka bagi semua orang, (b) pendidikan menengah dalam segala bentuknya termasuk pendidikan teknik dan kejuruan menengah, akan diselenggarakan dan terbuka bagi semua melalui cara-cara yang layak, serta khususnya dengan dimulainya pendidikan cuma-cuma serta bertahap, (c) pendidikan tinggi akan diusahakan terbuka bagi semua berdasarkan kesanggupan, melalui cara-cara yang layak, serta khususnya dengan dimulainya pendidikan cuma-cuma secara bertahap, (d) pendidikan masyarakat dianjurkan atau ditingkatkan sejauh mungkin bagi mereka yang belum pernah atau belum menyelesaikan pendidikan dasar secara penuh, (e) pengembangan sistem sekolah pada setiap tingkat digiatkan secara kuat, sistem beasiswa yang layak diadakan dan syarat-syaat materiil dari staf pengajar ditingkatkan secara terus menerus.
5. Perlindungan HAM dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

Dalam amandemen kedua UUD 1945 ada ketentuan yang secara eksplisit menggunakan istilah hak asasi manusia, yaitu Bab XA yang berisikan pasal 28A s.d. 28 J (penyempurnaan pasal 28). Dalam UU No.39 Tahun 1999 tampak jaminan hak asasi manusia lebih terinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal-pasal yang dikandungnya yang relatif banyak, yaitu terdiri atas 11 bab dan 106 pasal. Apabila dicermati, jaminan hak-hak asasi manusia dalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 secara garis besar meliputi hal-hal sebagai berikut.



  1. Hak untuk hidup (misalnya hak mempertahankan hidup, memperoleh kesejahteraan lahir batin, dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat).

  2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.

  3. Hak mengembangkan diri (misalnya hak pemenuhan kebutuhan dasar, meningkatkan kualitas hidup, memperoleh manfaat dari Iptek, memperoleh informasi, dan melakukan pekerjaan sosial).

  4. Hak memperoleh keadilan (misalnya hak kepastian hukum dan persamaan di depan hukum).

  5. Hak atas kebebasan pribadi (misalnya hak memeluk agama, keyakinan politik, memilih status kewarganegaraan, berpendapat dan menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan organisasi lain, bebas bergerak, dan bertempat tinggal).

  6. Hak atas rasa aman (misalnya hak memperoleh suaka politik, perlindungan terhadap ancaman ketakutan, melakukan hubungan komunikasi, perlin­dungan terhadap penyiksaan, dan penghilangan nyawa).

  7. Hak atas kesejahteraan (misalnya hak milik pribadi dan kolektif, memperoleh pekerjaan yang layak, mendirikan serikat kerja, bertempat tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan jaminan sosial).

  8. Hak turut serta dalam pemerintahan (misalnya hak memilih dan dipilih dalam pemilu, partisipasi langsung dan tidak langsung, diangkat dalam jabatan pemerintah, dan mengajukan usulan kepada pemerintah).

  9. Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan pria dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, dan keluarga atau perkawinan).

  10. Hak anak (misalnya hak perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara, beribadah menurut agamanya, berekspresi, perlakuan khusus bagi anak cacat, perlindungan dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, pelecehan seksual, perdagangan anak, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya).


6. Perlindungan HAM dalam Keppres No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-hak Anak

Majelis Umum PBB dalam sidangnya yang ke-44 pada bulan Desember 1989 telah berhasil menyepakati sebuah resolusi, yaitu Resolusi PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989 tentang Convention on the Rights of the Child. Tentang pengertian anak, konvensi menekankan pada faktor umur, yakni setiap orang yang masih berumur di bawah 18 tahun. Kecuali jika berdasarkan hukum yang berlaku bagi anak menentukan batas umur yang lebih rendah dari 18 tahun. Situasi dan kondisi anak-anak di berbagai belahan bumi yang digambarkan oleh resolusi tersebut sangat memprihatinkan, seperti karena kondisi sosial yang di bawah standar, kelaparan, bencana alam, eksploitasi, konflik bersenjata, buta huruf, dan lain sebagainya yang mengakibatkan anak-anak tidak hidup dan berkembang dengan layak.


Sebaiknya Kamu Tahu

Konvensi tentang Hak-hak Anak

Konvensi ini sebenarnya merupakan lanjutan atau salah satu mata rantai dari usaha-usaha masyarakat internasional yang telah dilakukan jauh sebelumnya. Mulai dari Deklarasi PBB mengenai Hak-hak Anak tahun 1959 (Declaration on the Rights of the Child of 1959) dan Deklarasi PBB tentang Tahun Anak-Anak Internasional (Declaration on the International Year of the Child of 1979). Jauh sebelumnya, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) juga telah menaruh perhatian yang serius tentang masalah anak-anak, yang terbukti dengan dikeluarkannya Deklarasi Jenewa 1924 (Geneve Declaration of 1924) tentang pembentukan Uni Internasional Dana dan Keselamatan Anak-Anak (Save the Children Fund International Union). Demikian pula PBB secara khusus memiliki salah satu organ khusus yang berkenaan dengan anak-anak, yaitu UNICEF (United Nations Children's Fund/Dana PBB untuk Anak-Anak).


7. Perlindungan HAM dalam UU No. 8 Tahun 1998 (Tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam)

Ketentuan pokok konvensi ini mengatur tentang pelarangan penyiksaan baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan atau atas hasutan dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan orang lain yang bertindak dalam jabatannya. Ini berarti negara Republik Indonesia yang telah meratifikasi wajib mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum, dan langkah-langkah efektif lain guna mencegah tindakan penyiksaan (tindak pidana) di dalam wilayah yuridiksinya. Misalnya, langkah yang dilakukan dengan memperbaiki cara introgasi dan pelatihan bagi setiap aparatur penegak hukum dan pejabat publik lain yang bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dirampas kemerdekaannya.



Rangkuman


Pengakuan akan hak asasi manusia dinyatakan di dalam Pembukaan UUD 1945. Pada alinea I dinyatakan bahwa ….Kemerdekaan ialah hak segala bangsa…dst. Pada alinea IV dinyatakan bahwa … melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia …dst. Alinea ini merumuskan juga dasar filsafat negara (Pancasila) yang maknanya mengandung pengakuan akan hak-hak asasi manusia. HAM dalam Batang Tubuh UUD 1945 diatur dalam pasal 27, 28, 28a, 28b, 28c, 28d, 28e, 28f, 28g, 28h, 28i, 28J, 29, 31, 32 dan 33.

Perlindungan HAM dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) dinyatakan dalam 30 pasal dengan satu pembukaan (Mukadimah) yang terdiri dari 6 alinea. Dilihat dari isinya UDHR terdiri dari tiga kategori. Pertama, hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak sipil dan politik yang menjadi hak semua orang yang diatur dalam Pasal 3-21. Kedua, hal-hal yang berhubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang menjadi hak semua orang yang diatur dalam Pasal 22-27. Ketiga, merupakan pasal-pasal penutup, yaitu Pasal 28-30.

Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tampak jaminan hak asasi manusia lebih terinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal-pasal yang dikandungnya relatif banyak, yaitu terdiri atas 11 bab dan 106 pasal.

Majelis Umum PBB dalam sidangnya yang ke-44 pada bulan Desember 1989 telah berhasil menyepakati sebuah resolusi, yaitu Resolusi PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989 tentang Convention on the Rights of the Child. Tentang pengertian anak, konvensi menekankan pada faktor umur, yakni setiap orang yang masih berumur di bawah 18.

UU No. 8 Tahun 1998 (Konvensi Anti Penyiksaan dan Penghukuman yang Kejam) mengatur tentang pelarangan penyiksaan baik fisik maupun mental, dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia yang dilakukan atau atas hasutan dari atau dengan persetujuan/sepengetahuan pejabat publik dan orang lain yang bertindak dalam jabatannya.

Latihan:


a. Tugas Individual

  1. Tunjukkan bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung pesan HAM Universal!

  2. Tunjukkan pasal-pasal HAM dalam UUD 1945 setelah amandemen!

  3. Tunjukkan hak-hak asasi yang diatur dalam UDHR!

  4. Berikan contoh perlindungan HAM dalam Konvensi Internasional PBB!

  5. Hak asasi apa saja yang diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM?

  6. Hak-hak apa saja yang diatur dalam Keppres No. 36 Tahun 1990 tentang Konvensi Hak-hak Anak ?

  7. Jelaskan hak-hak apa saja yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1998 !

  8. Selain UUD 1945 sebutkan peraturan lain yang menjadi landasan hukum bagi penegakkan HAM di Indonesia!

  9. Jelaskan beberapa instrumen HAM di Indonesia!

  10. Sebutkan tujuan dibentuknya Komnas HAM!

  11. Bagaimana pendapatmu mengenai perlindungan HAM di Indonesia!

  12. Jelaskan hambatan dalam menegakkan HAM di Indonesia!


b. Tugas Kelompok

Bentuklah 5 kelompok diskusi dalam kelasmu. Setiap kelompok membuat makalah serta mempresentasikannya di depan kelas, dengan topik sebagai berikut.



  1. Sejarah perlindungan HAM di dunia sejak dulu hingga sekarang

  2. Kepres No. 38 Tahun 1990 Tentang Perlindungan Anak

  3. UU No. 8 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan yang Kejam

  4. Penegakan HAM melalui Komnas HAM

  5. Prosedur penegakan HAM melalui Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM)



D. Menghargai Upaya Penegakkan HAM

1. Penegakan HAM melalui Peradilan HAM

Agar HAM benar-benar dapat ditegakkan atau dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, telah ditetapkan Pengadilan HAM. Pengadilan HAM merupakan peradilan khusus di lingkungan peradilan umum, yaitu kedudukan Pengadilan HAM di daerah Kabupaten/Kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000. Peradilan HAM memiliki wewenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berat, termasuk yang dilakukan di luar teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.


Sebaiknya Kamu Tahu

Kejahatan Genosida

Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis atau kelompok agama yang di antaranya dilakukan dengan cara sebagai berikut.



  1. membunuh anggota kelompok

  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok

  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan fisik baik seluruh atau sebagian

  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok

  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain

Kejahatan kemanusiaan merupakan perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya. Serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.


Sebaiknya Kamu Tahu

Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa dapat berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan seseorang secara paksa, serta kejahatan apartheid.

Kewenangan memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berat tersebut di atas oleh Pengadilan HAM tidak berlaku bagi pelaku yang berumur di bawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan. Terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 Tahun 2000, diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM ad hoc. Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc diusulkan oleh DPR berdasarkan pada dugaan telah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia berat yang dibatasi pada locus dan tempos delicti tertentu yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang No. 26 Tahun 2000. Agar pelaksanaan Pengadilan HAM bersifat jujur, pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM yang berjumlah lima orang. Lima orang tersebut terdiri atas dua orang hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc (diangkat di luar hakim karir).
2. Jaminan terhadap Para Korban dan Saksi

Dalam rangka memperoleh kebenaran faktual, para korban dan saksi dijamin perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun. Untuk memenuhi rasa keadilan, setiap korban pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berat berhak memperoleh ganti rugi oleh negara (kompensasi), ganti rugi oleh pelaku atau pihak ketiga (restitusi), dan pemulihan pada kedudukan semula seperti nama baik, jabatan, kehormatan atau hak-hak lain (rehabilitasi). Sebagai upaya penegakan HAM, hingga dewasa ini telah dilakukan peradilan HAM untuk kasus pelanggaran HAM di Timor Timur, Aceh, dan Papua, serta kasus Tanjung Priok dan kasus 27 Juli.


3. Diakuinya Pelanggaran HAM Era Orde Baru oleh Pemerintah Reformasi

Terdapat bentuk umum pelanggaran HAM pada era orde baru seperti dikemukakan berikut ini. Pertama, masih cukup populernya praktik represi politik oleh aparat negara. Kasus penanganan konflik-konflik politik baik demonstrasi, protes, kerusuhan, serangan bersenjata, maupun pembunuhan dengan alasan politik. Penanganan kasus Tanjung Priok, Kedung Ombo, Santa Cruz, Sampang, Peristiwa 27 Juli 1996, semua itu oleh Komnas HAM dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat. Penggunaan UU Anti Subversi secara amat longgar, serta tergantung penafsiran penguasa, merupakan contoh dari pelanggaran HAM dalam politik. Kedua, praktik pembatasan partisipasi politik, juga merupakan bentuk pelanggaran HAM. Hal ini mengingkari hak yang dimiliki warga negara untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagaimana diatur dalam pasal 28 UUD 1945. Ketiga, praktik eksploitasi ekonomi juga merupakan salah satu pelanggaran HAM. Eksploitasi ini bisa dilakukan oleh negara, perusahaan nasional, perusahaan multi nasional. Di sektor perburuhan dan ketenagakerjaan misalnya upah buruh yng sangat rendah, dilarangnya serikat pekerja.


4. HAM di Indonesia Setelah Reformasi

Sejak bergulirnya reformasi telah terjadi kemajuan peraturan di bidang HAM. Kemajuan yang berkenaan dengan peraturan di bidang HAM itu di antaranya ialah (i) lahirnya Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia, (ii) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Mnanusia, (iii) UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, (iv) UUD 1945 hasil amandemen pasal 28A s/d 28J semua memuat tentang HAM, dan (v) Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009, penegakan HAM merupakan salah satu dari sasaran strategis yang diatur. Munculnya berbagai peraturan itu menunjukkan bahwa prospek perlindungan HAM secara normatif di Indonesia cukup baik walaupun belum tentu mencerminkan keberadaan HAM secara riil dalam praktik penyelenggaraan negara. Kondisi Indonesia saat ini bisa digambarkan memiliki peraturan HAM tetapi tidak menikmati HAM karena lemahnya rasa hormat terhadap HAM. Hal ini bisa dilihat masih banyaknya pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan negara pada era reformasi, yaitu (i) perlindungan HAM di bidang penegakan hukum masih diskriminatif, sehingga prinsip persamaam di depan hukum tidak dipenuhi baik dalam penyidikan, penuntutan, peradilan, maupn pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, (ii) perlindungan HAM di bidang sosial ekonomi belum sesuai dengan harapan masyarakat karena masih adanya korupsi yang dilakukan aparat pemerintah maupun anggota dewan, baik di pusat maupun di daerah, dan adanya berbagai protes buruh dan petani atas ketidakberpihakan kepada upaya perbaikan kesejahteraan yang menunjukkan belum terakomodasinya kepentingan ekonomi mereka, serta (iii) praktik represi atau penyiksaan oleh aparat negara, misalnya penyikapan dan perlakuan terhadap berbagai unjuk rasa selama ini menunjukkan belum dihormatinya hak kebebasan menyampaikan pendapat yang diatur oleh UUD 1945.


5. Proses Penegakan HAM

Proses penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui lembaga Komnas HAM, Pengadilan HAM, dan Pengadilan HAM ad hoc. Hal-hal yang berkenaan dengan proses penegakan HAM yang dilakukan oleh masing-masing lembaga itu dapat dikemukakan sebagai berikut.



  1. Proses penegakan HAM melalui Komnas HAM

Proses itu dimulai dari menerima pengaduan dari setiap orang atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar. Pengaduan dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Selanjutnya, Komnas HAM melakukan pemeriksaan dengan memanggil pengadu, korban, saksi atau pihak lain yang terkait. Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat ditentukan apakah penuntutan bisa dilanjutkan atau dihentikan. Dihentikan apabila tidak memiliki bukti awal yang kuat sehingga tidak termasuk masalah pelanggran HAM. Langkah berikutnya ialah menyelesaikan pengaduan setelah melalui tahap pemeriksaan. Kewenangan ini bisa berupa (i) perdamaian kedua belah pihak, (ii) penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, (iii) pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan, (iv) penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya, atau (v) penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR untuk ditindaklanjuti.


  1. Proses penegakan HAM melalui Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM)

Proses ini berawal dengan penangkapan. Jaksa Agung melakukan penangkapan untuk kepentingan penyidikan, dengan memperlihatkan surat tugas. Surat tugas atau surat perintah tidak diperlukan apabila yang bersangkutan tertangkap tangan. Untuk itu cukup dengan penyerahan barang bukti. Langkah berikutnya ialah penahanan. Jaksa Agung berwenang melakukan penahanan untuk kepentingan penyidikan paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 60 hari. Penahanan untuk kepentingan penuntutan paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang paling lama 20 hari. Penahanan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang Pengadilan HAM paling lama 90 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Penahanan untuk banding di Pengadilan Tinggi paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Penahanan untuk kepentingan kasasai di Mahkamah Agung lamanya sama dengan untuk kepentingan banding di Pengadilan Tinggi. Berikutnya ialah penyelidikan. Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM. Untuk kepentingan penyelidikan Komnas HAM dapat membentuk Tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat. Proses selanjutnya ialah penyidikan. Penyidikan dilakukan oleh Jaksa agung. Jaksa agung dapat mengangkat penyidik ad hoc. Apabila tidak diperoleh bukti yang cukup, dikeluarkan surat penghentian penyidikan oleh Jaksa agung. Tahap berikutnya ialah penuntutan. Dalam hal ini, Jaksa Agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc. Tahap selanjutnya ialah pemeriksaan di Sidang Pengadilan. Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh 5 orang hakim yang terdiri dari 2 orang hakim HAM dan 3 orang hakim ad hoc. Pemeriksaan sidang pengadilan paling lama 180 hari. Untuk banding ke Pengadilan Tinggi paling lama 90 hari, sedangkan untuk kasasi paling lama 90 hari.


  1. Proses Pengadilan HAM Ad Hoc

Proses pengadilam HAM ad hoc pada dasarnya sama dengan pengadilan HAM. Perbedaannya pada kasus pelanggaran HAM yang diperiksa, yakni khusus menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul DPR berdasarkan peristiwa tertentu dengan Keputusan Presiden. Jadi sifatnya tidak permanen, sedangkan Pengadilan HAM bersifat permanen.
4. Hambatan dan Tantangan dalam Penegakan HAM di Indonesia

Penegakan HAM di Indonesia masih menemui berbagai hambatan dan tantangan. Adanya hambatan dapat dilihat masih banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia, terutama pelanggaran HAM yang dilakukan pemeritah, seperti pelanggaran hukum oleh aparat, penculikan dan penyiksaan, penyadapan telepon dan lain-lain. Ataupun pelanggaran HAM yang berupa demonstrasi illegal, terorisme, subversi dan sebagainya. Penyalahgunaan kekuasaan dengan melakukan penculikan terhadap aktivis yang kristis yang tidak sejalan dengan kepentingan pemerintah adalah juga merupakan pelanggaran HAM. Perlakukan diskriminatif terhadap kelompok lain yang tidak sejalan dengan penguasa adalah bentuk pelanggaran HAM juga. Karena pemerintah seharusnya memberikan perlakukan dan pelayanan yang sama terhadap semua warga negara. Hukum yang dibuat oleh penguasa kadang-kadang juga tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat karena di dalam merumuskannya tidak melibatkan masyarakat.

Indonesia dianggap telah banyak melakukan pelanggaran HAM berat terhadap rakyatnya, seperti kasus Timor Timur, Aceh, Papua, Tanjung Priok dan sebagainya. Sorotan dunia terjadi karena upaya penegakan HAM melalui pengadilan HAM ad hoc dinilai belum mampu mengadili penanggung jawab utama kasus-kasus di atas, sehingga ada kesan bahwa yang dikorbankan adalah bawahan.
Sebaiknya Kamu Tahu

1   ...   8   9   10   11   12   13   14   15   ...   30


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət