Ana səhifə

Untuk perguruan tinggi


Yüklə 1.49 Mb.
səhifə6/30
tarix26.06.2016
ölçüsü1.49 Mb.
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   30

Sebaiknya Anda Tahu

Beberapa Nilai Positif dari Demokrasi


  1. Keputusan diambil berdasarkan suara rakyat atau kehendak rakyat.

  2. Kebebasan individu dibatasi oleh kepentingan bersama, kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan individu tau golongan.

  3. Kekuasaan merupakan amanat rakyat, segala sesuatu yang dijalankan pemerintah adalah untuk kepentingan rakyat.

  4. Kedaulatan ada ditangan rakyat, lembaga perwakilan rakyat mempunyai kedudukan penting dalam sistem kekuasaan negara.

Setelah Anda menyimak ciri demokrasi dan nilai-nilai demokrasi sebagaimana telah diuraikan, coba bandingkan dengan bentuk pemerintahan berikut.

  1. Oligarki adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh segelintir orang untuk kepentingan orang banyak. Partisipasi rakyat dalam pemerintahan dibatasi atau bahkan ditiadakan dengan dihapusnya lembaga perwakilan rakyat dan keputusan tertinggi ada pada tangan segelintir orang tersebut.

  2. Anarki adalah pemerintahan yang kekuasaannya tidak jelas dan tidak ada peraturan yang benar-benar dapat dipatuhi. Setiap individu bebas menentukan kehendaknya sendiri-sendiri tanpa aturan yang jelas.

  3. Mobokrasi adalah pemerintahan yang dikuasai oleh kelompok orang untuk kepentingan kelompok yang berkuasa, bukan untuk kepentingan rakyat. Biasanya mobokrasi dipimpin oleh sekelompok orang yang mempunyai motivasi yang sama.

  4. Diktator ialah kekuasaan yang terpusat pada seseorang yang berkuasa mutlak (otoriter).



2. Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi

Seorang ilmuan politik terkenal yang secara mendalam mengkaji demokrasi, Robert A. Dahl, mengemukakan bahwa dalam budaya demokrasi terdapat tiga prinsip utama.


a. Kompetisi

Budaya demokrasi memberikan peluang yang sama untuk bersaing bagi setiap individu, kelompok, dan organisasi (khususnya partai politik) untuk menduduki posisi kekuasaan dalam pemerintah. Kompetisi tentunya berlangsung dalam jangka waktu yang teratur yang tertib dan damai. Dengan kata lain, kompetisi itu berlangsung melalui pemilihan umum (untuk Indonesia 5 tahun sekali, di Amerika Serikat 4 tahun sekali) dan dilakukan tanpa adanya tindakan kekerasan.


b. Partisipasi

Budaya demokrasi memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk terlibat dalam pemilihan pemimpin melalui pemilihan yang bebas secara teratur dan terlibat dalam pembuatan dan pelaksanakan kebijakan publik.


c. Kebebasan

Budaya demokrasi memberikan jaminan kebebasan berpendapat, kebebasan pers, kebebasan mendirikan dan menjadi anggota organisasi yang dijamin dapat menjadi saluran partisipasi dan berkompetisi. Demokrasi yang digambarkan oleh Robert A. Dahl tersebut tampak terbatas sebagai sistem politik. Bapak pendiri negara kita atau proklamator Bung Karno dan Bung Hatta tidak membatasi makna demokrasi terbatas sebagai sistem politik, tetapi juga sebagai sistem ekonomi dan sistem sosial. Bung Karno memberikan istilah demokrasi yang demikian sebagai socio democratie, sedangkan Bung Hatta menamakannya sebagai demokrasi sosial.

Dengan demikian, di Indonesia demokrasi tidak hanya diterapkan dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi dan sosial. Dalam demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan semua anggota masyarakat tidak hanya turut serta dalam proses produksi dan dalam menikmati hasil-hasil produksi, tetapi juga dalam mengawasi berlangsungnya proses produksi dan distribusi tersebut. Kemudian, demokrasi sebagai sistem sosial berarti dalam kehidupan bermasyarakat diakui adanya persamaan kedudukan. Persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, antara kelompok mayoritas dan minoritas. Ini berarti dalam masyarakat perlu dihindari sikap dan perilaku yang dapat membentuk hubungan yang berpola tuan–hamba (feodalisme), maupun sikap dan perilaku yang membeda-bedakan (diskriminatif) atas dasar perbedaan status sosial, jenis kelamin, suku, ras, dan agama.

Di samping itu, perlu diingat bahwa negara Indonesia tercinta memiliki dasar negara Pancasila. Pancasila yang telah dikembangkan dalam aturan dasar kehidupan bernegara, yaitu UUD 1945. Oleh karena itu, pelaksanaan demokrasi di Indonesia harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Yang termasuk pelaksanaan demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, misalnya, dasar Ketuhanan Yang Maha Esa/relegius, kemanusiaan/ hak asasi manusia, persatuan/ pluralisme, perwakilan/langsung, keadilan dan kesejahteraan, dan negara hukum. Ini berarti dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Contohnya, ketika melakukan kompetisi, partisipasi dan aktivitas yang mengekspresikan kebebasan tidak dibenarkan apabila menimbulkan perpecahan atau disintegrasi bangsa karena hal itu bertentangan dengan dasar persatuan; tidak dibenarkan pula apabila melanggar peraturan yang berlaku karena bertentangan dengan dasar negara hukum.



Sebaiknya Anda Tahu


Jenis-Jenis Demokrasi

a. Berdasarkan cara menyampaikan pendapat, demokrasi terbagi atas tiga jenis berikut ini.

  1. Demokrasi langsung. Dalam demokrasi langsung rakyat diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintahan.

  2. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan. Dalam demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui Pemilu. Rakyat memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik Aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.

  3. Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat. Demokrasi ini merupakan campuran anatara demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakilnya untuk duduk didalam lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui referendum dan inisiatif rakyat. Demokrasi ini antara lain dijalankan di Swiss. Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan referendum?Referendum adalah pemungutan suara untuk mengetahui kehendak rakyat secara langsung. Referendum dibagi menjadi tiga macam. Pertama, disebut referendum wajib, yang dilakukan ketika ada perubahan atau pembentukan norma penting dan mendasar dalam UUD (Konstitusi) atau UU yang sangat politis. UUD atau UU tersebut yang telah dibuat oleh lembaga perwakilan rakyat dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan rakyat melalui pemungutan suara terbanyak. Jadi, referendum ini dilaksanakan untuk meminta persetujuan rakyat terhadap hal yang dianggap sangat penting atau mendasar. Kedua, disebut referendum tidak wajib. Referendum ini dilaksanakan jika dalam waktu tertentu setelah rancangan undang-undang diumumkan, sejumlah rakyat mengusulkan diadakan referendum. Jika dalam waktu tertentu tidak ada permintaan dari rakyat, Rancangan Undang-undang itu dapat menjadi undang-undang yang bersifat tetap. Ketiga, disebut referendum konsultatif. Referendum ini hanya sebatas meminta persetujuan saja karena rakyat tidak mengerti permasalahannya, pemerintah meminta pertimbangan pada ahli bidang tertentu yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.

b. Berdasarkan titik perhatian atau prioritasnya, demokrasi dibedakan sebagai berikut.

  1. Demokrasi formal. Demokrasi ini secara hukum menempatkan semua orang dalam kedudukan yang sama dalam bidang politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi. Individu diberi kebebasan yang luas, sehingga demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal.

  2. Demokrasi Material. Demokrasi material memandang manusia mempunyai kesamaan dalam bidang sosial-ekonomi, sehingga persamaan bidang politik tidak menjadi prioritas. Demokrasi semacam ini dikembangkan di negara sosialis-komunis.

  3. Demokrasi Campuran. Demokrasi ini merupakan campuran dari kedua demokrasi tersebut di atas. Di dalam sistem demokrasi ini diupayakan untuk menciptakan kesejahteraan seluruh rakyat dengan menempatkan persamaan derajat dan hak setiap orang.

c. Berdasarkan prinsip idiologi, demokrasi dibedakan sebagai berikut.

  1. Demokrasi liberal. Demokrasi ini memberikan kebebasan yang luas pada individu. Campur tangan pemerintah diminimalkan bahkan ditolak. Tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap warganya dihindari. Pemerintah bertindak atas dasar konstitusi (hukum dasar).

  2. Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar. Demokrasi ini bertujuan menyejahterakan rakyat. Negara yang dibentuk tidak mengenal perebedaan kelas. Semua warga negara mempunyai persamaan dalam hukum dan politik.

d. Berdasarkan wewenang dan hubungan antar alat kelengkapan negara, demokrasi dibedakan sebagai berikut.

  1. Demokrasi Parlementer. Sistem demokrasi ini memiliki ciri sebagai berikut: (a) DPR lebih kuat dari pemerintah, (b) menteri bertanggung jawab pada DPR, (c) program kebijaksanaan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik anggota parlemen, dan (d) kedudukan kepala negara sebagai simbol tidak dapat diganggu gugat.

  2. Demokrasi Presidensial. Sistem demokrasi ini memiliki ciri sebagai berikut: (a) negara dikepalai presiden, (b) kekuasaan eksekutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan yang dipilih dari dan oleh rakyat melalui badan perwakilan, (c) presiden mempunyai kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri, (d) menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR melainkan kepada presiden, (e) presiden dan DPR mempunyai kedudukan yang sama sebagai lembaga negara dan tidak dapat saling membubarkan.



3. Prinsip-Prinsip Demokrasi Konstitusional

Ciri khas demokrasi konstitusional ditunjukkan oleh adanya pemerintah yang demokratis, yang terbatas kekuasaannya, dan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah itu tercantum dalam konstitusi (pemerintahan berdasarkan konstitusi). Gagasan bahwa kekuasaan itu perlu dibatasi dicetuskan oleh Lord Acton (ahli sejarah Inggris) dengan menyatakan bahwa pemerintahan yang diselenggarakan manusia itu penuh kelemahan. Dalilnya, yang kemudian menjadi terkenal, adalah Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely. Artinya, manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas, pasti akan menyalahgunakannya.

Pada waktu demokrasi konstitusional muncul sebagai suatu sisem politik yang konkrit, pada akhir abad 19, muncul pula anggapan bahwa pembatasan terhadap kekuasaan negara sebaiknya diselenggarakan dengan suatu konstitusi tertulis yang dengan tegas menjamin hak-hak asasi warga negaranya. Kekuasaan harus dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaan dapat diperkecil. Pembagian itu dilaksanakan dengan cara menyerahkan kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam tangan satu orang atau satu badan. Perumusan yuridis yang terkait dengan prinsip-prinsip ini dikenal dengan istilah rule of law atau rechtsstaat (negara hukum).
Sebaiknya Anda Tahu

Perkembangan Demokrasi Sejak Abad 15 sampai Abad 20

Meskipun baru pada akhir abad ke-19 mencapai wujud yang konkrit, demokrasi sebenarnya sudah mulai berkembang di Eropa Barat dalam abad ke-15 dan ke-16. Wajah demokrasi abad ke-19 menonjolkan beberapa asas yang dengan susah payah telah dimenangkannya, seperti kebebasan dari segala bentuk kesewenang-wenangan baik di bidang agama, politik maupun pemikiran. Jaminan hak asasi manusia dianggap sangat penting. Dalam rangka ini negara hanya dapat dilihat manfaatnya sebagai penjaga malam, yang hanya dibenarkan campur tangan dalam kehidupan rakyatnya dalam batas-batas yang sangat sempit.

Dalam perkembangannya, pada abad ke-20, terutama setelah Perang Dunia II, banyak negara demokratis telah melepaskan pandangan bahwa peranan negara hanya terbatas pada mengurus kepentingan bersama. Sekarang dianggap bahwa negara turut bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat dan oleh karena itu harus aktif berusaha menaikkan taraf hidup warga negaranya. Gagasan ini dituangkan dalam konsep Welfare State (Negara Kesejahteraan) atau Social Service State. Demokrasi dalam abad ke-20 tidak lagi membatasi diri pada aspek politik saja seperti dalam abad ke-19, tetapi meluas mencakup juga segi-segi ekonomi sehingga muncul konsep demokrasi ekonomi.
4. Prinsip-Prinsip Demokrasi Konstitusional Klasik (Abad 19)

Cita-cita untuk menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif, mengakibatkan munculnya gagasan untuk membatasi kekuasaan pemerintahan dengan suatu konstitusi, baik dengan naskah konstitusi yang tertulis (written constitution) maupun dengan konstitusi tidak tertulis (unwritten constitution). Di dalam konstitusi biasanya ditulis hak-hak warga negara dan pembagian kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi oleh kekuasaan parlemen (legislatif) dan lembaga-lembaga hukum lain, sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan.

Demokrasi konstitusional adalah sebuah gagasan bahwa pemerintah merupakan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat dan tunduk pada pembatasan konstitusi agar kekuasaan tidak disalahgunakan oleh pemegang kekuasaan. Konstitusi tidak hanya merupakan suatu dokumen yang mencerminkan pembagian kekuasaan di antara lembaga-lembaga kenegaraan (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi dipandang sebagai suatu lembaga yang memiliki fungsi khusus, yaitu menentukan dan membatasi kekuasaan pemerintahan di satu pihak dan di pihak lain menjamin hak-hak asasi dari warga negaranya. Konstitusi dianggap sebagai perwujudan hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah sesuai dengan dalil government by laws, not by men yang artinya ‘pemerintahan berdasarkan hukum, bukan berdasarkan kemauan penguasa’.

Pada abad 19 dan permulaan abad 20 gagasan mengenai perlunya pembatasan kekuasaan mendapat landasan yuridis sejak ahli hukum Eropa Barat Kontinental, seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl, memakai istilah rechsstaat dan ahli Anglo Saxon seperti AV Dicey memakai istilah rule of law.


Sebaiknya Anda Tahu

Pilar-Pilar Demokrasi Menurut Rule of Law

Menurut rule of law klasik, pilar-pilar demokrasi meliputi

  1. hak-hak manusia,

  2. pemisahan dan pembagian kekuasaan yang populer dengan “trias politica”,

  3. pemerintah berdasarkan undang-undang, dan

  4. peradilan (Miriam Budiardjo, 1983:57).


Pilar-pilar demokrasi yang didasarkan konsep rule of law menurut AV Dicey adalah

  1. tidak adanya kekuasaan yang sewenang-wenang,

  2. kedudukan yang sama dalam hukum (dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat) dan,

  3. terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang.

Konsep demokrasi berdasarkan rule of law lahir dari paham liberalisme yang menganut dalil bahwa negara sebagai penjaga malam. Pemerintahan hendaknya tidak terlalu banyak mencampuri urusan warga negaranya kecuali dalam hal yang menyangkut kepentingan umum seperti bencana alam, hubungan luar negeri, dan pertahanan serta keamanan.
5. Prinsip-Prinsip Demokrasi Konstitusional Modern (Abad 20)

Dalam abad ke-20, terutama sesudah Perang Dunia II, telah terjadi perubahan-perubahan sosial dan ekonomi yang sangat besar. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain oleh banyaknya kecaman terhadap ekses-ekses dalam industrialisasi dan sistem kapitalis dan oleh tersebarnya faham sosialisme yang menginginkan pembagian kekayaan secara merata serta kemenangan dari beberapa partai sosialis di Eropa. Gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga negara, baik di bidang sosial maupun di bidang ekonomi, lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan oleh karena itu harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. Dewasa ini, muncul anggap bahwa demokrasi harus mencakup dimensi ekonomi dengan suatu sistem yang menguasai kekuatan-kekuatan ekonomi dan yang berusaha memperkecil perbedaan sosial dan ekonomi, terutama perbedaan-perbedaan yang timbul dari distribusi kekayaan yang tidak merata. Negara semacam ini dinamakan welfare state (negara kesejahteraan) atau social service state (negara yang memberi pelayanan kepada masyarakat).



Negara-negara modern dewasa ini pada umumnya giat mengatur dan menangani berbagai hal seperti pajak, upah minimum, pensiun, pendidikan umum, asuransi, pengangguran, kemelaratan, timbulnya perusahaan-perusahaan raksasa (anti trust), dan ekonomi sedemikian rupa sehingga tidak diganggu oleh depresi dan krisis ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah dewasa ini mempunyai kecenderungan untuk memperluas aktivitasnya. Sesuai perkembangan zaman, konsep rule of law (negara hukum) dirumuskan kembali, terutama setelah Perang Dunia II, sehingga muncul konsep versi abad 20. International Commission of Jurists, sebagai komisi hukum internasional, dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 merumuskan pemerintah yang demokratis sebagai pemerintahan yang diwarnai oleh hal-hal sebagai berikut.

  1. Sehubungan dengan perlindungan konstitusional, selain menjamin hak-hak individu, pemerintah harus menentukan pula prosedur untuk perlindungan hak-hak yang dijamin.

  2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.

  3. Pemilihan umum yang bebas.

  4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.

  5. Kebebasan untuk berserikat, berorganisasi, dan beroposisi.

  6. Pendidikan kewarganegaraan (Miriam Budiardjo, 1983:61).

Henri B. Mayo memberikan batasan terhadap sistem politik demokratis sebagai kebijaksanaan umum yang ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas kesamaan dan kebebasan politik. Selanjutnya Mayo mengemukakan bahwa nilai-nilai demokrasi itu menyangkut hal-hal berikut:

  1. menyelesaikan perselisihan dengan damai dan melembaga,

  2. menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam masyarakat yang sedang berubah,

  3. menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur,

  4. membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum,

  5. mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat, dan

  6. menjamin tegaknya keadilan.


Sebaiknya Anda Tahu

Pilar-Pilar Demokrasi Modern (menurut Amin Rais):

  1. Partisipasi rakyat dalam pembuatan keputusan. Di dalam demokrasi perwakilan partisipasi rakyat untuk untuk membuat keputusan diwakili oleh wakil-wakil rakyat. Oleh karena itu diperlukan pemilu yang Luber dan Jurdil, agar wakil-wakil rakyat representatif.

  2. Persamaan kedudukan di depan hukum. Hukum diperlakukan sama bagi seluruh warga negara, baik pejabat, rakyat dan penjahat terlepas dari kalibernya masing-masing harus berada dibawah jangkauan hukum positif yang berlaku.

  3. Distribusi pendapatan secara adil. Keadilan ekonomi yang diwujudkan dalam upaya pembagian pendapatan secara adil.

  4. Kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan merupakan faktor penentu bagi seseorang untuk memperoleh pelayanan dan penghasilan yang layak. Kesempatan umtuk memperoleh pendidikan secara sama antar sesama warga negara harus dijadikan salah satu perhatian utama oleh penyelenggara negara.

  5. Kebebasan. Kebebasan yang sangat penting yang dapat menunjukkan derajat demokrasi suatu negara ada empat yaitu kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berkumpul, dan kebebasann beragama. Empat kebebasan tersebut dianggap sebagai hak-hak terpenting dari hak asasi manusia.

  6. Keterbukaan informasi. Informasi harus disediakan secara terbuka bagi rakyat agar selain mengetahui kualitas pemimpinnya, rakyat mengetahui perkembangan situasi yang mempengaruhi kehidupannya, termasuk kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahnya.

  7. Tata krama (etika) politik. Maksudnya adalah tata krama politik yang mungkin tidak tertulis tetapi jelas dirasakan baik buruknya oleh hati nurani. Kesediaan mengundurkan diri harus dianggap sebagai hal yang wajar oleh pejabat yang mengotori jabatannya dengan tindakan-tindakan korup.

  8. Kebebasan individu. Setiap individu supaya diberi hak untuk hidup secara bebas dan memiliki privacy seperti diinginkan. Sejauh tidak merugikan orang lain, setiap individu dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri.

  9. Semangat kerja sama. Untuk mempertahankan eksistensi masyarakat berdasarkan jiwa kemasyarakatan yang mendorong saling menghargai antar sesama warga, maka semangat kerja sama perlu ditumbuh kembangkan.

  10. Hak untuk protes. Demokrasi harus membuka pintu bagi koreksi atas terjadinya penyelewengan yang untuk keadaan tertentu, meskipun pendekatan institusional dan legalistik tidak lagi memadai, tindakan protes harus ditolerir agar jalannya pemerintahan yang menyimpang dapat diluruskan lagi (dalam Udin Saparudin Winataputra, 2002).

Dapat disimpulkan bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan berbagai lembaga menurut ketentuan sebagai berikut:



  1. pemerintah yang bertanggungjawab,

  2. dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat dan dipilih dalam pemilu yang bebas,

  3. perlu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik,

  4. pers yang bebas dalam menyatakan pendapat, dan

  5. sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan keadilan.


6. Prinsip-Prinsip Demokrasi Pancasila

Menurut Prof. Dardji Darmodihardjo, demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945. Adapun prinsip-prinsipnya menyangkut



  1. persamaan bagi seluruh rakyat indonesia,

  2. keseimbangan antara hak dan kewajiban,

  3. pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, dan orang lain,

  4. mewujudkan rasa keadilan sosial,

  5. pengambilan keputusan dengan musyawarah,

  6. mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan, dan

  7. menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.

Menurut Prof. S. Pamuji, demokrasi Pancasila mengandung enam aspek berikut.

  1. Aspek formal, yang mempersoalkan proses dan cara rakyat menunjuk wakil-wakilnya dalam badan-badan perwakilan dan pemerintahan serta bagaimana mengatur permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka, jujur untuk mencapai konsensus.

  2. Aspek material, untuk mengemukakan gambaran manusia dan mengakui terwujudnya masyarakat manusia Indonesia sesuai dengan gambaran, harkat dan martabat tersebut.

  3. Aspek normatif, yang mengungkapkan seperangkat norma atau kaidah yang membimbing dan menjadi kriteria pencapaian tujuan.

  4. Aspek optatif, yang mengetengahkan tujuan dan keinginan yang hendak dicapai.

  5. Aspek organisasi, untuk mempersoalkan organisasi sebagai wadah pelaksanaan Demokrasi Pancasila dimana wadah tersebut harus cocok dengan tujuan yang hendak dicapai.

  6. Aspek kejiwaan, yang menjadi semangat para penyelenggara negara dan semangat para pemimpin pemerintahan.


Sebaiknya Anda Tahu

Pilar-Pilar Demokrasi Pancasila (menurut Udin Saripudin Winataputra)

  1. demokrasi yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa.

  2. demokrasi dengan kecerdasan.

  3. demokrasi yang berkedaulatan rakyat.

  4. demokrasi dengan rule of law.

  5. demokrasi dengan pembagian kekuasaan negara.

  6. demokrasi dengan hak asasi manusia.

  7. demokrasi dengan pengadilan yang merdeka.

  8. demokrasi dengan otonomi daerah.

  9. demokrasi dengan kemakmuran.

  10. demokrasi yang berkeadilan sosial (Udin Saparudin Winataputra, 2002).

Bila dibandingkan sesungguhnya secara esensial terdapat kesesuaian antara pilar-pilar demokrasi universal dan demokrasi Pancasila yang berdasarkan UUD 1945. Yang tidak terdapat dalam pilar demokrasi universal tetapi merupakan salah satu pilar demokrasi Pancasila ialah demokrasi berdasarkan ke-Tuhan-an Yang Maha Esa. Inilah yang merupakan ciri khasnya demokrasi Indonesia yang sering disebut dengan istilah teodemokrasi, yakni demokrasi dalam konteks kekuasaan Tuhan Yang maha Esa. Dengan kata lain, demokrasi universal adalah demokrasi yang bernuansa sekuler, sedangkan demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa (Udin Saripudin Winataputra, 2002:120).



Latihan

A. Soal Uraian

  1. Jelaskan pengertian demokrasi menurut para ahli (minimal 3 ahli)!

  2. Jelaskan pengertian demokrasi dengan kalimatmu sendiri!

  3. Sebutkan nilai-nilai positif dari demokrasi!

  4. Jelaskan prinsip-prinsip budaya demokrasi menurut Robert Dahl!

  5. Apa yang dimaksud demokrasi langsung?

  6. Apa yang dimaksud demokrasi perwakilan?

  7. Jelaskan perbedaan antara demokrasi formal, material, dan campuran!

  8. Terangkan perbedaan antara demokrasi liberal dan demokrasi rakyat (proletar)!

  9. Uraikan perbedaan demokrasi parlementer dengan presidensial!

  10. Apa yang dimaksud demokrasi konstitusional itu?

  11. Apa perbedaan antara Demokrasi Konstitusional Klasik (abad 19) dengan Demokrasi Konstitusional Modern (abad 20)?

  12. Diskripsikan dengan singkat perkembangan demokrasi di dunia sejak abad 15 hingga saat ini!

  13. Jelaskan prinsip-prinsip demokrasi menurut negara yang berdasar rule of law!

  14. Sebutkan pilar-pilar demokrasi menurut Amin Rais!

  15. Jelaskan pilar-pilar demokrasi Pancasila!



B. Tugas Diskusi

Bentuklah empat kelompok dan masing-masing kelompok membuat makalah sederhana untuk dipresentasikan di depan kelas. Adapun topik-topiknya adalah sebagai berikut.

  1. Perbandingan Demokrasi Pancasila, Demokrasi Liberal, dan Demokrasi Proletar.

  2. Demokrasi Langsung dan Demokrasi Tidak Langsung (ditinjau kelebihan dan kekurangannya).

  3. Perkembangan demokrasi di dunia sejak kelahirannya hingga saat ini.

  4. Perkembangan pelaksanaan demokrasi di Indonesia.


B. Masyarakat Madani (Civil Society)

1. Pengertian dan Ciri-Cirinya

Istilah civil society yang kini sering diterjemahkan dengan istilah masyarakat madani tampaknya semakin mendapat tempat di dalam wacana politik di Indonesia. Sebagai sebuah konsep, masyarakat madani berasal dari proses sejarah Barat. Akar perkembangannya dapat dirunut mulai Cicero dan bahkan sejak zaman Aristoteles. Yang jelas, Cicero yang mulai menggunakan istilah societes civilis dalam filsafatnya. Dalam tradisi Eropa sampai abad ke-18, pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian negara, yakni suatu kelompok yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain.

Diskusi-diskusi mutakhir tentang civil society pada umumnya berporos pada pemahaman de Tocqueville. Civil society dapat didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan di antaranya bercirikan (i) kesukarelaan (voluntary), (ii) keswasembadaan (self generating), (iii) keswadayaan (self supporting), (iv) kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan (v) keterkaiatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya. Dari pengertian tersebut civil society berwujud dalam berbagai organisasi yang dibuat oleh masyarakat di luar pengaruh negara. Lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial keagamaan, paguyuban, dan juga kelompok-kelompok kepentingan merupakan wujud dari kelembagaan civil society.
2. Perkembangan Masyarakat Madani (Civil Society)di Indonesia

Secara historis civil society di Indonesia telah muncul ketika proses transformasi akibat modernisasi terjadi yang menghasilkan pembentukan masyarakat baru yang berbeda dengan masyarakat tradisional. Dengan demikian, akar civil society di Indonesia bisa dirunut secara historis semenjak terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial Belanda. Hal tersebut mendorong terjadinya pembentukan masyarakat baru lewat proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hasilnya antara lain adalah munculnya kesadaran baru di kalangan kaum elit pribumi yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi-organisasi sosial modern di awal abad 20.

Dalam perjalanannya, pertumbuhan civil society di Indonesia pernah mengalami suatu masa yang cukup menjanjikan bagi pertumbuhannya. Hal ini terjadi sejak kemerdekaan sampai dengan 1950-an, yaitu pada saat organisasi-organisasi sosial dan politik dibiarkan tumbuh bebas dan memperoleh dukungan kuat dari warga masyarakat yang baru saja merdeka. Oleh karena itu, terciptalah kekuatan masyarakat yang mampu menjadi penyeimbang dan pengawas terhadap kekuatan negara. Sayang sekali iklim demikian itu tidak berlangsung lama karena ormas-ormas dan lembaga-lembaga sosial berubah menjadi alat bagi merebaknya aliran politik dan pertarungan berbagai ideologi. Pada awal 1960-an, akhirnya mengalami kemunduran yang nyata. Demokrasi terpimpin maupun orde baru membuat posisi negara semakin kuat sedangkan posisi rakyat lemah. Pada masa itu terjadi paradok, yaitu semakin berkembangnya kelas menengah pada masa orde baru ternyata tidak mampu mengontrol hegemoni negara karena ternyata kelas menengah di Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap negara dan penguasa. Kelas menengah di negeri ini juga masih punya problem kultural dan primordial, yaitu ada kelas menengah pribumi dan nonpribumi, muslim dan nonmuslim, Jawa dan non-Jawa. Hal ini berpengaruh terhadap munculnya solidaritas di kalangan para anggotanya. Akibatnya, negara mudah melakukan tekanan dan pencegahan bagi timbulnya solidaritas kelas menengah untuk memperluas kemandirinnya.
3. Asal Usul Istilah Masyarakat Madani (Civil Society)

Pada dasawarsa terakhir abad ke-20, telah lahir kembali dalam wacana dan gerakan politik global sebuah istilah yang telah lama dilupakan, yaitu istilah civil society (masyarakat madani). Istilah tersebut secara konseptual dikembangkan dari pengalaman era pencerahan Eropa Barat abad ke-1, yaitu pada masa munculnya kembali di Eropa Timur pada dasawarsa 1980-an sebagai jawaban terhadap negara dengan sistem partai sosialis (tunggal) yang otoriter yang kemudian dapat dijatuhkan. Dari Eropa Timur, gemanya kemudian menjalar dan menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Di Eropa Barat, gema tersebut mengambil bentuk tumbuhnya kritik sayap kanan terhadap negara kesejahteraan, sementara di Amerika Latin diartikulasikan dengan keinginan untuk bebas dari pemerintahan militer. Di sisi lain, di Afrika, Asia Timur, dan Timur Tengah, civil society digunakan untuk mengekpresikan keanekaragaman perjuangan untuk demokratisasi dan perubahan politik (Amin Abdullah, 2003:1).

Gema civil society (masyarakat madani) pada perkembangan berikutnya ternyata masuk ke dalam wacana lembaga-lembaga multilateral. Sebagai contoh, The Inter-American Development Bank (Bank Pembangunan Antar-Amerika) merintis sebuah proyek penguatan civil society di Amerika Latin pada dasawarsa 1990-an. Di samping itu, IDB (Bank Pembangunan Internasional), Bank Dunia, UNDP (Program Pembangunan PBB), Yayasan Soros, dan Pemerintahan Denmark, semuanya mulai membiayai program-program pengembangan civil society di Eropa Timur, Afrika, dan Amerika Latin. Dari fakta ini, istilah civil society telah berkembang dari sekedar konsep menjadi sebuah gerakan (Amin Abdullah, 2003:3).
4. Runtuhnya Orde Baru dan Bangkitnya Masyarakat Madani (Civil Society) di Indonesia

Wacana civil society telah menjadi salah satu cara untuk melepaskan kekecewaan atau ketidakpuasan sebagian warga masyarakat terhadap praktik-praktik politik Orde Baru yang sangat hegemonik dalam pengelolaan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan. Dalam penataan politik, misalnya, rezim Orde Baru melakukan hal-hal berikut ini.



  1. Reformasi pada tingkat elite dengan membentuk korporasi negara di mana militer, teknokrat, dan birokrat menjadi sendi-sendi utamanya.

  2. Depolitisasi arus bawah melalui kebijakan massa mengambang dan di kalangan mahasiswa melalui kebijakan normalisasi kehidupan kampus.

  3. Institusionalisasi politik dalam masyarakat dengan berbagai cara: (i) penyederhanaan sistem kepartaian dan penyatuan ideologi politik formal melalui asas tunggal Pancasila, (ii) dalam penataan kebudayaan, terutama yang terkait dengan ideologi bangsa, selain pengasastunggalan ideologi organisasi politik (dan organisasi masyarakat), juga dilakukan program penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) dengan memonopoli interpretasi Pancasila oleh negara, dan (iii) penerapan pendekatan keamanan kepada para pembangkang.

Dalam penataan ekonomi, rezim Orde Baru melakukan akumulasi modal melalui (i) mobilisasi kekuatan kelas borjuis nasional sebagai motornya, walaupun masih dimonopoli kelompok non-pribumi dan (ii) pelibatan diri secara aktif dalam sistem kapitalis dunia sehingga diperoleh dukungan, baik finansial, teknik, keahlian maupun politik dari lembaga-lembaga internasional yang berkepentingan dengan ekspansi sistem kapitalisme global. Dalam penataan sosial, rezim Orde Baru melakukan proses produksi dan reproduksi sosial melalui (i) penguasaan wacana yang menyangkut tema modernisasi, terutama pembangunan ekonomi dan (ii) penciptaan legalisme-konstitusionalisme atau pembuatan sub-wacana dan sub-praksis politik dengan acuan konstitusional.

Di tengah hegemoni negara era Orde Baru yang melakukan pembatasan dan penutupan ruang kebebasan itu, masyarakat madani (civil society) memperoleh momentumnya sebagai obyek wacana. Ketika bangsa Indonesia memasuki era reformasi sebagai koreksi terhadap era sebelumnya, wacana masyarakat madani (civil society) terakumulasi menjadi cita-cita ideal untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru. Pada awal era reformasi banyak seminar, diskusi, dan talkshow yang digelar dan artikel yang ditulis tentang membangun masyarakat Indonesia baru yang terkait dengan wacana masyarakat madani (civil society), baik secara eksplisit maupun implisit. Lebih dari itu, di era Habibie yang sangat singkat, masyarakat madani (civil society) telah dijadikan pemerintah sebagai acuan reformasi dan pembentukan masyarakat Indonesia baru melalui pendirian Tim Nasional Reformasi menuju Masyarakat Madani. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa sebagian besar dari fenomena komunalisme dan radikalisme massa itu menggunakan instrumen agama (bahasa, organisasi, simbol, dan sentimen) dalam ideologi dan gerakannya.


1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   30


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət