Ana səhifə

Untuk perguruan tinggi


Yüklə 1.49 Mb.
səhifə15/30
tarix26.06.2016
ölçüsü1.49 Mb.
1   ...   11   12   13   14   15   16   17   18   ...   30

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA


DAN BEBERAPA negara TETANGGA

Standar Kompetensi:

Mengevaluasi berbagai sistem pemerintahan



Kompetensi Dasar:

  1. Menganalisis sistem pemerintahan di berbagai negara.

  2. Menganalisis pelaksanaan sistem pemerintahan negara Indonesia.

  3. Mampu menunjukkan sikap kritis terhadap pelaksanaan sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia.


A. Sistem Pemerintahan


1. Pengertian Sistem Pemerintahan

a. Tiga Pengertian Sistem Pemerintahan (Menurut HukumTata negara)

  1. Sistem pemerintahan dalam arti sempit, yakni sebuah kajian yang melihat hubungan antara legislatif dan eksekutif dalam sebuah negara. Berdasar kajian ini dibedakan dua model pemerintahan yakni, sistem parlementer dan sistem presidensial.

  2. Sistem pemerintahan dalam arti luas, yakni suatu kajian pemerintahan negara yang betolak dari hubungan antara semua organ negara, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dengan bagian-bagian yang ada di dalam negara. Bertitik tolak dari pandangan ini sistem pemerintahan negara dibedakan menjadi negara kesatuan, negara serikat (federal), dan negara konfederasi.

  3. Sistem pemerintahan dalam arti sangat luas, yakni kajian yang menitik beratkan hubungan antara negara dan rakyat. Berdasar kajian ini dapat dibedakan sistem pemerintahan monarki, pemerintahan aristokrasi dan pemerintahan demokrasi.

b. Sistem Pemerintahan Menurut Para Ahli

  1. Aristoteles membagi bentuk pemerintahan menurut jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya menjadi enam, yakni monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, republik (politea), dan demokrasi.

  2. Polybius membagi bentuk pemerintahan menurut jumlah orang yang memerintah serta sifat pemerintahannya. Berdasar sudut pandang ini dapat dibedakan enam jenis pemerintahan, yakni monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan anarki (oklokrasi).

  3. Kranenburg menyatakan adanya ketidakpastian penggunaan istilah monarki dan republik untuk menyebut bentuk negara atau bentuk pemerintahan.

  4. Leon Duguit membagi bentuk pemerintahan berdasarkan cara penunjukan kepala negaranya, yakni sistem republik yang kepala negaranya diangkat lewat pemilihan dan sistem monarki yang kepala negaranya diangkat secara turun temurun.

  5. Jellinec membagi bentuk pemerintahan menjadi dua, yakni republik dan monarki. Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Leon Duguit.


2. Perbandingan SistemPemerintahan

a. Perbedaan Parlementer dan Presidensial

Sistem pemerintahan palementer adalah sistem pemerintahan yang badan eksekutif dan legislatif (pemerintah dan parlemen/DPR) memiliki hubungan yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang badan legislatif dan badan eksekutif boleh dikatakan tidak terdapat hubungan seperti pada sistem pemerintahan parlementer. Sistem Pemerintahan Presidensial pada umumnya memiliki ciri sebagai berikut: (i) kekuasaan pemerintahan terpusat pada satu orang, yaitu presiden, sehingga presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, (ii) presiden dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan bertanggung jawab kepadanya, (iii) masa jabatan presiden ditetapkan dalam jangka waktu tertentu, serta (iv) presiden dan para menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR. Sistem pemerintahan presidesial diterapkan di Amerika Serikat, Filipina, dan Indonesia pada saat ini. Sistem Pemerintahan Parlementer memiliki ciri sebagai berikut: (i) kedudukan kepala negara tidak dapat diganggu gugat, (ii) kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen, (iii) susunan anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam parlemen, (iv) kabinet dapat dijatuhkan atau dibubarkan setiap waktu oleh parlemen, dan (v) kedudukan kepala negara dan kepala pemerintahan tidak terletak dalam satu tangan atau satu orang. Sistem pemerintahan parlementer diterapkan di negara Inggris, Eropa Barat, dan Indonesia ketika berlaku UUD RIS dan UUDS 1950.

Menurut S.L. Witman, seperti dikutip Inu Kencana Syafi’i (2001), terdapat empat ciri yang membedakan sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri sebagai berikut: (i) didasarkan pada prinsip kekuasaan yang menyebar (diffusion of power), (ii) terdapat saling bertanggung jawab antara eksekutif dengan parlemen atau legislatif, sehingga eksekutif (perdana menteri) dapat membubarkan parlemen, begitu pula parlemen dapat memberhentikan kabinet (dewan menteri) ketika kebijakannya tidak diterima oleh mayoritas anggota parlemen, (iii) juga terdapat saling bertanggung jawab secara terpisah antara eksekutif dengan parlemen dan antara kabinet dengan parlemen, serta (iv) eksekutif (perdana menteri, kanselir) dipilih oleh kepala negara (raja/ratu/presiden) yang telah memperoleh persetujuan dan dukungan mayoritas di parlemen. Sistem pemerintahan presidensial memiliki ciri sebagai berikut: (i) didasarkan pada prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), (ii) eksekutif tidak memiliki kekuasaan untuk membubarkan parlemen maupun ia (eksekutif) harus berhenti ketika kehilangan dukungan dari mayoritas anggota parlemen, (iii) tidak ada hubungan saling bertanggung jawab antara presiden dan kabinetnya kepada parlemen; kabinet secara keseluruhan bertanggung jawab kepada presiden (chief executive), (iv) eksekutif dipilih oleh para pemilih (para pemilih dimaksudkan adalah rakyat yang melakukan pemilihan secara langsung atau pemilihan secara tidak langsung melalui dewan pemilih (electoral college).

Penyebaran kekuasaan (diffusion of power) sebagai salah satu ciri sistem pemerintahan parlementer tampak pada pemerintahan koalisi multipartai. Apabila koalisi terjadi karena proses negoisasi yang intensif, hal itu akan melahirkan konsensus yang kuat dan akan memberikan sumbangan terwujudnya kehidupan politik yang stabil. Di dalam sistem kekuasaan yang menyebar, di samping memperlihatkan dinamika politik yang tinggi karena berpotensi untuk melahirkan veto, apabila masing-masing kekuatan politik tidak bijaksana dapat saja melahirkan jalan buntu yang menimbulkan ketidakstabilan politik. Sebaliknya, pemisahan kekuasaan (separation of power) pada sistem pemerintahan presidensial cenderung meminimalkan veto dan jalan buntu karena adanya check and balance (saling kontrol dan saling imbang) antarlembaga tinggi negara sehingga dapat dicegah diktatorisme.



1   ...   11   12   13   14   15   16   17   18   ...   30


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət