Ana səhifə

Pendekar Buta Kho Ping Hoo


Yüklə 1.46 Mb.
səhifə13/60
tarix24.06.2016
ölçüsü1.46 Mb.
1   ...   9   10   11   12   13   14   15   16   ...   60

Langkah kaki yang ringan dan lesu mendekati pohon. Hidung Kun Hong kembang-kempis. Keharuman yang sedap dan aneh mengalir memasuki lubang hidungnya, bau yang luar biasa harumnya seperti....... seperti apakah gerangan?

Tidak ada bunga yang seharum ini, harum yang tidak memuakkan, tidak keras, seperti harum bunga mawar? Tidak, lain lagi. Seperti harum minyak wangi dan dupa? Juga bukan, sungguhpun memiliki daya penenteram rasa seperti keharuman dupa. Apakah bau cendana? Juga bukan, cendana terlalu wangi sehingga memusingkan kepala. Tiba-tiba wajah Kun Hong tersenyum berseri. Inikah bau sedap seperti bau anak kecil? Ya, pernah dalam perantauannya dia dimintai tolong orang supaya mengobati anak-anak dan seperti inilah anak bayi itu baunya. Sedap dan mengamankan hati!

Kun Hong berdebar hatinya. Nona ini amat dekat dengannya, hanya terpisah batang pohon. Pernapasannya saja terdengar olehnya, napas yang panjang-panjang dan halus sungguhpun desir napas itu menyatakan bahwa orangnya mengalami kelelahan. Tidak aneh setelah bermain pedang mempergunakan tenaga Iweekang seperti itu. Nona itu mencabut pedang yang tadi dilontarkan menancap pada pohon. Dari suara cabutan ini dengan kagum sekali Kun Hong mendapat kenyataan bahwa pedang itu menancap setengahnya lebih ke dalam batang pohon, hal yang membuktikan lagi akan hebatnya tenaga Iweekang nona ini.

Dengan langkah gontai, seperti langkah seorang yang baru sembuh daripada penyakit yang lama diderita, lemas dan lesu dengan kaki diseret nona itu meninggalkan pohon, kembali ke tempat tadi. Lalu terdengar oleh Kun Hong betapa dara itu duduk, menggerak-gerakkan tangan agaknya menyusut peluh dengan saputangan sutera yang dia dengar tadi di antar datang oleh A Man, Setelah itu gadis itu minum lambat-lambat, dengan teguk-teguk kecil, agaknya susu madu tadi. Tak terasa lagi Kun Hong menelan ludah dan tiba-tiba saja terasa betapa lapar perutnya dan haus kerongkongannya. Sejak kemarin sore dia tidak makan atau minum lagi, yaitu sesudah menyikat habis makanan dan minuman hasil curian Loan Ki. Loan Ki juga tentu lapar dan haus seperti aku pula pikirnya. Ah, di mana Loan Ki? Seakan-akan baru sadar daripada sebuah mimpi indah, Kun Hong teringat akan Loan Ki dan hatinya terbuka, penuh kekhawatiran. Masih hidupkah Loan Ki? Dan di mana ia?

"Benar-benar aku tiada guna......."

Kun Hong memaki diri sendiri. "Loan Ki terjerumus dan hilang, belum tahu mati atau masih hidup dan....... dan aku.......aku terlongong saja di sini mau apa?"

Hampir marah Kun Hong kepada dirinya sendiri. Baru sekarang dia merasa betapa dia sudah seperti tergila-gila kepada nona bersuara bidadari itu. Mukanya ditengadahkan ke arah angkasa, bibirnya bergerak-gerak dalam bisikan "Cui Bi....... kau tentu suka memaafkan aku....... nona yang di depan ini memang terlalu luar biasa ......."

Setelah berbisik seperti itu dia sudah menggerakkan kaki sambil mengerahkan ginkangnya agar dapat pergi dari situ tanpa terdengar orang. Akan tetapi baru saja kakinya diangkat sambil dia membalikkan tubuh hendak pergi, kaki itu berhenti seperti tertahan oleh suara senandung di belakangnya. Suara bidadari itu bersenandung? Biarpun hanya bersenandung, tidak bernyanyi nyaring, namun suara itu bagi pendengaran Kun Hong sedemikian merdunya sehingga dia menahan napas dan miringkan kepala untuk dapat menangkap kata-kata nyanyian dalam senandung itu.


"Daun labu belum layu anak sungai masih berlagu kutunggu, tuanku. Air sungai melimpah ruah kuda betina menjerit resah kutunggu, kekasihku. Bahtera menanti kita mengantar ke pantai kita kutunggu, sahabatku!"

Lemas kedua lutut Kun Hong. Tak terasa pula dia berlutut lalu duduk bersimpuh di atas tanah. Kulit mukanya tergetar-getar, bergerak-gerak, apalagi di sekitar kedua lubang bekas mata yang tertutup kelopak (pelupuk mata). Bukan main suara itu! Tadi baru mendengar suara itu bicara saja dia sudah kagum bukan main, suara yang dapat menggetarkan dan menyinggung tali halus hatinya. Kini suara itu bersenandung, bukan main! Dada Kun Hong serasa hendak meledak oleh nikmat yang didatangkan oleh senandung itu. Dia sendiri seorang ahli sastera, seorang penggemar bacaan, baik filsafat maupun sanjak-sanjak kuno. Dan kata-kata nyanyian yang keluar bagaikan tetesan-tetesan embun mutiara di ujung daun hijau di waktu subuh itu, dia pun pernah membacanya.

Sanjak lama, amat kuno akan tetapi masih saja mempunyai arti yang membayangkan keadaan hati seseorang. Jelas, dara bersuara bidadari ini sedang dirundung malang, dibuai sedih oleh kesepian, dimabuk khayal lamunan. Mungkinkah ada hubungannya dengan percakapan tentang jodoh dengan ibunya tadi?

Masih terngiang di telinga Kun Hong suara yang nikmat itu dan dia masih juga duduk bersimpuh ketika dia mendengar betapa nona itu pergi meninggalkan tempat itu dengan langkah-langkah gontai. Setelah langkah itu tidak terdengar lagi dan keadaan di situ benar-benar sunyi tiada orang, Kun Hong melangkah ke luar dari tempat sembunyinya. Bagaikan didorong oleh tangan tak tampak, atau ditarik oleh besi sembrani, kedua kakinya melangkah ke arah tempat di mana dara tadi bernyanyi. Tongkatnya tertumbuk pada sebuah meja batu yang dikelilingi tiga buah bangku batu yang halus dan dingin. Bau harum yang tadi masih mengambang di udara di sekitar tempat itu, lebih terasa kini. Kun Hong meraba bangku dingin halus, lalu duduk menghadapi meja, termenung.

Tanpa disengaja tangannya yang meraba meja menyentuh sesuatu yang halus di atas meja. Saputangan sutera! Agak basah dan hangat. Air mata? Keringat? Seperti dalam mimpi Kun Hong meremas saputangan sutera itu, lalu mengendurkan tangannya, hatinya merasa khawatir kalau-kalau remasannya akan merusak benda halus lemas berbau harum itu. Kemudian, dengan tangan gemetar saputangan itu dia dekatkan ke mukanya, bau harum mengeras, tapi dia menahan tangannya. Wajah Cui Bi terbayang dan muka Kun Hong menjadi merah sekali. "Maaf, Cui Bi....... dia terlalu luar biasa......." setelah berkata demikian dia membenamkan mukanya ke dalam saputangan itu.

Ganda harum semerbak saputangan sutera itu membuat Kun Hong mabuk dan tenggelam di alam lamunan. Wajah Cui Bi terbayang, maka keras dia mendekap saputangan itu pada mukanya, seakan-akan yang didekap dan dibelainya itu adalah wajah Cui Bi kekasihnya. Terluaplah segenap rindu berahi yang selama bertahun-tahun dia kekang, dia bendung, dia tahan.

"Cui Bi........ Bi-moi....... dewi pujaan....... di mana kau.......?" Kun Hong mengeluh, menciumi saputangan dan beberapa butir air mata menetes dari sepasang mata yang tak berbiji lagi itu. Sedih perih membuat dia merasa nelangsa ketika sadar bahwa kekasih yang amat dirindukannya itu telah tiada dan tak tertahankan lagi Kun Hong menitikkan air mata yang membasahi saputangan sutera berganda harum itu.

Betapapun kuat batin Kun Hong, dia tetap seorang manusia biasa. Sekali waktu tentu akan tunduk dan kalah oleh arusnya perasaan yang mencengkeram hati, mencengkam pikiran. Apalagi perasaan rindu dendam bagi seorang muda amatlah berat dilawan. Kun Hong pemuda gemblengan itu, yang biarpun sudah buta namun masih memiliki kegagahan dan kesaktian yang melebihi orang-orang melek, kini bagaikan dilolosi seluruh otot di tubuhnya, lemas dan berlutut menciumi saputangan sambil menitikkan air mata seperti laku seorang wanita berhati lemah! Saking hebatnya dia dipengaruhi perasaan sendiri, dia menjadi lengah dan pendengarannya tidak dapat menangkap suara halus dari langkah kaki yang mendekati tempat itu, bahkan yang datang menghampirinya. Langkah halus dan ringan dari sepasang kaki yang bersepatu merah, dan yang menghampirinya dari belakang.

"Pencuri busuk, berani kau memasuki tamanku? Hayo berlutut di depan nonamu!" Suara ini nyaring dan merdu, namun mengandung getaran galak dan tinggi hati Kun Hong terkejut, seakan-akan disendal dari dunia lamunannya. Dengan gugup dia mencengkeram saputangan itu dan membalikkan tubuhnya dengan siap karena dia mendengar suara pedang dicabut oleh wanita yang memakinya ini. Tongkatnya dipegang erat karena biarpun dari suaranya dia dapat mengenal seorang gadis remaja yang galak, namun gadis ini dapat datang tanpa dia ketahui, tanda bahwa ilmu kepandaiannya juga tinggi, maka dia harus siap menghadapi bahaya serangannya.

Akan tetapi gadis itu mengeluarkan seruan tertahan ketika melihat bahwa orang yang dibentaknya itu kiranya hanya seorang buta. Ia mendengus penuh ejekan lalu menyimpan kembali pedangnya.

"Hah, kiranya hanya seorang jembel buta! Sungguh tidak punya guna para penjaga itu. Orang macam ini dikatakan menimbulkan onar? Hee, jembel buta, apakah kau bersama seorang gadis yang datang ke pulau kami secara menggelap? Hayo berlutut dan jawab baik-baik kalau tidak ingin nonamu turun tangan sendiri memberi hajaran kepadamu!"

Mengkal sekali rasa hati Kun Hong mendengar suara seorang dara muda begini galak memaki-niaki dan menghinanya, akan tetapi dia tetap tersenyum sabar, bangkit berdiri dan menjura.

"Maaf, Nona. Aku seorang buta yang tidak mengenal jalan telah tersesat sampai di sini tanpa disengaja, harap Nona sudi memberi maaf."

"Maaf ? Enak saja bicara! Orang luar yang berani memasuki pulauku ini tak boleh keluar dalam keadaan hidup lagi. Kau jembel buta berani masuk ke sini dan seperti orang mabuk menangis menciumi saputangan. Hemm, kiranya kau selain buta juga gila. Kau terlalu kotor untuk mampus di tanganku. Heeiii, A Man.......!!" Suara memanggil ini amat nyaring, mengandung tenaga khikang yang kuat sekali sehingga diam-diam Kun Hong kagum. Kiranya gadis galak ini memiliki kepandaian yang hebat juga, terang tidak di sebelah bawah tingkat Loan Ki! Dia makin terheran-heran mendapat kenyataan bahwa di pulau ini terdapat dua orang gadis yang suaranya jauh berbeda seperti bumi dan langit, namun yang keduanya memiliki kepandaian tinggi dalam ilmu silat!

Suara seruan seperti itu tadi tentu dapat mencapai jarak jauh. Benar saja, tak lama kemudian terdengar suara orang menjawab berulang-ulang dan terdengarlah langkah-langkah kaki berlari-lari ke tempat itu, langkah-langkah ringan beberapa orang wanita. Kiranya pelayan-pelayan tadi, lima orang banyaknya dengan A Man di depan, telah lari datang mendengar panggilan itu.

"Ah, kiranya Siocia telah berada di sini......." terdengar gadis pelayan yang bernama A Man berkata. Dengan pendengarannya yang tajam Kun Hong dapat menangkap betapa dalam ucapan gadis pelayan ini terkandung rasa takut dan tunduk, berbeda dengan ketika gadis pelayan ini tadi bicara terhadap dara bersuara bidadari.

"A Man! Apa saja kerjamu dan para pelayan ini di sini ? Sampai di dalam taman kemasukan jembel buta gila kalian tidak ada yang tahu ! Hemm, benar-benar kalian ini masing-masing patut dihukum sepuluh kali cambukan"

"Ampun, Siocia....... hamba berlima tadi disuruh pergi oleh nona Hui Kauw....... dan ketika hamba pergi, di sini ada nona Hui Kauw sedang berlatih silat, tidak ada....... jembel ini....... eh, itu adalah saputangan nona Hui Kauw! He pengemis buta, kau telah mencuri saputangan nona Hui Kauw?"

Tiba-tiba nona yang galak itu tertawa, dan suara ketawanya ini merdu sekali sungguhpun bagi Kun Hong tetap saja mengandung sifat yang liar dan kejam.

"Wah, kiranya enci Hui Kauw malah memberi sedekah saputangannya kepada pengemis buta ini? Hi-hik, A Man, kau lihat, biarpun buta dan pakaiannya kotor, pengemis ini masih muda dan wajahnya tampan juga, ya? Dan enci Hui Kauw memberi saputangannya kepada pengemis ini. Pemberian sedekah yang aneh, hi-hi-hik!"

Merah wajah Kun Hong, apalagi ketika mendengar betapa lima orang pelayan itu pun sama-sama tertawa mengejek. Timbul kemarahan dalam hatinya karena dia merasa betapa gadis galak ini bersama pelayan-pelayan penjilat itu menghina dan mentertawai Hui Kauw, dara bersuara bidadari itu. Dengan suara keren Kun Hong berkata,

"Kalian jangan lancang mulut! Nona itu tidak memberi hadiah saputangan kepadaku. Saputangan ini kutemukan di sini, tertinggal oleh nona itu tanpa disengaja. Alangkah jahatnya kalian menyangka yang bukan-bukan dan menjatuhkan fitnah keji kepada seorang gadis yang putih bersih!"

"Heeeee! Kau membela enci Hui Kauw? Bagus, bagus....... memang cocok kau dan ia. A Man, hayo kau dan teman-temanmu mewakili aku memberi hajaran kepada pengemis buta ini, pukul sampai dia minta-minta ampun dan suka mengaku bahwa dia adalah pacar dari enci Hui Kauw!"

Kun Hong mendengar langkah seorang di antara para pelayan itu maju dan disusul bentakan suara pelayan ini yang tinggi melengking, "Pengemis buta, hayo kau berlutut mentaati perintah siocia!"

Kun Hong menggeleng kepala, bersandar kepada tongkatnya dan menggumam,

"Kalian jahat....... aku tidak sudi mencemarkan nama seorang yang tak berdosa......."

"Keparat, hayo berlutut!" Sambaran angin sebuah tongkat mengarah kaki Kun Hong. Pemuda buta itu tidak mengelak.

"Krakk!" Tongkat patah menjadi tiga potong dan pelayan wanita itu menjerit kesakitan dan meloncat mundur dengan muka pucat. Tongkat patah dan telapak tangannya merah-merah dan sakit.

Nona galak itu mendengus mengejek. A Man berteriak marah, "Jembel busuk, kau tidak mau berlutut? Kuhancurkan kepalamu!" Kini pelayan kepala ini yang mengayunkan sebatang tongkat ke arah kepala Kun Hong. Kali ini Kun Hong hanya menggerakkan kepala ke samping dan sambaran tongkat itu tidak mengenai sasaran. A Man makin marah, sampai lima kali tongkatnya menyambar kepala, namun selalu memukul angin!

Kembali nona itu mendengus, lalu disusul suaranya penuh kemarahan,

"A Man, kau memalukan sekali. Kau yang mempunyai dua buah mata tidak mampu mengalahkan seorang yang tak bermata? Percuma saja kau mempunyai dua buah mata yang melirik ke sana-sini. Kalau ibu mendengar tentang ini, hemmm, kurasa kedua biji matamu akan dicokel ke luar!"

"....... ampun, Siocia....... biarlah kuhajar pengemis busuk ini."

"Nah, keluarkan ngo-coa-tin (barisan lima ular)," kata pula si nona galak dengan nada memerintah. "Agaknya jembel buta ini berani masuk mengandalkan kepandaian, hemm, dia harus mampus."

"Srattttt!" Lima batang pedang tercabut dari sarungnya hampir berbareng. Kemudian Kun Hong mendengar langkah-langkah kaki lima orang mengurungnya, gerak langkahnya teratur sekali dan langkah-langkah itu tidak pernah berhenti, terus mengitari dirinya, malah di antara derap langkah ini terdengar suara mendesis. Kun Hong mengerutkan keningnya. Ia dapat menduga bahwa lima orang pelayan wanita ini mengurungnya dengan pedang di tangan kanan dan agaknya seekor ular di tangan kiri. Dugaannya ini memang benar. Setiap orang pelayan memegang sebatang pedang dan di tangan kiri mereka terdapat seekor ular hijau yang mendesis-desis dan lidahnya yang kehijauan itu menjilat-jilat ke luar.

Lima batang pedang menyambar cepat dari lima jurusan dan merupakan lima macam serangan yang berbeda-beda. Ada yang menusuk, membacok, membabat, dan lain-lain. Kun Hong terhuyung-huyung lima kali dan semua penyerangan itu mengenai angin belaka. Akan tetapi pedang itu secara berantai susul-menyusul mengirim serangan cepat, malah kini diselingi serangan dengan ular di tangan kiri yang menyambar ke depan dan gigi-gigi rneruncing mengandung bisa itu menggigit-gigit mencari korban! Sementara itu, mereka masih terus melangkah berputar-putar di sekeliling Kun Hong.

Diam-diam pemuda buta ini merasa kagum. Barisan lima orang wanita ini benar-benar kuat dan seorang ahli silat yang belum memiliki kesaktian, kiranya akan roboh binasa biarpun agaknya dapat membalas dan merobohkan dua tiga orang pengeroyok. Gerakan mereka amat teratur dan otomatis sehingga mereka akan merupakan satu orang dengan lima batang pedang dan lima ekor ular! Dia tahu bahwa terhadap serbuan pedang-pedang itu, dengan mudah dia akan dapat menghindarkan diri, akan tetapi menghadapi lima ekor ular itu amatlah sukar. Ular tak dapat disamakan dengan pedang, karena ular adalah mahluk hidup yang memiliki gerakan sendiri dan sama sekali tidak menurut cara ilmu silat. Tentu saja dia tidak mau terancam bahaya dan begitu serangan lima Orang pengeroyoknya makin menghebat, dia berseru panjang, tubuhnya lenyap terganti segulungan sinar merah dan....... lima orang pengeroyoknya itu riuh rendah menjerit dan meloncat mundur sambil terbelalak memandang kedua tangan mereka. Yang memegang gagang pedang, yang memcgang ekor ular berdarah.

Ternyata pedang-pedang dan kepala-kepala ular sudah putus dan menggeletak di atas tanah di depan kaki mereka!

"Aha, kiranya ada kepandaian juga si buta gila ini. Pantas saja berani memasuki Ching-coa-to. Minggirlah kalian budak-budak tak berguna, biar kuhabiskan nyawa si buta sombong ini. Lihat bagaimana pedangku menembus jantungnya

Kun Hong hanya mendengar suara halus, disusul tiupan angin ke arah hatinya. Dia kaget sekali dan cepat mengelak selangkah ke kiri. Cara gadis ini mencabut pedang saja sudah membuktikan bahwa gadis galak ini benar-benar amat lihai, malah serangan pertamanya juga luar biasa cepatnya, hampir sukar ditangkap angin sambarannya. Kun Hong tidak berani memandang rendah dan dia siap mempergunakan tongkatnya yang berisi pedang Ang-hong-kiam. Seperti juga menjadi penyakit watak para ahli silat lainnya, Kun Hong ingin pula mengetahui sampai di mana kepandaian gadis ini dan ilmu silat apakah yang dimainkannya. Oleh karena ini maka dia bersikap mempertahankan diri, terhuyung-huyung ke sana ke mari dalam langkah-langkah ajaib untuk menghindarkan diri dari sambaran pedang lawan yang amat lihai dan cepat.

Dia makin kagum. Gerakan-gerakan gadis ini halus dan lemas, mungkin kelihatan indah pula seperti Ilmu Silat Bidadari yang dimiliki Cui Bi dan juga Loan Ki. Akan tetapi sebetulnya terdapat perbedaan amat jauh karena ilmu pedang. yang dimainkan gadis galak ini mengandung unsur-unsur gerakan penyerangan seekor ular yang amat ganas dan liar. Gerakan lenggang-lenggok, menggeliat geliat, menyerang tiba-tiba dan kadang-kadang berdiam diri seperti ular melingkar, benar-benar merupakan sifat-sifat seekor ular.

Memang dugaan Kun Hong ini tidak keliru. Gadis itu sesungguhnya mempunyai ilmu silat yang berasal dari ciptaan Si Raja Ular Giam Kin! Ilmu pedangnya amat ganas, keji dan juga curang sekali sehingga belum pernah dia mengalami kegagalan dalam pertempuran. Akan tetapi kali ini dia bertemu gurunya! Seperti kita ketahui, di samping ilmu kesaktian yang dia terima dari Raja Pedang Tan Beng San, yaitu Ilmu Silat Im-yang-sin-hoat, pada dasarnya Kun Hong mempunyai ilmu silat yang pertama kali dilatihnya, yaitu Kim-tiauw-kun (Ilmu Silat Rajawali Emas).

Tentu saja gerakan-gerakan seekor burung rajawali jauh lebih hebat dan dapat mengatasi gerakan seekor ular karena dalam kenyataannya juga selalu seekor ular menjadi "mati kutunya" kalau bertemu dengan seekor burung rajawali.

Kalau Kun Hong menghendaki, kiranya tidak sukar baginya untuk mengalahkan gadis galak ini. Diam-diam dia pun girang karena mendapat kenyataan bahwa biarpun gadis ini juga amat lihai, malah lebih lihai daripada Loan Ki, namun kiranya tidak selihai gadis bersuara bidadari. Dia girang karena dia menyukai gadis bidadari itu.

Dia mengerti bahwa kalau dia mengalahkan gadis sombong dan galak ini, sudah tentu gadis ini akan menjadi makin sakit hati. Padahal dia adalah seorang tamu tak diundang, dan kalau dia membikin malu dan sakit hati tentu seluruh isi pulau, termasuk gadis bersuara bidadari akan marah dan memusuhinya. Apalagi kalau mendengar dari kata-kata gadis ini tadi, agaknya gadis ini masih keluarga dengan gadis yang bernama Hui Kauw, buktinya selain gadis galak itu menyebut "enci", juga gadis ini menyebut ibu kepada nyonya yang oleh para pelayan dipanggil toa-hio. Hui Kauw juga menyebut ibu kepada nyonya itu, apakah kalau begitu gadis ini masih adik dari Hui Kauw? Sangat boleh jadi, akan tetapi kalau betul adiknya, kenapa mengeluarkan fitnah keji dan malah agaknya gadis ini membenci Hui Kauw?

"Nona, sudahlah. Aku datang ke sini bukan mencari permusuhan, semata-mata karena salah jalan......." dia mencoba untuk membujuk lawannya.

"Pengemis buta banyak cerewet! Lekas berlutut minta ampun dan mengaku bahwa kau adalah pacar enci Hui Kauw atau....... kau mampus di ujung pedangku!"

Gadis itu berseru karena ia merasa berada di atas angin. Memang sejak tadi Kun Hong hanya mengelak, malah jarang menangkis, tak pernah balas menyerang sehingga menurut pikirannya, juga dalam pandangan lima orang pelayan tadi, pemuda buta itu repot menyelamatkan diri dan tidak mampu balas menyerang.

"Keji.......! Dara remaja berwatak keji.......!" Kun Hong berseru marah dan tiba-tiba sinar pedang merah bergulung-gulung menyelimuti diri gadis galak itu. Hawa dingin menyambar-nyambar dan terdengar gadis itu beberapa kali menjerit karena merasa betapa hawa pedang dingin menyambar di dekat leher, kepala, dada, muka, seakan-akan pedang yang tajam mengancam untuk mengulitinya! Ia heran, kaget, takut, dan merasa seram. Barulah ia mengaku dalam hati bahwa orang buta ini kiranya memiliki kesaktian yang begini hebatnya. Ia berusaha mempertahankan diri, namun karena tangannya gemetar, gerakannya lemah dan akhirnya ia menyerah saja sambil berloncatan karena ngeri dan takut.

Pada saat itu terdengar suara halus, "Hui Siang moi-moi (adik), kau bertempur dengan siapa dan kenapa bertempur?"

Begitu mendengar suara ini, tiba-tiba Kun Hong melompat jauh ke belakang, menghentikan gerakannya. Gadis galak bernama Hui Siang itu berdiri dengan muka pucat, badan gemetar dan keringat dingin membasahi tubuhnya. Ngeri hatinya kalau membayangkan keadaannya tadi dan ia memandang kepada si buta dengan terbelalak. Karena jelas baginya sekarang bahwa orang buta ini benar-benar lihai luar biasa, ia tidak berani lagi bersikap seperti tadi.

"Enci Hui Kauw....... jembel buta inilah yang dikabarkan mengacau di pulau kita bersama seorang temannya yang entah ke mana. Dia amat kurang ajar, tadi mengaku bahwa dia adalah pacarmu, malah memperlihatkan sehelai saputangan sutera, katanya pemberianmu. Tentu saja aku menjadi marah dan menyerangnya, kiranya dia lihai....... pantas dia begitu kurang ajar."

Berubah wajah Kun Hong, berdebar hatinya dan dia menekan perasaannya yang hendak terbakar oleh nafsu amarah. Gadis cilik ini benar-benar luar biasa jahatnya. Pandai memutar balikkan fakta dan melakukan fitnah keji ke kanan kiri tanpa mengenal malu lagi. Sebelum dia membuka mulut, terdengar suara A Man.


"Betul, nona Hui Kauw, apa yang diucapkan oleh siocia tadi. Si jembel buta ini kurang ajar sekali, menghina Nona dan kalau tidak salah, saputangan Nona masih berada di saku bajunya......." Suara A Man ini disusul suara empat orang pelayan lain yang membetulkan omongan ini.

Makin mendidih darah di dalam dada Kun Hong, Hemmm, kiranya para pelayan ini amat menjilat-jilat nona muda yang bernama Hui Siang. Dan mereka ini merupakan sekutu yang diam-diam memusuhi Hui Kauw, si gadis bersuara bidadari. Diam-diam dia merasa kasihan kepada nona bidadari yang suaranya sudah menggores kulit dada menembus kalbunya itu.

Tiba-tiba terdengar olehnya desir angin lembut dan tercium ganda harum semerbak yang amat dikenalnya. Diam-diam dia kagum. Nona bidadari itu sekali menggerakkan tubuh telah berada di depannya! Dia mendengar sambaran tangan diayun ke arah mukanya. Otaknya bekerja cepat. Tentu nona yang bernama Hui Kauw ini marah dan merasa terhina, maka kini mengayun tangan menamparnya. Hal yang wajar. Dia hanya mengerahkan tenaga menjaga tulang muka karena maklum akan kelihaian nona bidadari ini. Sengaja dia tidak menjaga kulit.

"Plakk!" Kun Hong merasa betapa pipi kirinya panas-panas, telinganya mendengar bunyi mengiang, lalu bibirnya merasa sesuatu yang asin, tentu darah keluar dari luka di belakang pipi yang mengalir keluar dari mulutnya, merembet ke pinggir bibir. Dia tersenyum, sama sekali tidak merasa sakit hati atau marah karena dia yakin benar bahwa nona itu memukulnya karena merasa terhina. Penghinaan yang paling berat dan paling besar bagi seorang gadis.

Kun Hong mendengar betapa gadis itu melangkah mundur tiga tindak, lalu terdengar suaranya marah dan menyesal, akan tetapi bagi Kun Hong tetap saja mengandung getaran halus yang mencerminkan budi luhur,

"Orang buta, Thian (Tuhan) telah menciptakan kau menjadi buta. Bukankah itu cukup untuk mengingatkan kau bahwa orang tidak boleh berbuat dosa? Kurang beratkah hukuman yang jatuh kepada dirimu itu sehingga kau tidak segan-segan menambah dosa-dosamu dengan mengucapkan penghinaan terhadap diriku? Apa salahku kepadamu dan mengapa pula kau yang baru sekali ini berjumpa denganku datang-datang melakukan fitnah keji? Kau memiliki kepandaian, biar buta tentu bukan seorang bodoh, jawablah!"

1   ...   9   10   11   12   13   14   15   16   ...   60


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət