Ana səhifə

Untuk perguruan tinggi


Yüklə 1.49 Mb.
səhifə4/30
tarix26.06.2016
ölçüsü1.49 Mb.
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   30


A. Hakikat Warga Negara dan Pewarganegaraan di Indonesia


1. Penduduk dan Warga negara

Menurut pasal 26 ayat (2) UUD 1945, penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Menurut pasal 26 ayat (1) warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Menurut Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Indonesia, Warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.

Warga negara dari suatu negara berarti anggota dari negara itu yang merupakan pendukung dan penanggung jawab terhadap kemajuan dan kemunduran suatu negara. Oleh sebab itu, seseorang menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara, dan meninggalkannya serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945. Pernyataan ini mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat diklasifikasikan menjadi (i) penduduk, yaitu yang memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di wilayah negara itu, yang dapat dibedakan warga negara dengan Warga negara Asing (WNA) dan (ii) bukan penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa yang diberikan oleh negara (Kantor Imigrasi) yang bersangkutan, seperti turis.
2. Asas Kewarganegaraan

Setiap negara mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan. Dalam asas kewarganegaraan dikenal dua pedoman yaitu asas kelahiran (ius soli) dan asas keturunan (ius sanguinis).


a. Asas kelahiran (Ius soli)

Asas kelahiran (Ius soli) adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan tempat atau daerah kelahiran seseorang. Pada awalnya asas kewarganegaraan hanyalah ius soli saja. Hal itu didasarkan pada suatu anggapan bahwa seseorang yang lahir di suatu wilayah negara otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut. Lebih lanjut, dengan tingginya mobilitas manusia, diperlukan asas lain yang tidak hanya berpatokan pada kelahiran sebagai realitas bahwa orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda akan menjadi bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika asas ius soli ini tetap dipertahankan, si anak tidak berhak untuk mendapatkan status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar itulah kemudian muncul asas ius sanguinis.


b. Asas keturunan (Ius sanguinis)

Asas keturunan (Ius sanguinis) adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan pertalian darah atau keturunan. Jika suatu negara menganut asas ius sanguinis, seorang anak yang lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara seperti Indonesia, anak tersebut berhak mendapat status kewarganegaraan orang tuanya, yaitu warga negara Indonesia.


c. Asas perkawinan

Status kewarganegaraan dapat dilihat dari sisi perkawinan yang memiliki asas kesatuan hukum, yaitu paradigma suami isteri atau ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang mendambakan suasana sejahtera, sehat, dan bersatu. Di samping itu, asas perkawinan mengandung asas persamaan derajat karena suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Asas ini menghindari penyelundupan hukum, misalnya seorang yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara berpura-pura melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut, setelah mendapat kewarganegaraan itu ia menceraikan isterinya.


3. Pewarganegaraan (Naturalisasi)

Dalam naturalisasi ada yang bersifat aktif dan ada pula yang bersifat pasif. Dalam naturalisasi aktif seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak untuk menjadi warga negara dari suatu negara, sedangkan dalam naturalisasi pasif seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh suatu negara atau tidak mau diberi status warga negara suatu negara dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.



Sehubungan dengan problem status kewarganegaraan seseorang, apabila asas kewarganegaraan di atas diterapkan secara tegas dalam sebuah negara, akan mengakibatkan status kewarganegaraan seseorang mengalami hal sebagai berikut.

  1. Apatride, yaitu seseorang tidak mendapat kewarganegaraan disebabkan oleh orang tersebut lahir di sebuah negara yang menganut asas ius sanguinis.

  2. Bipatride, yaitu seseorang akan mendapatkan dua kewarganegaraan apabila orang tersebut berasal dari orang tua yang mana negaranya menganut ius sanguinis sedangkan dia lahir di suatu negara yang menganut asas ius soli.

  3. Multipatride, yaitu seseorang (penduduk) yang tinggal di perbatasan antara dua negara.

Dalam rangka memecahkan problem kewarganegaraan di atas setiap negara memiliki peraturan sendiri-sendiri yang prinsipnya bersifat universal sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 28D ayat (4) bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Oleh sebab itu, negara Indonesia melalui UU No.62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Indonesia menyatakan bahwa cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia adalah sebagai berikut: (i) karena kelahiran, (ii) karena pengangkatan, (iii) karena dikabulkan permohonan, (iv) karena pewarganegaraan, (v) karena perkawinan, (vi) karena turut ayah dan ibu, serta (vii) karena pernyataan.

Sebaiknya Anda Tahu Hakikat Warga negara
Pembicaraan tentang warga negara tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan tentang penduduk. Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal dalam suatu negara. Sah berarti tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dan tata cara masuk dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah negara yang bersangkutan.

Di dalam suatu negara, biasanya dibedakan antara orang asing dan warga negara. Orang asing adalah orang di luar warga negara. Orang asing yang berada di wilayah suatu negara dilindungi oleh hukum internasional. Jadi di mana pun ia berada berhak mendapatkan perlindungan dari negara yang bersangkutan. Pada dasarnya orang asing mendapat perlakuan yang sama. Perbedaan keduanya terletak pada perbedaan beberapa hak seperti hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum yang hanya dimiliki oleh warga negara, tidak oleh orang asing, begitu juga hak untuk diangkat menjadi pejabat negara.

Status kewarganegaraan dalam suatu negara biasanya terkait dengan dua asas, yaitu “ius sanguinis” (asas keturunan) dan asas “ius soli” (asas tempat kelahiran). Lazimnya kedua asas tersebut sama-sama dipakai dalam kewarganegaraan suatu negara. Secara khusus, di Indonesia, menurut UU No. 62 tahun 1958 disebutkan bahwa:”warga negara Republik Indonesia adalah orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau perjanjian atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia “.

4. Hak dan Kewajiban Warga negara

Pemahaman tentang hak dan kewajiban terlebih dahulu harus didasari oleh pemahaman tentang pengertian hak asasi manusia. Hak asasi manusia adalah sesuatu yang melekat pada diri seseorang sebagai ciptaan Tuhan agar mampu menjaga harkat, martabat, dan keharmonisan lingkungan. Hak asasi merupakan hak dasar yang melekat secara kodrati pada diri manusia dengan sifatnya yang universal dan abadi. Oleh karena itu, hak asasi manusia harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, tidak boleh diabaikan, tidak boleh dikurangi dan dirampas oleh siapapun. Hak asasi manusia perlu mendapat jaminan atas perlindungannya oleh negara melalui pernyataan tertulis yang harus dimuat dalam UUD negara. Peranan negara sesuai dengan pasal 1 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang HAM menyatakan bahwa negara, hukum, dan pemerintah, serta setiap orang wajib menghormati, menjunjung tinggi, dan melindungi hak asasi manusia.


a. Hak Warga negara Menurut UUD 1945

Dalam UUD 1945 telah dinyatakan hak warga negara yang meliputi lebih kurang 25 hak sebagai berikut.



    1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

    2. Berhak berserikat, berkumpul serta mengeluarkan pikiran

    3. Berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan.

    4. Berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan.

    5. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan kekerasan dan diskriminasi.

    6. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya.

    7. Berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia.

    8. Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

    9. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.

    10. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

    11. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

    12. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

    13. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.

    14. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

    15. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

    16. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

    17. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

    18. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlaskuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik negara lain.

    19. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

    20. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai guna mencapai persamaan dan keadilan.

    21. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

    22. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

    23. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

    24. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

    25. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.


b. Kewajiban Warga negara Menurut UUD 1945

Menurut UUD 1945, setiap warga negara Indonesia memiliki kewajiban untuk (i) menjunjung hukum dan pemerintah, (ii) ikut serta dalam upaya pembelaan negara, (iii) ikut serta dalam pembelaan negara, (iv) menghormati hak asasi manusia orang lain, (v) tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, (vi) ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta (vii) mengikuti pendidikan dasar.


5. Tugas dan Tanggung Jawab negara

Dalam rangka terpeliharanya hak dan kewajiban warga negara, negara memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :



  1. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agamanya.

  2. Negara atau pemerintah wajib membiayai pendidikan khususnya pendidikan dasar.

  3. Pemerintah berkewajiban mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

  4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran belanja negara dan belanja daerah.

  5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

  6. Negara memajukan kebudayaan manusia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dengan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

  7. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan kebudayaan nasional.

  8. Negara menguasai cabang-cabang produksi terpenting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak.

  9. Negara menguasai bumi, air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat.

  10. Negara berkewajiban memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.

  11. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

  12. Negara bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.


6. Hubungan Negara dengan Warganegara

Hubungan antara warga negara dengan negara, menurut Kuncoro Purbopranoto (Cholisin, 1999:21) dapat dilihat dari perspektif hukum, politik, kebudayaan, dan kesusilaan. Namun perspektif yang aktual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah perspektif hukum dan politik.



Pertama, pandangan dari perspektif hukum didasarkan pada konsepsi bahwa warga negara adalah seluruh individu yang mempunyai ikatan hukum dengan suatu negara (Isjwara, 1980:99). Hubungan hukum antara warga negara dan negara dibedakan atas (i) hubungan sederajat dan tidak sederajat dan (ii) hubungan timbal balik dan timbang timpang. Hubungan hukum yang cocok, antara warga negara dengan negara yang berasaskan kekeluargaan adalah sederajat dan timbal balik. Pendapat ini didasarkan pada pendapat Kuncoro Purbopranoto (Cholisin,1999:22) tentang governants dan governies atau yang memerintah dan yang diperintah. Dalam konteks pemerintahan seperti ini, tidak lagi dikenal perbedaan sifat atau hakikat, tetapi yang ada adalah perbedaan fungsi, yang pada hakikatnya merupakan kesatuan. Governants dan governies merupakan komponen yang hakikatnya sama-sama berwujud manusia. Oleh karena itu, keduanya sudah seharusnya merupakan satu kesatuan di dalam mewujudkan kehidupan negara yang manusiawi atau berpihak pada manusia. Perbedaan fungsi keduanya adalah perbedaan fungsi yang berimplikasi pada perbedaan tugas. Dalam konteks hubungan yang timbal balik, warga negara dan negara memiliki kedudukan yang tidak sederajat, dapat berakibat pada sulitnya penciptaan hubungan yang harmonis antara keduanya. Pihak yang diletakkan pada kedudukan yang lebih tinggi cenderung akan melakukan tindakan yang berbau dominasi dan hegemoni terhadap pihak yang diletakkan pada kedudukan yang lebih rendah. Hubungan hukum yang sederajat dan timbal balik, sesuai dengan ciri negara hukum Pancasila, meliputi (a) keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan, (b) hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan lembaga negara, (c) prinsip penyelesaian masalah secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir, (d) keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sifat hubungan hukum antara warga negara dengan pemerintah Indonesia dapat diformulasikan sebagai hubungan hukum yang bersifat sederajat dan timbal balik antara hak dan kewajiban. Di dalam pelaksanaan hukum tersebut harus disesuaikan juga dengan tujuan hukum di negara Pancasila, yaitu memelihara dan mengembangkan budi pekerti, kemanusiaan, serta cita-cita moral rakyat yang luhur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kedua, dari perspektif politik seorang warga negara adalah seorang individu yang bebas serta merupakan anggota suatu masyarakat politik jika bentuk pemerintahan menganut sistem demokrasi. Isjwara (1980:43) memberikan batasan politik sebagai perjuangan untuk memperoleh kekuasaan, teknik menjalankan kekuasaan, masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan, serta pembentukan dan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya (Miriam Budihardjo, 1999:10). Hakikat politik adalah kekuasaan atau power, tetapi tidak semua kekuasaan adalah kekuasaan politik. Ossip K. Flechteim membedakan kekuasaan politik menjadi dua macam, yaitu: (a) kekuasaan sosial yang terwujud dalam kekuasaan negara (state power) seperti lembaga pemerintah, parlemen (DPR), presiden; dan (b) kekuasaan sosial yang ditujukan kepada negara. Berdasarkan klasifikasi itu dinyatakan bahwa kekuasaan politik warga negara termasuk jenis kekuasaan yang kedua dan kekuasaan politik pemerintah merupakan kekuasaan yang pertama. Kegiatan yang dilakukan oleh warga negara terhadap pemerintah atau negara pada dasarnya adalah dalam rangka mempengaruhi pemerintah agar kepentingan-kepentingannya yang berupa nilai politik dapat direalisasikan oleh pemerintah. Bentuk kegiatan politik warga negara untuk memperoleh nilai-nilai politik tersebut bisa dalam bentuk partisipasi (mempengaruhi pembuatan kebijakan) dan dalam bentuk subyek (terlibat dalam pelaksanaan kebijakan).

Bentuk hubungan politik antara warga negara dengan pemerintah bisa berbentuk kooperatif, yaitu kerja sama saling menguntungkan dan kedudukan mereka masing-masing adalah sejajar, bisa juga kooptatif ataupun dalam bentuk paternalistik (negara sebagai patron dan kelompok sosial tertentu sebagai klien). Bentuk hubungan politik yang berasaskan kekeluargaan yang paling baik adalah bentuk kooperatif karena akan menunjang terciptanya hubungan politik yang harmonis antara warga negara dengan pemerintah. Konteks ini memberikan gambaran bahwa hubungan antara pemimpin dengan rakyat atau lebih khusus lagi antara pamong dan penduduk adalah hubungan timbal balik yang bersifat konstruktif atau hubungan yang saling membantu dan mengawasi, atau yang dapat diistilahkan hubungan yang “mong-kinemong”.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang hubungan warga negara dengan negara (pemerintah), dapat disimpulkan bahwa sifat hubungan politik kooperatif, saling membantu dan mengawasi, adalah yang paling tepat.
Sebaiknya Anda Tahu

Tiga Bentuk Hubungan antara Negara dan Warga negara


  1. Bentuk hubungan dimana negara sangat kuat (dominan) sementara warga negara sangat lemah menghasilkan “negara yang otoriter”.

  2. Bentuk hubungan dimana negara sangat lemah sementara warga negara sangat kuat (dominan) menghasilkan “negara yang anarkhis”.

  3. Bentuk hubungan dimana negara dan warga negara dalam posisi setara menghasilkan “negara yang madani”, inilah bentuk paling ideal yang dicita-citakan banyak bangsa.



Soal-Soal Latihan

A. Soal Uraian

  1. Jelaskan perbedaan pengertian penduduk dan warganegara!

  2. Apa yang dimaksud dengan ius soli itu?

  3. Apa pula yang dimaksud dengan ius sanguinis itu?

  4. Jelaskan perbedaan naturalisasi aktif dengan naturalisasi pasif!

  5. Terangkan perbedaan antara apatride dan bipatride!

  6. Sebutkan cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia menurut UU No.62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan!

  7. Sebutkan minimal 10 macam hak warga negara menurut UUD 1945!

  8. Sebutkan minimal 5 macam kewajiban warga negara menurut UUD 1945!

  9. Sebutkan minimal 5 macam tugas dan kewajiban negara!

  10. Terangkan 3 bentuk hubungan negara dan warga negara!


B. Tugas Diskusi

Bentuklah 4 kelompok di kelasmu, masing-masing kelompok membuat makalah sederhana dengan topik di bawah ini. Selanjutnya presentasikan makalah kelompok tersebut di depan kelas untuk didiskusikan.




  1. Pemenuhan hak- hak warga negara menurut UUD 1945 oleh negara

  2. Kesadaran warga negara untuk menunaikan kewajibannya

  3. Pelayanan negara terhadap rakyat setelah reformasi

  4. Hubungan negara dan warga negara setelah reformasi


B. Persamaan Kedudukan Warga negara dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara

  1. Persamaan Kedudukan Warga negara (Menurut Pembukaan UUD 1945)

Hak-hak asasi yang terdapat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 ini sangat dipengaruhi oleh hak-hak asasi yang dimuat dalam Pembukaan Konstitusi Prancis yang dikenal dengan nama “La Declaration des Droits del’homme et du Citoyen” (Hak Asasi Manusia dan Warga negara). Atas dasar pemikiran ini pandangan bangsa Indonesia tentang hak-hak asasi manusia berpangkal pada titik keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Pengakuan akan hak asasi manusia dinyatakan di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 yang berbunyi Kemerdekaan ialah hak segala bangsa….. Alinea ini menunjukkan pengakuan hak asasi manusia berupa hak kebebasan atau hak kemerdekaan dari segala bentuk penjajahan atau penindasan oleh bangsa lain. Pandangan ini menitikberatkan pada hak kemerdekaan bangsa dari pada kebebasan individu. Kebebasan individu diakui sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa dan negara. Selanjutnya, pada alinea 2 dinyatakan bahwa ….mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Hal ini menunjukkan adanya pengakuan atas hak asasi di bidang politik yang berupa kedaulatan dan ekonomi. Pada alinea 3 dinyatakan bahwa …atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa serta didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas ….. Alinea ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa kemerdekaan itu berkat anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Pada alinea 4 dinyatakan bahwa … melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia ….. Alinea ini merumuskan juga dasar filsafat negara (Pancasila) yang maknanya mengandung pengakuan akan hak-hak asasi manusia.


2. Persamaan Kedudukan Warga negara (dalam Pasal-Pasal UUD 1945)

Di dalam Batang Tubuh UUD 1945 termuat hak-hak asasi manusia/warga negara. Hal ini diatur di dalam pasal-pasalnya, di antaranya sebagai berikut.



Pasal 27 : Pasal ini berkenaan dengan hak jaminan dalam bidang hukum dan ekonomi.

Pasal 28 : Pasal ini memberikan jaminan dalam bidang politik berupa hak untuk mengadakan perserikatan, berkumpul dan menyatakan pendapat baik lisan maupun tulisan.

Pasal 28 A : Pasal ini memberikan jaminan akan hak hidup dan mempertahankan kehidupan.

Pasal 28 B : Pasal ini memberikan jaminan untuk membentuk keluarga, melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, jaminan atas hak anak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28 C : Pasal ini memberikan jaminan setiap orang untuk mengembangkan diri, mendapat pendidikan, memperoleh manfaat dari iptek, seni dan budaya, hak kolektif dalam bermasyarakat.

Pasal 28 D : Pasal ini mengakui jaminan, perlindungan, perlakuan dan kepastian hukum yang adil, hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan yang layak, kesempatan dalam pemerintahan dan hak atas kewarganegaraan.

Pasal 28 E : Pasal ini mengakui kebebasan memeluk agama, memilih pendidikan, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaran, memilih tempat tinggal. Juga mengakui kebebasan untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28 F : Pasal ini mengakui hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dengan melalui segala jenis saluran yang ada.

Pasal 28 G : Pasal ini mengakui hak perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda, rasa aman serta perlindungan dari ancaman. Juga mengakui hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan martabat manusia, serta suaka politik dari negara lain.

Pasal 28 H : Pasal ini mengakui hak hidup sejahtera lahir batin, hak bertempat tinggal dan hak akan lingkungan hidup yang baik dan sehat, hak pelayanan kesehatan, hak jaminan sosial, hak milik pribadi.

Pasal 28 I : Pasal ini mengakui hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun yaitu; hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak beragama, hak tidak diperbudak, hak diakui sebagai pribadi di depan hukum, hak tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut. Pasal ini juga mengkaui hak masyarakat tradisional dan identitas budaya.

Perlindungan, pemajuan dan penegakan hak asasi adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.



Pasal 28 J : Pasal ini menegaskan perlunya setiap orang menghormati hak asasi orang lain. Juga penegasan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia harus tunduk pada pembatasan-pembatasanya sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam negara demokratis.

Pasal 29 : Pasal ini mengakui kebebasan dalam menjalankan perintah agama sesuai kepercayaan masing-masing.

Pasal 31 : Pasal ini mengakui hak setiap warga negara akan pengajaran.

Pasal 32 : Pasal ini mengakui adanya jaminan dan perlindungan budaya.

Pasal 33 : Pasal ini mengandung pengakuan hak-hak ekonomi berupa hak memiliki dan menikmati hasil kekayaan alam Indonesia.

Pasal 34 : Pasal ini mengatur hak-hak asasi di bidang kesejahteraan sosial. negara berkewajiban menjamin dan melindungi fakir miskin, anak-anak yatim, orang telantar dan jompo untuk dapat hidup secara manusiawi.
3. Persamaan Kedudukan Warga negara (UUD 1945, DHR, dan Covenant PBB)

Sebagai ilustrasi berikut ini akan diberikan contoh sekaligus perbandingan berbagai hak, menurut UUD 1945, Declaration of Human Rights dan Covenant on Civil and Political Rights.


a. Hak atas kebebasan untuk mengeluarkan pendapat

Di dalam UUD 1945 pasal 28 dinyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU. Di dalam Declaration of Human Rights (DHR), pasal 19, dinyatakan bahwa setiap orang berhak kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apa pun juga dan tidak memandang batas-batas. Di samping itu, di dalam Covenant on Civil and Political Rights (CCPR), pasal 19, dinyatakan bahwa (1) setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan; (2) setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan menyampaikan segala macam penerangan dan gagasan tanpa menghiraukan pembatasan-pembatasan, baik secara lisan, maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain menurut pilihannya.


b. Hak atas kedudukan yang sama dalam hukum

Di dalam UUD 1945, pasal 27(1), dinyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Di dalam DHR, pasal 7 dinyatakan bahwa sekalian orang adalah sama terhadap UU dan berhak atas perlindungan hukum yang sama dengan tidak ada perbedaan. Di dalam CCPR, pasal 26 dinyatakan bahwa semua orang adalah sama terhadap hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Dalam hubungan ini, hukum melarang setiap diskriminasi serta menjamin semua orang akan perlindungan yang sama dan efektif terhadap diskriminasi atas dasar apa pun seperti ras, warna kulit, kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lain, bangsa asal atau kedudukan sosial-asal, milik,kelahiran atau kedudukan lainnya.


c. Hak atas kebebasan berkumpul

Di dalam UUD 1945, pasal 28 dinyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU. Di dalam DHR, pasal 20 dinyatakan bahwa (1) setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berapat; (2) tiada seorang jua pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan. Di dalam CCPR, pasal 21 dinyatakan bahwa hak berkumpul secara bebas diakui. Tiada satu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak ini, kecuali yang ditentukan oleh hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis, demi kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan dan moral umum atau perlindungan terhadap hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain.


d. Hak atas kebebasan beragama

Di dalam UUD 1945, pasal 29, dinyatakan bahwa (1) negara berdasar atas ke-Tuhanan Yang Mahaesa; (2) negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Di dalam DHR, pasal 18, dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun yang tersendiri. Di dalam CCPR, pasal 18, dinyatakan bahwa (1) setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan agama. Hak ini mencakup kebebasan untuk memeluk atau menerima agama atau kepercayaan pilihannya, serta kebebasan untuk baik secara pribadi atau pun bersama anggota masyarakat lingkungannya serta secara terbuka ataupun tertutup, menyatakan agama atau kepercayaannya melalui ibadah, ketaatan, tindakan dan ajaran. Di samping itu dinyatakan pula bahwa (2) tak seorangpun dapat dikenakan paksaan sehingga mengakibatkan terganggunya kebebasan untuk memeluk atau menerima agama atau kepercayaan pilihannya. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa (3) kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya hanya dapat dikenakan pembatasan menurut ketentuan ketentuan hukum dan yang perlu untuk menjaga keselamatan umum, ketertiban, kesehatan atau moral dan hak-hak dasar serta kebebasan orang lain. Lebih lanjut dinyatakan lagi bahwa (4) negara-negara peserta dalam Perjanjian ini mengikat diri untuk menghormati kebebasan orang tua dan di mana berlaku, wali hukum, untuk menjamin pendidikan agama dan moral anaknya menurut keyakinannya masing-msing.


e. Hak atas penghidupan yang layak

Di dalam UUD 1945, pasal 27 (2) dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Di dalam DHR, pasal 25 dinyatakan bahwa (1) setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk dirinya dan keluarganya, termasuk soal makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan di waktu mengalami pengangguran, janda, lanjut usia atau mengalami kekurangan nafkah lain-lain karena keadaan yang di luar kekuasaannya. (2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama. Di samping itu, di dalam Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR), pasal 11 dinyatakan bahwa (1) negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengakui setiap orang atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya, termasuk sandang, pangan, dan perumahan yang layak, dan perbaikan secara terus menerus dari lingkungan hidupnya. negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah yang wajar untuk menjamin terlaksananya hak tersebut, agar diakui kepentingan hakiki dari kerja sama internasional yang didasarkan atas persetujuan yang bebas.


f. Hak atas kebebasan berserikat

Di dalam UUD 1945, pasal 28 dinyatakan bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan UU. Di dalam DHR, pasal 23, (4) dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat sekerja untuk melindungi kepentingannya. Di dalam CESCR, pasal 8 dinyatakan bahwa (1) negara-negara peserta perjanjian ini mengikat diri untuk menjamin; (a) hak setiap oang untuk membentuk serikat sekerja dan menjadi anggota serikat sekerja pilihannya, sesuai dengan peraturan organisasi yang bersangkutan, guna meningkatkan serta melindungi kepentingan-kepentingan ekonomi dan sialnya. Tiada suatu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak ini, kecuali yang ditentukan oleh hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketetiban umum atau untuk melindungi hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain. (b) Hak bagi serikat sekerja untuk mendirikan federasi atau konfederasi nasional serta hak bagi yang tersebut belakangan untuk membentuk atau menjadi anggota organisasi serikat sekerja internasional. (c) Hak bagi serikat sekerja untuk bertindak secara bebas dan hanya dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum dan yang diperlukan dalam masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk melindungi hak-hak serta kebebasan-kebebasan orang lain. (d) Hak untuk melancarkan pemogokan, asalkan dijalankan menurut ketentuan-ketntuan hukum negara yang bersangkutan. Lebih lanjut, di dalam CCPR, pasal 22 dinyatakan bahwa (1) setiap orang berhak atas untuk berserikat, termasuk hak untuk membentuk dan ikut serta dalam serikat-serikat sekerja guna melindungi kepentingan-kepentingannya.


g. Hak atas pengajaran

Di dalam UUD 1945, pasal 31 dinyatakan bahwa (1) tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Di samping itu dinyatakan pula bahwa (2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan UU. Di dalam DHR, pasal 26 dinyatakan bahwa (1) setiap orang berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya dalam tingkat sekolah dasar. Pengajaran sekolah rendah harus diwajibkan.Pengajaran teknik dan vak harus terbuka bagi semua orang dan pelajaran tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kecerdasan. Di samping itu, di dalam pasal yang sama dinyatakan bahwa (2) pengajaran harus ditujukan kearah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pengajaran harus mempertinggi saling pengertian, rasa saling menerima serta rasa saling persahabatan antara semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan atau penganut agama, serta harus memajukan kegiatan-kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian. Selanjutnya dinyatakan bahwa (3) ibu-bapak mempunyai hak utama untuk memilih macam pengajaran yang akan diberikan kepada anak-anak mereka. Di dalam CESCR, pasal 13 dinyatakan bahwa (1) negara-negara perserta dalam perjanjian ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka sepakat bahwa pendidikan akan mengarah pada pengembangan penuh dari kepribadian orang serta kesadaran akan harga dirinya, serta memperkuat rasa hormat terhadap hak-hak manusia serta kebebasan-kebebasan dasar. Di samping itu dinyatakan pula bahwa (2) negara-negara peserta dalam perjanjian ini mengakui bahwa dalam usaha melaksanakan hak ini secara penuh: (a) Pendidikan dasar diwajibkan dan terbuka bagi semua orang. (b) Pendidikan menengah dalam segala bentuknya termasuk pendidikan teknik dan kejuruan menengah, akan diselenggarakan dan terbuka bagi semua melalui cara-cara yang layak, serta khususnya dengan dimulainya pendidikan cuma-cuma serta bertahap. (c) Pendidikan tinggi akan diusahakan terbuka bagi semua berdasarkan kesanggupan, melalui cara-cara yang layak, serta khususnya dengan dimulainya pendidikan cuma-cuma secara bertahap. (d)Pendidikan masyarakat dianjurkan atau ditingkatkan sejauh mungkin bagi mereka yang belum pernah atau belum menyelesaikan pendidikan dasar secara penuh. (e) Pengembangan sistem sekolah pada setiap tingkat digiatkan secara kuat, sistem beasiswa yang layak diadakan dan syarat-syaat materiil dari staf pengajar ditingkatkan secara terus menerus.


4. Persamaan Kedudukan Umat Manusia (Menurut UDHR PBB)

Secara garis besar macam-macam hak asasi manusia yang disinggung di dalam UDHR, di dalam kurang lebih 30 pasal, dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu (i) hak-hak politik dan yuridis, (ii) hak-hak atas martabat dan integritas manusia, dan (iii) hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya.

Apa perbedaan antara hak politik dan hak sipil? Di satu sisi, hak politik merupakan hak yang didapat oleh seseorang dalam hubungan sebagai seorang anggota di dalam lembaga politik, seperti hak memilih, hak dipilih, hak mencalonkan diri untuk men­duduki jabatan-jabatan politik, hak memegang jabatan-jabatan umum dalam negara atau hak yang menjadikan seseorang ikut serta di dalam mengatur ke­pentingan negara atau pemerintahan. Dengan kata lain lapangan hak-hak politik sangat luas, mencakup asas-asas masyarakat, dasar-dasar negara, tata hukum, partisipasi rakyat di dalamnya, pembagian kekuasaan, dan batas-batas ke­wenangan penguasa terhadap warga negaranya. Di sisi lain, hak-hak sipil dalam pengertian yang luas mencakup hak-hak ekonomi, sosial, dan kebudayaan; merupakan hak yang dinikmati oleh manusia dalam hu­bungan­nya dengan warga negara yang lainnya dan tidak ada hubungannya dengan penyelenggaraan kekuasaan negara, salah satu jabatan, dan kegiatannya.

Menurut perjanjian tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, yang termasuk hak-hak sipil dan politik antara lain ialah (i) hak atas hidup, (ii) hak atas kebebasan dan keamanan dirinya, (iii) hak atas keamanan di muka badan-badan peradilan, (iv) hak atas kebebasan berpikir, mempunyai keyakinan (conscience), beragama, (v) hak untuk mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan, (vi) hak atas kebebasan berkumpul secara damai, dan (vii) hak untuk berserikat. Lebih lanjut, yang termasuk hak asasi manusia ialah (i) hak atas pekerjaan, (ii) hak untuk membentuk serikat kerja, (iii) hak atas pensiun, (iv) hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan yang layak, dan (v) hak atas pendidikan.

Pembagian hak asasi manusia yang agak mirip dengan kedua covenant tersebut di atas, adalah yang mengikuti pembedaan sebagai berikut.


  1. Hak-hak asasi pribadi atau “personal rights”, yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.

  2. Hak-hak asasi ekonomi atau “property rights”, yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjualnya serta memanfaatkannya.

  3. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau yang biasa disebut “rights of legal equality”.

  4. Hak-hak asasi politik atau “political rights”, yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), hak mendirikan partai politik, dan sebagainya.

  5. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau “social and culture rights”, misalnya hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya.

  6. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau “procedural rights”, misalnya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.


5. Persamaan Kedudukan Warga negara ( DalamUU No. 39/1999 Tentang HAM)

Dalam amandemen kedua UUD 1945, ada ketentuan yang secara eksplisit menggunakan istilah hak asasi manusia, yaitu pada Bab XA yang berisikan pasal 28A s.d. 28 J (penyempurnaan pasal 28). Dalam UU No. 39 Tahun 1999 jaminan hak asasi manusia tampak lebih rinci lagi. Hal itu terlihat dari jumlah bab dan pasal-pasal yang dikandungnya relatif banyak yaitu terdiri atas 11 bab dan 106 pasal. Apabila dicermati, jaminan tentang hak-hak asasi manusia dalam UUD 1945 dan penjabarannya dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999, secara garis besar meliputi hal-hal berikut ini.



  1. Hak untuk hidup (misalnya hak mempertahankan hidup, memperoleh kesejahteraan lahir batin, dan memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat).

  2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.

  3. Hak mengembangkan diri (misalnya hak pemenuhan kebutuhan dasar, meningkatkan kualitas hidup, memperoleh manfaat dari Iptek, memperoleh informasi, dan melakukan pekerjaan sosial).

  4. Hak memperoleh keadilan (misalnya hak kepastian hukum dan persamaan di depan hukum).

  5. Hak atas kebebasan pribadi (misalnya hak memeluk agama, keyakinan politik, memilih status kewarganegaraan, berpendapat dan menyebarluaskannya, mendirikan parpol, LSM dan organisasi lain, bebas bergerak, dan bertempat tinggal).

  6. Hak atas rasa aman (misalnya hak memperoleh suaka politik, perlindungan terhadap ancaman ketakutan, melakukan hubungan komunikasi, perlindungan terhadap penyiksaan, dan penghilangan nyawa).

  7. Hak atas kesejahteraan (misalnya hak milik pribadi dan kolektif, memperoleh pekerjaan yang layak, mendirikan serikat kerja, bertempat tinggal yang layak, kehidupan yang layak, dan jaminan sosial).

  8. Hak turut serta dalam pemerintahan (misalnya hak memilih dan dipilih dalam pemilu, partisipasi langsung dan tidak langsung, diangkat dalam jabatan pemerintah, dan mengajukan usulan kepada pemerintah).

  9. Hak wanita (hak yang sama/tidak ada diskriminasi antara wanita dan pria dalam bidang politik, pekerjaan, status kewarganegaraan, dan keluarga/perkawinan).

  10. Hak anak (misalnya hak perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara, beribadah menurut agamanya, berekspresi, perlakuan khusus bagi anak cacat, perlindungan dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, pelecehan seksual, perdagangan anak, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya).


Soal-Soal Latihan

A. Soal Uraian

  1. Jelaskan bahwa pembukaan UUD 1945 juga mengamanatkan persamaan kedudukan manusia dan persamaan kedudukan warga negara!

  2. Sebutkan beberapa pasal dalam UUD 1945 yang mengatur persamaan kedudukan setiap warga negara!

  3. Jelaskan ketentuan dalam UUD 1945 dan UDHR yang menyatakan persamaan kedudukan manusia dan warga negara untuk menyatakan pendapat!

  4. Jelaskan ketentuan dalam UUD 1945 dan UDHR yang menyatakan persamaan kedudukan manusia dan warga negara dalam hukum!

  5. Jelaskan ketentuan dalam UUD 1945 dan UDHR yang menyatakan persamaan kedudukan manusia dan warga negara untuk berserikat dan berkumpul!

  6. Jelaskan ketentuan dalam UUD 1945 dan UDHR yang menyatakan persamaan kedudukan manusia dan warga negara untuk beragama!

  7. Jelaskan ketentuan dalam UUD 1945 dan UDHR yang menyatakan persamaan kedudukan manusia dan warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak!

  8. Jelaskan ketentuan dalam UUD 1945 dan UDHR yang menyatakan persamaan kedudukan manusia dan warga negara untuk mendapatkan pengajaran!


B. Tugas Diskusi

Bentuklah 6 kelompok di kelasmu, masing-masing kelompok membuat makalah sederhana dengan topik di bawah ini. Selanjutnya, presentasikan makalah kelompok tersebut di depan kelas secara bergantian.



      1. Persamaan kedudukan warga negara untuk menyatakan pendapat!

      2. Persamaan kedudukan warga negara dalam hukum!

      3. Persamaan kedudukan warga negara untuk berserikat dan berkumpul!

      4. Persamaan kedudukan warga negara untuk beragama!

      5. Persamaan kedudukan warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak!

      6. Persamaan kedudukan warga negara untuk mendapatkan pengajaran!


C. Menerapkan Prinsip Persamaan Warga negara dalam Berbagai Bidang Kehidupan

1. Persamaan Hak untuk Mengemukakan Pendapat

Reformasi telah memberikan perubahan hampir di semua sektor. Perubahan itu tidak hanya di dunia politik tetapi juga menyangkut kebebasan mengeluarkan pendapat. Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) telah memberi warna baru bagi dunia pers yang berbeda dari era orde baru. Pers lebih memiliki peluang untuk berpendapat secara terbuka dan ini merupakan suasana yang mendukung bagi industri pers nasional. Kebebasan Pers telah ikut memberikan pencerahan dalam perubahan-perubahan sosial yang penting di masyarakat. Ini berarti Pers memiliki kebebasan dalam peranannya sebagai jembatan informasi kepada khalayak. Pers menyuguhkan berita disamping aktual juga faktual, sementara masyarakat sendiri juga memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan menitipkan pesan, pendangan, kritik, protes, tentang realitas persoalan yang mereka hadapi baik yang terkait dengan kepentingan bangsa dan negara tanpa keraguan kepada Pers.



Untuk membuat pers Indonesia lebih profesional, bertanggung jawab, dan menghormati hak asasi manusia sesuai dengan peranan pers sebagai media informasi, ada beberapa ketentuan yang harus di taati. Sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam Pasal 6 UU, pers diwajibkan untuk (i) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, (ii) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan, (iii) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, (iv) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta (v) memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Di sisi lain, penegasan kemerdekaan pers yang tertuang dalam Pasal 4, UU No 40 Tahun 1999 berupa pernyatakan bahwa (i) kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, (ii) terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran, (iii) untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan, dan informasi, serta (iv) dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Sebaiknya Anda Tahu

Hakikat Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat

Secara kodrati setiap individu manusia memiliki kehendak untuk menyampaikan atau tidak menyampaikan dan menerima atau menolak suatu hal yang menjadi buah pikirannya kepada orang lain. Jika kehendak ini tidak bisa diwujudkan, hak-hak orang untuk mengemukakan pendapat telah dirampas dan dikekang. Mengkomunikasikan sesuatu yang ada pada akal manusia merupakan kebutuhan fundamental dalam nilai kehidupan manusia. Sejak terbentuknya masyarakat dengan kehidupan yang sederhana sampai dengan kehidupan yang modern hak kemerdekaan berpendapat sangat menetukan perkembangan masyarakat tersebut.

Jaminan perlindungan hak kemerdekaan mengemukakan pendapat ini tertuang dalam peraturan nasional maupun internasional sebagai berikut.

  1. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas-batasnya.

  1. Kovenan hak-hak Sipil dan Politik, Pasal 19

Setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan. Selain itu, setiap orang berhak untuk mencari, menerima, dan menyampaikan segala macam penerangan dan gagasan tanpa menghiraukan pembatasan-pembatasan, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain menurut pilihannya.

Pelaksanaan hak-hak yang tercantum dalam ayat-ayat dari Pasal ini membawakan kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab yang khusus. Oleh sebab itu, dapat dikenakan pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi pembatasan-pembatasan ini terbatas pada yang sesuai dengan ketentuan hukum dan yang perlu, yaitu dalam hal untuk menghormati hak-hak atau nama baik orang lain, dan untuk perlindungan keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan dan moral umum.

3. Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945.

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisandan sebagainya ditetapkan dengan Undang Undang.

Selanjutnya dalam Pasal 28 E ayat (3) disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Lebih jauh lagi amandeman UUD 1945 dalam Pasal 28 F menyatakan bahwa setiap orang yang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenia saluran yang tersedia.

Undang-Undang Dasar 1945 menjadi faktor penting yang selama perjalanan bangsa ini telah berhasil mengikat bangsa Indonesia yang berbhinneka dalam suku bangsa, bahasa, budaya, agama, adat istiadat. Oleh karena itu penyempurnaan dalam amandemen dirasakan perlu dan tentunya dengan menyesuaikan keadaan di masyarakat agar UUD 1945 dapat terus menerus menjadi konsitusi yang efektif, mengikat dan memberikan semangat bagi bangsa Indonesia.
2. Persamaan Hak untuk Berunjuk Rasa (UU No.9/1998)

Melalui Undang-Undang No 9 tahun 1998 tata cara penyampaian pendapat di muka umum diatur sebagai berikut.



  1. Unjuk rasa atau demonstrasi sebagai bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya secara demonstratif. Demonstrasi diartikan sebagai unjuk rasa; tindakan bersama untuk menyatakan protes. Pendapat yang disampaikan dalam unjuk rasa bisa juga berupa kritik konstruktif atas kebijakan-kebijakan pemerintah. Dalam berdemontrasi para demonstran harus tetap menjaga ketertiban, kedamaian, keamanan, dan tidak bertindak anarkis dengan secara sewenang-wenang merusak fasilitas umum seperti rambu-rambu lalu lintas, telpon umum, dan sebagainya. Demontrasi yang dilakukan secara anarkis hanya akan menimbulkan kerusuhan dan kerugian. Berunjuk rasa bisa menggunakan media seperti poster, spanduk-spanduk yang bertuliskan pesan, pendapat, protes, atau kritik.

  2. Pawai sebagai cara penyampaian pendapat di muka umum dengan arak-arakan di jalan umum.

  3. Rapat umum sebagai cara mengemukakan pendapat dengan pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu.

  4. Mimbar bebas sebagai cara penyampaian pendapat di muka umum dengan mengadakan pertemuan yang dilakukan secara bebas tanpa tema tertentu.

Cara mengemukakan pendapat apapun yang digunakan, setiap orang harus menjunjung tinggi keutuhan, persatuan, dan kesatuan bangsa, menjauhkan diri dari permusuhan, kebencian dengan sesama, dan jangan sampai melakukan penghinaan, pelecehan terhadap suku, agama, ras, antargolongan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebaiknya Anda Tahu

Unjuk Rasa Tuntut Pendidikan Murah

Samarinda, Kompas - Puluhan aktivis mahasiswa dari organisasi massa yang mengatasnamakan Forum Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat Peduli Pendidikan Kalimantan Timur melakukan unjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Selasa (4/5). Pengunjuk rasa menuntut agar Pemerintah Provinsi Kaltim memberikan pendidikan yang murah bagi rakyat.

Pengunjuk rasa juga meminta kesejahteraan guru lebih diperhatikan dan guru diperlakukan secara adil seperti pegawai di sektor lain. Elemen mahasiswa yang berunjuk rasa adalah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mulawarman, BEM Politeknik Negeri Samarinda, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Kaltim, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Samarinda, Gempar Samarinda, dan HMI Kaltim.

"Anggaran pendidikan masih sangat kurang, kami menuntut adanya pendidikan murah dan kesejahteraan para tenaga pendidik ditingkatkan," ujar Adi Supriyadi, aktivis dari BEM Universitas Mulawarman.

Diungkapkan Adi, Kaltim merupakan daerah yang kaya terbukti dengan jumlah APBD sangat besar, yakni sekitar Rp 3 triliun. Akan tetapi, anggaran untuk sektor pendidikan hanya sekitar Rp 85 miliar. Angka itu mencerminkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tidak peduli pada pendidikan.

Ditambahkan, kondisi yang lebih memprihatinkan, dari jumlah penduduk Kalimantan Timur sebanyak 2,7 juta, 40 persennya atau 1,08 juta tidak mendapatkan pendidikan yang layak. "Akibat yang paling dirasakan adalah masyarakat Kaltim kembali terbelakang
(dikutip dari Kompas, Rabu, 5 Mei 2004)
3. Persamaan Hak Bela negara (UUD 1945 Sebelum Amandemen)

Setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 tidak segera dibentuk tentara kebangsaan. UUD 1945 sendiri hanya memuat dua pasal mengenai angkatan perang dan pembelaan negara. Di dalam Pasal 10 ditetapkan bahwa presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara. Pada Pasal 30 ditentukan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Syarat-syarat tentang pembelaan negara diatur dengan undang-undang. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila perkembangan tentara Indonesia dalam negara Kesatuan Republik Indonesia lebih banyak ditentukan oleh dinamika jalannya revolusi perjuangan bangsa daripada oleh ketentuan UUD.

Yang dimaksud warga negara ialah orang-orang Indonesia baik asli maupun keturunan yang tunduk kepada hukum dasar Indonesia dan hukum-hukum lain yang mengikutinya, baik bertempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maupun yang berada di luar wilayah itu. Dengan demikian, yang berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara itu tidak terbatas pada kalangan angkatan bersenjata tetapi seluruh warga negara, baik pedagang, petani, pegawai, karyawan perusahaan, abang becak, para ibu rumah tangga, mahasiswa serta pelajar semua wajib ikut membela negaranya.

Sejarah membuktikan jauh sebelum Indonesia merdeka bahwa kesadaran bela negara di kalangan rakyat sudah ada. Sebagai bukti, perlawanan terhadap penjajah dilakukan oleh rakyat bangsa ini sejak pertama kali datangnya penjajah di bumi Nusantara ini. Sebagai contoh, di antaranya ialah Perang Bali (1814-1849), Perang Padri (1821-1837), Perang Diponegoro atau disebut juga Perang Jawa (1825-1830), Perang Batak (1870-1907), dan Perang Aceh (1870-1904). Di samping itu, perlawanan rakyat Indonesia terhadap Belanda pada masa revolusi fisik dapat ditunjukkan pula sebagai bukti. Semua orang yang masih kuat, para pemuda serta pemudi, baik pegawai negeri maupun swasta, para petani dan pedagang, bahkan tuna karya semua terjun dalam kancah perlawanan terhadap Inggris dan Belanda. Dalam mendukung perlawanan itu, ada yang berjuang di garis depan, ada yang bekerja di dapur umum, para petani menyediakan beras dan lauk pauknya, penduduk menyediakan rumah-rumahnya untuk para pejuang, para pedagang menyediakan barang-barang kebutuhan untuk para prajurit serta rakyat umum yang sedang ikut revolusi. Tidak jarang mereka juga mengusahakan persenjataan untuk kepentingan perlawanan, yang semuanya dilakukan atas dasar kesadaran tanpa pamrih, tanpa memikirkan balas jasa dan kedudukan.

Keterangan di atas menjelaskan bahwa pembelaan negara bukanlah hanya berarti kita semua harus menyandang senjata, melainkan mempunyai arti luas, yaitu pembelaan dalam segala bidang kehidupan, baik perekonoman, politik, ideologi, sosial, budaya dan kemiliteran.
4. Persamaan Hak Bela negara (UUD 1945 Setelah Amandemen)

Sehubungan dengan hak bela negara, sesuai dengan UUD 1945 setelah Amandemen, perlu diperhatikan ketentuan yang tercantum di dalam beberapa pasal berikut ini.



Pasal 27 Ayat 3 : Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Pasal 30 Ayat 1 : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Pasal 30 Ayat 2 : Usaha pertahanan dan keamanan dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta oleh TNI (Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara), dan Polri sebagai kekuatan utama serta rakyat sebagai kekuatan pendukung.

Pasal 30 Ayat 3 : TNI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

Pasal 30 Ayat 4 : Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum.

Pasal 30 Ayat 5 : Susunan dan kedudukan TNI, Kepolisian negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan TNI dan Kepolisian negara Republik Indonesia didalam menjalankan tugas, syarat-syarat keikut sertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan negara diatur dengan undang-undang.
5. Persamaan Hak Bela negara (UU No. 3/ 2002 Tentang Pertahanan negara)

Sehubungan dengan hak bela negara, sesuai dengan UU No. 3/2002 tentang pertahanan negara, perlu diperhatikan ketentuan yang tercantum di dalam beberapa pasal berikut ini.


Pasal 9 ayat (1) : Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.

Pasal 9 ayat (2) : Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), diselenggarakan melalui pendidikan kewargangaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasioal Indonesia secara sukarela atau secara wajib, serta pengabdian sesuai profesi .

Pasal 9 ayat (3) : Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.

Pasal 2 : Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.

Pasal 4 : Pertahanan negara bertujan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.
6. Persamaan Hak Warga negara dalam Hukum

a. Hak-hak Tersangka, Terdakwa, dan Saksi

Sebagaimana telah dirumuskan dalam KUHAP Pasal 1 butir ke 14, tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Terhadap tersangka harus tetap diberlakukan asas praduga tak bersalah. Seorang tersangka memang bisa ditangkap dan ditahan, tetapi tata cara penangkapan dan penahanannya harus sesuai dengan undang-undang. Di dalam KUHAP Pasal 1 butir ke 5 disebutkan bahwa terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan. Begitu juga terhadap terdakwa, dia harus tetap diperlakukan secara adil, hak-haknya harus tetap dihormati sesuai ketentuan undang-undang.

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengarnya, dilihatnya, atau dialaminya sendiri. Setiap warga negara seharusnya mau menjadi saksi apabila ia mengetahui sebuah perkara pidana. Fungsi saksi ini sangat penting dalam menegakkan kebenaran. Indonesia sudah waktunya untuk memiliki undang-undang tentang perlindungan saksi mengingat banyak saksi yang terancam ketenteraman dan keselamatan hidupnya karena dituduh mencemarkan nama baik tersangka atau terdakwa. Akibatnya, banyak orang menghindar untuk menjadi saksi.
Sebaiknya Anda Tahu

Setiap Warga negara Harus Diperlakukan Adil di Depan Peradilan.


  • Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

  • Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.

  • Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945.

  • Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

  • Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.


b. Menghormati Asas Praduga Tak Bersalah

Dalam pasal 8 UU No. 14 tahun 1970 dinyatakan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan, yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Berdasarkan asas ini, bagi seseorang sejak disangka melakukan tindak pidana tertentu sampai mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti dari hakim pengadilan, masih memiliki hak-hak individunya sebagai warga negara. Dengan hak-hak individu tersebut, seseorang dapat mengajukan dirinya kepada yang berwenang untuk segera mendapat permohonan oleh penyidik (tidak dibiarkan sampai berlarut-larut dengan alasan banyak tugas), hak segera mendapat pemeriksaan oleh pengadilan dan mendapat putusan yang seadil-adilnya, hak untuk memperoleh pemberitahuan tentang hal yang disangkakan dan didakwakan, hak untuk mempersiapkan pembela, hak untuk memperoleh juru bahasa kalau dirinya kurang paham menggunakan bahasa Indonesia, hak untuk mendapat bantuan hukum dan selama berada di tahanan berhak untuk mendapat kunjungan dari keluarga.


Sebaiknya Anda Tahu

Setiap Warga negara Harus Diperlakukan Sama di Depan Hukum

  • Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang.

  • Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

  • Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

  • Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

  • Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.

  • Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud di atas dipidana. Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang.
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   30


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət