Ana səhifə

Untuk perguruan tinggi


Yüklə 1.49 Mb.
səhifə18/30
tarix26.06.2016
ölçüsü1.49 Mb.
1   ...   14   15   16   17   18   19   20   21   ...   30


Sebaiknya Anda Tahu


Tiga Aktor Penting Penentu Pemerintahan yang Baik
Pertama, ialah negara. Pengertian negara atau pemerintahan adalah keseluruhan lembaga politik dan publik. Peranan negara meliputi (a) menyelenggarakan pelayanan publik, (b) menyelenggarakan kekuasaan untuk memerintah, (c) membangun lingkungan yang kondusif bagi tercapainya tujuan pembangunan baik pada tingkat local, nasional, maupun internasional. Kedua, ialah sSektor swasta. Pelaku sektor swasta mencakup berbagai pihak seperti industri pengolahan, perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk juga kegiatan sektor informal. Sektor swasta punya peran penting dalam meningkatkan produktivitas, penyediaan lapangan kerja, memasukkan penerimaan negara, investasi, pengembangan usaha, pertumbuhan ekonomi. Ketiga, ialah civil cociety (Masyarakat Madani). Kelompok masyarakat madani pada dasarnya berada di tengah-tengah antara pemerintah dan individu. Kelompok masyarakat ini terlibat aktif berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi. Peran nyatanya antara lain terlibat dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang berkekurangan, memberikan fasilitas untuk mengembangkan komunikasi dengan pihak lain, serta akses untuk menyuarakan kepentingan. Bentuk konkrit dari masyarakat madani ini adalah LSM (lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak di berbagai sektor dan bidang.
1. Mengkritisi Perkembangan Pemerintahan di Indonesia

Perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia. dapat dibagi dalam empat masa, yaitu:



  1. Masa Republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi konstitusional, yang menonjolkan peran parlemen, serta partai-partai dan yang karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlementer.

  2. Masa Republik Indonesia II, yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan landasannya dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.

  3. Masa Republik Indonesia III, yaitu masa Demokrasi Pancasila, yang merupakan Demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensiil (lembaga kepresidenan sangat dominan, parlemen dibuat tidak berdaya) kekuasaan presiden menjadi tidak terkontrol.

  4. Masa Republik Indonesia IV, yaitu masa Demokrasi Pancasila setelah reformasi (lembaga kepresidenan dikurangi wewenangnya, DPR menjadi lebih diberdayakan) semua itu dilakukan dengan melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002.

Kebanyakan pakar menyatakan matinya sistem pemerintahan yang demokratis di Indonesia dimulai sejak diumumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno sampai dengan runtuhnya Presiden Soeharto, 21 Mei 1998. Dengan kata lain Demokrasi terpimpin pada masa Soekarno dan Demokrasi Pancasila pada Soeharto sesungguhnya tidak ada demokrasi. Demokrasi baru mulai hidup kembali sejak era reformasi setelah lengsernya Soeharto pada tahun 1998, akibat reformasi yang diprakarsai oleh mahasiswa. Sehingga sejak itulah, bangsa Indonesia mulai belajar demokrasi kembali setelah tenggelam lebih kurang 40 tahun.

Sistem Kenegaraan Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat, berdasar UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen, kekuasaan negara dijalankan oleh lembaga sebagai berikut:



  1. Kekuasaan tertinggi diberikan oleh rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang berfungsi sebagai lembaga konstitutif

  2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat UndangUndang, sebagai lembaga legislatif.

  3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan disebut lembaga eksekutif.

  4. Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai pemberi saran kepada penyelenggara pemerintahan disebut lembaga konsultatif.

  5. Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan dan penguji aturan dibawah undang-undang disebut lembaga yudikatif.

  6. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang mengaudit keuangan negara, disebut lembaga auditatif.

Setelah dilakukan amandemen UUD 1945 baik kesatu, kedua, ketiga serta keempat terjadi pergeseran sebagai berikut:


  1. MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi pemegang kedaulatan rakyat.

  2. Komposisi MPR terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang seluruhnya dipilih oleh rakyat.

  3. Terbentuknya Mahkamah Konstitusi yang berhak menguji undang-undang terhadap UUD.

  4. Terbentuknya Komisi Yudisial yang mengusulkan pengangkatan hakim agung.

  5. Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

  6. Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan DPR.

  7. Hak prerogatif presiden banyak yang dipangkas.

  8. Kekuasaan legislatif semakin dominan.

  9. Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dilikuidasi.


Sebaiknya Anda Tahu

Tujuh Kunci Pokok Pemerintahan Indonesia

(Berdasar UUD 1945 Setelah Amandemen)


UUD 1945 berdasarkan Pasal 11 Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara Republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasalpasal sebagai berikut.

    1. Negara Indonesia adalah negara hukum , Pasal 1 ayat (3), tanpa penjelasan.

    2. Sistem Konstitusional. Seacara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 2 ayat (1); Pasal 3 ayat (3); Pasal 4 ayat (1); Pasal 5 ayat (1) dan (2).

    3. Kekuasaan negara tertinggi di tangan MPR. Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Sesuai dengan pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD. MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut: (a) Mengubah dan menetapkan UUD; (b) Melantik Presiden dan Wakil Presiden; (c) Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.

    4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi menurut UUD. Pasal 3 ayat (2); Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).

    5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 sampai dengan 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 sampai dengan 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menempatkan sistem presidensial.

    6. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden dibantu menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam UU (Pasal 17).

    7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas. Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya dibatasi oleh UUD. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya (Pasal 3 ayat3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila presiden dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela.


2. Mengkritisi Pelaksanaan Pemerintahan di Indonesia Antara Tahun 1945-1950

Sebulan setelah Indonesia diproklamasikan, sistem pemerintahan parlementer berlaku di Indonesia, padahal UUD 1945 tidak menghendaki demikian. Hal ini ditunjang dengan adanya pengumuman pemerintah yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik yang mendapat sambutan antusias dari rakyat. Secara politis lembaga legislatif sebagai pembawa aspirasi rakyat adalah Komite Nasional Indonesia Pusat.

Dilihat dari segi historis, kehidupan partai-partai politik ini sebenarnya bermula dari penjajahan Belanda dan Jepang. Namun pada awal Indonesia mengenyam kemerdekaan, tampaknya konsentrasi seluruh masyarakat dihadapkan sepenuhnya terhadap aksi-aksi militer dan politik Belanda untuk menguasai kembali Indonesia, sehingga segenap potensi rakyat dikerahkan untuk mensukseskan revolusi bersenjata ini.

Sistem parlementer ini merupakan produk dari Maklumat Wakil Presiden No. X, 16 Oktober 1945. Pengumuman Badan Pekerja, 11 November 1945 dan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 menyatakan bahwa tanggung jawab politik terletak ditangan menteri. Hal ini dipertahankan praktis sampai dikeluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mencabut UUDS 1950 dan menetapkan kembali UUD 1945 sebagai UUD negara.

Pada saat bangsa Indonesia sedang menghadapi aksi-aksi Belanda, PKI melancarkan penikaman dari belakang kepada pemerintah RI yang sah. Akibatnya, beribu-ribu orang yang tidak berdosa menjadi korban keganasan politik dan ambisi golongan yang tidak bertanggung jawab. Untunglah hal itu dapat segera dikendalikan dengan kesigapan pemimpin ABRI.
3. Mengkritisi Pelaksanaan Pemerintahan di Indonesia Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)

Sejak tanggal 17 Agustus 1950, dengan kembalinya RI ke dalam bentuk negara kesatuan, berlakulah UUD Sementara 1950 sebagai pengganti UUD RIS 1949. Negara menganut sistem pemerintahan parlementer, di mana para menteri bertanggung jawab kepada badan legislatif (parlemen). Pada masa ini terdapat kebebasan yang diberikan kepada rakyat tanpa pembatasan dan persyaratan yang tegas dan nyata untuk melakukan kegiatan politik, sehingga berakibat semakin banyaknya bermunculan partai-partai politik. Persaingan secara terbuka antarpartai sangat kentara dalam panggung politik nasional. Masing-masing partai berusaha untuk mencapai cita-cita politiknya, sehingga dalam pemilu yang pertama sejak Indonesia diproklamirkan sangat banyak partai yang menjadi kontestan pemilu. Sistem banyak partai ini berakibat kabinet baru yang akan berjalan akan mantap bila di dalamnya terdapat koalisi (Ukasah Martadisastra, 1987:144).

Adanya koalisi antara berbagai partai yang besar ini dikarenakan tidak ada satu pun partai yang menang secara mayoritas atau mutlak. Efek negatifnya dalam kabinet adalah jatuh bangunnya kabinet dalam tempo waktu sesingkatnya karena partai yang berkuasa kehilangan dukungan di parlemen, sehingga bubarlah kabinet. Akibat selanjutnya program kerja kabinet yang bersangkutan tidak dilaksanakan.

Menurut Prof. Usep Ranawidjaja dalam bukunya Hukum Tata Negara, dasar-dasarnya, memang sudah menjadi pandapat umum di dunia sampai sekarang ini bahwa adanya partai politik dalam negara demokrasi merupakan keharusan untuk mewujudkan hak rakyat dalam menentukan nasibnya sendiri. Namun, dengan partai yang begitu banyak tanpa adanya mayoritas mutlak dalam parlemen, sering berakibat instabilitas dalam jalannya pemerintahan.

Kenyataan itu mengakibatkan terjadinya sistem pemerintahan yang sangat buruk, bahkan menimbulkan perpecahan. Padahal UUDS itu sendiri memberikan landasan yang cukup bagi terselenggaranya pemerintahan yang baik, di mana di dalamnya memuat pokok-pokok bagi pelaksanaan demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan sosial, serta hak-hak asasi manusia. Dalam kenyataannya Pancasila hanyalah merupakan pemanis pidato saja. Yang menonjol adalah individualisme dengan latar belakang kepentingan golongan atau partai.

Demokrasi politik dipakai sebagai alasan untuk tumbuhnya oposisi yang destruktif. Demokrasi ekonomi tidak lagi untuk membebaskan kemiskinan, tetapi malah mengaburkan tujuan semula dengan tumbuh suburnya persaingan bebas. Demokrasi sosial bukannya menciptakan tata masyarakat yang bersih dari unsur-unsur feodalisme, malah semakin menutup kemungkinan rakyat banyak untuk menikmati kemerdekaan. Inilah yang menyebabkan macetnya tugas-tugas pemerintahan.

Secara politis kondisi demikian sungguh merupakan hal yang merugikan. Salah satu buktinya adalah ketidakmampuan Konstituante untuk menetapkan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Yang menonjol adalah persaingan antarpartai politik dari golongannya, sehingga kepentingan nasional yang lebih besar terabaikan.

Dilihat dari kepentingan nasional tentu hal ini tidak dapat dibiarkan. Presiden Soekarno selaku Kepala negara pada waktu itu mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa Konstituante dibubarkan, serta kembalinya ke UUD 1945, yang kemudian menghendaki terbentuknya MPRS dan DPRS. Dekrit ini dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959. Sejak itu pula dimulainya babak baru pelaksanaan demokrasi.


4. Mengkritisi Pelaksanaan Pemerintahan di Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin (Orde Lama)

Istilah demokrasi terpimpin telah dikemukakan oleh Presiden Soekarno sewaktu membuka Konstituante pada tanggal 10 November 1956. Hal ini menunjukkan tata kehidupan politik baru yang mengubah segi-segi negatif demokrasi liberal. Sistem demokrasi liberal tidak cocok diterapkan di Indonesia. Kesempatan yang sama pada semua orang harus disertai pula dengan kemampuan yang kuat. Apabila tidak, warganegara yang lemah akan tertindas oleh yang kuat.

Atas dasar pernyataan tersebut jelaslah bahwa struktur demokrasi terpimpin bertujuan untuk menstabilkan kondisi negara baik kestabilan politik, ekonomi maupun bidang-bidang lainnya. Walaupun demikian maksud presiden tersebut tidak mendapatkan tanggapan dari konstituante.

Sementara itu konstituante tidak dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Konstituante terlibat dalam perdebatan yang berkepanjangan di mana di satu pihak terdapat partai yang menghendaki sosial ekonomi. Hal ini mengakibatkan golongan terbesar tidak mau lagi menghadiri sidang-sidang konstitusional, sehingga kegiatannya kemudian mengalami kevakuman.

Di berbagai wilayah timbul pemberontakan, seperti DI/TII, PRRI, Permesta dan sebagainya yang melancarkan perlawanan bersenjata kepada pemerintah pusat. Kondisi ini sangat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga pemerintah perlu menghadapi situasi politik dan keamanan ini melalui jalan tercepat, yaitu dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan demikian, lahirlah periode demokrasi terpimpin di Indonesia.

Dalam kenyataannya kebebasan mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berpikir dibatasi dalam tingkat-tingkat tertentu. Beberapa ketentuan dan peraturan tentang penyederhanaan partai, pengakuan dan pengawasan serta pembubaran partai menunjukkan bahwa Presiden mempunyai peranan dan kekuasaan terhadap kehidupan suatu partai. Hal ini berarti presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuatan-kekuatan yang menghalanginya, sehingga jelas sekali bahwa nasib partai politik ditentukan presiden.


5. Mengkritisi Pelaksanaan Pemerintahan pada Era Orde Baru

Orde baru dibawah pimpinan Soeharto pada awalnya dimaksudkan untuk mengembalikan keadaan Indonesia yang kacau balau setelah pemberontakan PKI September 1965. Orde baru lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi atas berbagai penyimpangan dan kebobrokan demokrasi terpimpin pada masa orde lama. Pada awalnya, orde baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam berbagai bidang. Dalam bidang politik dibuatlah UU No. 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum, UU No. 16 Tahun 1969 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Atas dasar UU tersebut orde baru mengadakan pemilihan umum pertama. Pada awalnya rakyat memang merasakan peningkatan kondisi di berbagai bidang kehidupan, melalui serangkaian program yang dituangkan dalam GBHN dan repelita, setelah mengalami penderitaan sejak penjajahan, awal kemerdekaan hingga berakhirnya orde lama. Namun demikian, lama-kelamaan program-program pemerintah orde baru diperuntukkan bagi kepentingan penguasa. Ambisi penguasa orde baru mulai merambah ke seluruh sendi-sendi kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan orde baru menjadi otoriter, namun seolah-olah dilaksanakan secara demokratis. Penafsiran pasal-pasal UUD 1945 tidak dilaksanakan sesuai dengan isi yang tertuang dalam UUD tersebut, melainkan dimanipulasi demi kepentingan sang penguasa. Pancasila-pun diperalat demi legitimasi kekuasaan. Hal itu terbukti dengan adanya Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, tentang P4 yang dalam kenyataannya sebagai media untuk propaganda kekuasaan orde baru (Andriani Purwastuti, 2002:45).

Realisasi UUD 1945 praktis lebih banyak memberikan porsi pada presiden. Walaupun sesungguhnya UUD 1945 memang memberi wewenang yang amat besar pada lembaga kepresidenan, presiden hanyalah mandataris MPR serta dalam menjalankan pemerintahan diawasi oleh DPR. Dalam kenyataan di lapangan posisi legislatif berada di bawah presiden. Seperti tampak dalam UU Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, UU Tentang Partai Politik dan Golongan Karya, serta UU Tentang Pemilihan Umum, posisi presiden terlihat sangat dominan. Dengan paket UU politik tersebut praktis secara politis kekuasaan legislatif berada di bawah presiden. Selanjutnya hak asasi rakyat juga sangat dibatasi serta dikekang demi kekuasaan, sehingga amanat pasal 28 UUD 1945 jauh dari kenyataan. Akibat kekuasaan yang nyaris tanpa kontrol tersebut akhirnya penguasa orde baru cenderung melakukan penyimpangan hampir di semua sendi kehidupan bernegara. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merajalela dan membudaya, pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang yang dekat dengan penguasa, kesenjangan antara yang kaya dan miskin semakin melebar, utang luar negeri menjadi menggunung, akhirnya badai krisis ekonomi menjalar menjadi krisis multidimensi. Rakyat yang dipelopori mahasiswa menuntut dilakukannya reformasi di segala bidang. Akhirnya, runtuhlah orde baru bersamaan mundurnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.

Pelaksanaan demokrasi Pancasila masih belum sesuai dengan jiwa, semangat, dan ciri-ciri umumnya. Hal itu terjadi karena presiden begitu dominan baik dalam suprastruktur maupun dalam infrastuktur politik. Akibatnya, banyak terjadi manipulasi politik dan membudaya KKN, sehingga negara Indonesia terjerumus dalam berbagai krisis yang berkepanjangan.


6. Mengkritisi Pelaksanaan Pemerintahan pada Era Reformasi

Penyelenggaraan negara yang menyimpang dari ideologi Pancasila dan mekanisme UUD 1945 telah mengakibatkan ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara. Penyelenggaraan negara semakin jauh dari cita-cita demokrasi dan kemerdekaan. Semua itu ditandai dengan berlangsungnya sistem kekuasaan yang bercorak absolut karena wewenang dan kekuasaan presiden berlebihan, sehingga melahirkan budaya kurupsi, kolusi, dan nepotisme. Akibatnya, terjadi krisis multidimensional pada hampir seluruh aspek kehidupan.

Awal keberhasilan gerakan reformasi ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh wakil presiden Prof. Dr. BJ. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan membawa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh serta menata sistem ketatanegaraan yang lebih demokratis dengan mengadakan perubahan UUD 1945 agar lebih sesuai dengan tuntutan zaman.

Pelaksanaan demokrasi pada masa orde baru terjadi selain karena moral penguasanya, juga memang terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945. Oleh karena itu, selain melakukan reformasi dalam bidang politik untuk tegaknya demokrasi melalui perubahan perundang-undangan, juga diperlukan amandemen UUD 1945. Sejumlah UU politik telah diperbarui pada tahun 1999 dan dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya untuk mengawal jalannya reformasi yakni:



  1. UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, yang kemudian diubah lagi menjadi UU No. 31 Tahun 2002.

  2. UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, yang kemudian juga diperbarui dengan UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Selanjutnya juga hadir UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

  3. UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, selanjutnya diganti dengan UU No.22 Tahun 2003 tentang susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

  4. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dan telah diperbarui dengan UU No. 32 tahun 2004 yang didalamnya mengatur tentang pemilihan kepala daerah secara langsung.

Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada era reformasi ini telah banyak memberikan ruang gerak kepada partai politik dan lembaga negara (DPR) untuk mengawasi pemerintahan secara kritis, serta dibenarkan untuk berunjuk rasa, beroposisi maupun optimalisasi hak-hak DPR seperti hak bertanya, interpelasi, inisiatif dan amandemen.
Latihan

a. Soal Uraian

  1. Jelaskan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode “awal kemerdekaan” (18 Agustus 1945 sampai dengan 12 Desember 1949)!

  2. Uraikan kelebihan dan kekuarangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode saat berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949!

  3. Terangkan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode berlakunya UUD Sementara 1950!

  4. Diskripsikan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode “demokrasi terpimpin” (setelah dekrit presiden 5 Juli 1959)!

  5. Jelaskan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode orde baru (1966-1998)!

  6. Uraikan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode Habibie dan Gus Dur!

  7. Terangkan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono (setelah amandemen UUD 1945) !

  8. Diantara sistem pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia, menurut anda sistem mana yang paling baik? Berikan alasannya?

b. Tugas Diskusi

  1. Diskusikan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode “awal kemerdekaan” (18 Agustus 1945 sampai dengan 12 Desember 1949) dengan sistem pemerintahan Indonesia pada periode saat berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, serta sistem pemerintahan Indonesia pada periode berlakunya UUD Sementara 1950!

  2. Diskusikan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada periode “demokrasi terpimpin” (orde lama), serta sistem pemerintahan Indonesia pada periode orde baru (1966-1998)!

  3. Diskusikan kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan Indonesia pada era orde baru, serta sistem pemerintahan Indonesia pada era reformasi (setelah amandemen UUD 1945) !

BAB VIII

WAWASAN NUSANTARA
1   ...   14   15   16   17   18   19   20   21   ...   30


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət