Ana səhifə

Pengesahan persetujuan antara republik indonesia dan pemerintah negara meksiko serikat untuk penghidaran pajak berganda dan pengesahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan


Yüklə 145.5 Kb.
səhifə1/3
tarix27.06.2016
ölçüsü145.5 Kb.
  1   2   3
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 67 TAHUN 2004

TENTANG

PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH



NEGARA MEKSIKO SERIKAT UNTUK PENGHIDARAN PAJAK BERGANDA DAN

PENGESAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN

PAJAK ATAS PENGHASILAN BESERTA PROTOKOL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a. bahwa di Los Cabos Meksiko, pada tanggal 6 September 2002 Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Meksiko Serikat untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang Berkenaan dengan Pajak atas Penghasilan beserta Protokol, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Meksiko Serikat;

b. bahwa sehubungan dengan itu, dipandang perlu untuk mengesahkan Persetujuan beserta Protokol tersebut dengan Keputusan Presiden.
Mengingat :

1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4012);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH NEGARA MEKSIKO SERIKAT UNTUK PENGHIDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BESERTA PROTOKOL.


Pasal 1
Mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Meksiko Serikat untuk Penghindaran Pajak Berganda dan Pencegahan Pengelakan Pajak yang Berkaitan dengan Pajak atas Penghasilan beserta Protokol, yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia di Los Cabos, Meksiko, pada tanggal 6 September 2002, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Meksiko Serikat yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia, Spanyol dan Inggris sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini.
Pasal 2
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 10 Agustus 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 10 Agustus 2004

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,


ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 82
PERSETUJUAN

ANTARA


PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

DAN


PEMERINTAH NEGARA MEKSIKO SERIKAT

UNTUK


PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK

YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Meksiko Serikat, berhasrat untuk mengadakan suatu persetujuan untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan pajak atas penghasilan, yang selanjutnya akan disebut sebagai "Persetujuan", telah menyetujui sebagai berikut :
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG DICAKUP DALAM

PERSETUJUAN


Persetujuan ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada Persetujuan.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN
1. Persetujuan ini berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya, tanpa memperhatikan bagaimana cara pajak-pajak tersebut dikenakan.

2. Yang dianggap sebagai pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak yang dikenakan atas total penghasilan atau atas bagian-bagian penghasilan, termasuk pajak-pajak atas keuntungan yang diperoleh dan pengalihan harta bergerak atau tidak bergerak.

3. Persetujuan ini, khususnya, diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu :

(a) di Indonesia :

pajak penghasilan (selanjutnya disebut "pajak Indonesia);

(b) di Meksiko :

pajak penghasilan federal (el impuesto sobre la renta) (selanjutnya disebut "pajak Meksiko);

4. Persetujuan ini berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa atau yang pada dasarnya sama yang dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dan pajak-pajak yang sekarang ini berlaku. Para pejabat yang berwenang dan kedua Negara pihak pada Persetujuan akan saling memberitahukan setiap perubahan penting yang terjadi dalam Perundang-undangan perpajakan negara mereka.


Pasal 3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain :

(a) istilah "Indonesia" berarti wilayah Republik Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam perundang-undangannya;

(b) istilah "Meksiko" berarti The United Mexican States; jika digunakan dalam pengertian geografis, meliputi seluruh wilayah negaranya, termasuk semua wilayah yang sesuai dengan perundang-undangan Federasi; pulau-pulau termasuk gugusan karang dalam perairannya, kepulauan Guadalupe dan Revillagigedo; landas kontinen dan dasar laut dan lapisan sebelah bawah kepulauan, gugusan karang, perairan di dalam laut teritorial serta perairan di dalamnya, yang sesuai dengan hukum internasional, Meksiko memiliki hak kedaulatan untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber daya alam dan landas kontinen, lapisan tanah sebelah bawah dan perairan; dan lapisan udara dan wilayah nasional sepanjang dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan hukum internasional.

(c) Istilah "Negara pihak pada Persetujuan" dan "Negara pihak lainnya pada Persetujuan" berarti Indonesia atau Meksiko, tergantung kalimantnya.

(d) Istilah "orang/badan" meliputi orang pribadi, badan, dan setiap kumpulan dan orang-orang dan/atau badan-badan;

(e) Istilah "badan" berarti setiap badan hukum atau kesatuan hukum lainnya yang untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum.

(f) Istilah "perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan" dan "perusahaan dari negara pihak lainnya pada Persetujuan, masing-masing berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dan Negara pihak lainnya pada Persetujuan.

(g) Istilah "lalu lintas internasional" berarti setiap pengangkutan dengan kapal muat atau pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan di antara tempat-tempat di Negara pihak lainnya pada Persetujuan;

(h) Istilah "warganegara" berarti :

i) setiap orang pribadi yang memiliki kewarganegaraan pada suatu Negara pihak pada Persetujuan;

ii) setiap badan hukum, persekutuan atau perkumpulan yang mendapatkan status kewarganegaraannya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di suatu Negara pihak pada Persetujuan.

(i) Istilah "pejabat yang berwenang" berarti :

i) dalam hal Indonesia :

Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah;

ii) dalam hal Meksiko :

the Ministry of Finance and Public Credit;


2. Untuk kepentingan berlakunya Persetujuan oleh suatu Negara pihak pada Persetujuan, setiap istilah yang tidak didefinisikan dalam Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimantnya harus diartikan lain, mempunyai arti yang sesuai, dengan perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan yang berkenaan dengan pajak-pajak dimana Persetujuan ini berlaku, dimana pada saat ini berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Negara tersebut, setiap pengertian berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding pengertian berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Negara tersebut.
Pasal 4
PENDUDUK
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan" berarti setiap orang/badan yang, menurut perundang-undangan Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara tersebut berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya, atau atas dasar lainnya yang sifatnya serupa. Namun, istilah ini tidak mencakup orang/badan yang dapat dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.

2. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) orang pribadi menjadi penduduk pada kedua Negara pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut:

(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai tempat tinggal tetap; jika ia mempunyai tempat tinggal tetap di kedua Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang menjadi pusat perhatiannya);
(b) jika Negara pihak pada Persetujuan yang menjadi pusat perhatiannya tidak dapat ditentukan atau tidak mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu Negara pihak pada Persetujuan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia mempunyai tempat yang biasa digunakan untuk berdiam;

(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara pihak pada Persetujuan atau sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara pihak pada Persetujuan dimana ia menjadi warganegaranya;

(d) dalam hal lain, pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara akan berusaha memecahkan masalah ini melalui persetujuan bersama.

3. Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat (1) suatu badan menjadi penduduk pada kedua Negara pihak pada Persetujuan, badan tersebut tidak dianggap sebagai penduduk di salah satu Negara pihak pada Persetujuan semata-mata untuk kepentingan Persetujuan ini.

4. Seseorang atau badan dalam kaitan dengan suatu penghasilan, bertindak sebagai ahli waris atau suatu yayasan (selain yayasan yang dibebankan pajaknya berdasarkan undang-undang suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan diperlakukan sebagai penduduk di suatu Negara pihak pada Persetujuan, kecuali penghasilan tersebut terhutang pajak di Negara tersebut sebagai penghasilan dari penduduk di Negara tersebut yang diterima oleh suatu pihak yang menikmati penghasilan tersebut atau jika penghasilan itu dibebaskan dan pajak di Negara tersebut, maka pembebasan pajak tersebut semata-mata didasarkan atas bahwa penghasilan itu terhutang pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
1. Untuk kepentingan Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap dimana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan dijalankan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan.

2. Istilah "bentuk usaha tetap" terutama meliputi :

(a) suatu tempat kedudukan manajemen;

(b) suatu cabang;

(c) suatu kantor;

(d) suatu pabrik;

(e) suatu bengkel;

(f) suatu gudang atau tempat penyimpanan barang sebagai tempat penjualan;

(g) suatu pertanian atau perkebunan;

(h) suatu tambang, sumur minyak atau gas bumi, tempat penggalian atau tempat pengambilan sumber daya alam lainnya, anjungan atau kapal pengeboran.

3. Istilah "bentuk usaha tetap" juga meliputi :

(a) suatu bangunan, konstruksi, proyek perakitan atau proyek instalasi atau kegiatan pengawasan yang berhubungan dengannya tetapi hanya apabila bangunan, proyek atau kegiatan tersebut berlangsung untuk masa lebih dan 6 (enam) bulan;

(b) pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui pegawai atau orang lain yang dipekerjakan untuk tujuan tersebut, tetapi hanya apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (dalam proyek yang sama atau yang berhubungan) untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dan 91 hari kalender dalam periode 12 (dua belas) bulan.

4. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dan Pasal ini, istilah "bentuk usaha tetap" dianggap tidak mencakup :

(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;

(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;

(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;

(d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan informasi, bagi keperluan perusahaan;

(e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan periklanan atau penyediaan informasi, untuk melakukan riset ilmiah atau untuk kegiatan persiapan dalam rangka penempatan pinjaman ataupun untuk kegiatan-kegiatan yang serupa yang bersifat persiapan atau penunjang bagi kepentingan perusahaan.

(f) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub ayat (a) sampai dengan sub ayat (e), sepanjang kegiatan-kegiatan tempat usaha tetap yang merupakan hasil penggabungan tadi bersifat sebagai kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang.

5. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2), apabila orang/badan - kecuali agen yang berkedudukan bebas dimana ayat (7) dapat diberlakukan - bertindak di suatu Negara pihak pada Persetujuan atas nama perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka perusahaan tersebut dianggap memiliki bentuk usaha tetap di Negara yang disebutkan pertama sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang/badan tersebut, jika orang/badan tersebut;

(a) mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan tersebut; kecuali kegiatan-kegiatan tersebut hanya terbatas pada hal yang dimaksud dalam ayat (4) yang, jika dilakukan melalui suatu tempat usaha tetap, tidak akan membuat tempat usaha tetap tersebut menjadi suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat tersebut; atau

(b) tidak memiliki wewenang seperti disebut di atas, namun di Negara yang disebutkan pertama orang/badan tersebut biasa mengurus suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan dimana orang/badan tersebut secara teratur melakukan pengantaran barang-barang atau barang dagangan atas nama perusahaan tersebut; atau

(c) di Negara yang disebutkan pertama, memproduksi atau memproses barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan untuk keperluan perusahaan tersebut.

6. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam ayat sebelumnya dan Pasal ini suatu perusahaan asuransi dan suatu Negara pihak pada Perusahaan, kecuali dalam hal reasuransi, akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan jika perusahaan tersebut memungut premi di wilayah negara lainnya itu atau menanggung resiko yang terjadi disana melalui seorang pegawai ataupun wakilnya yang bukan merupakan agen yang bertindak bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat 7.

7. Suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan hanya semata-mata karena perusahaan tersebut menjalankan usaha di Negara pihak lainnya tersebut melalui makelar, agen komisioner umum, atau agen lainnya yang bertindak bebas, sepanjang orang/badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim dan dalam hubungan dagang atau hubungan keuangan dengan perusahaan tersebut dengan kondisi yang tidak dibuat atau diperlakukan berbeda dengan agen yang bebas. Namun, jika kegiatan-kegiatan orang/badan tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya atas nama perusahaan tadi, orang/badan tersebut tidak dianggap sebagai agen yang berkedudukan bebas sebagaimana dimaksud dalam ayat ini.

8. Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan menguasai atau dikuasai oleh perusahaan yang merupakan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atau yang menjalankan usaha di Negara pihak lainnya tersebut (baik melalui bentuk usaha tetap maupun dengan cara lain), tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari perusahaan tersebut merupakan bentuk usaha tetap dari perusahaan lainnya.
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK
1. Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari harta tidak bergerak (termasuk penghasilan dari pertanian dan kehutanan) yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut.

2. Istilah "harta tidak bergerak" mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan Negara pihak pada Persetujuan dan dimana harta yang bersangkutan berada. Istilah tersebut mencakup benda-benda yang menyertai harta tidak bergerak, ternak dan peralatan yang dipergunakan dalam pertanian dan kehutanan, hak-hak dimana ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan umum yang berkenaan dengan pertanahan berlaku, hak memungut hasil atas harta tidak bergerak, dan hak atas pembayaran-pembayaran tetap atau tak tetap sebagai balas jasa atas pengerjaan, atau hak untuk mengerjakan, kandungan mineral dan sumber-sumber daya alam lainnya. Kapal laut, perahu dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tidak bergerak.

3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) berlaku pula terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan secara langsung, penyewaan atau bentuk lain penggunaan harta tidak bergerak.

4. Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (3) berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.


Pasal 7
LABA USAHA
1. Laba perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut menjalankan usahanya di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud diatas, maka atas laba perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dan (a) bentuk usaha tetap tersebut, dan (b) penjualan yang dilakukan di Negara lainnya atas barang-barang atau barang dagangan yang sama atau serupa jenisnya yang dijual melalui bentuk usaha tetap itu.

2. Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam ayat (3), jika suatu perusahaan suatu Negara pihak pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara pihak pada Persetujuan ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri dan terpisah yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki bentuk usaha tetap tersebut.

3. Dalam menentukan besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka kegiatan usaha bentuk usaha tetap tersebut termasuk biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara dimana bentuk usaha tetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan biaya-biaya, jika ada, yang dibayarkan (selain penggantian terhadap biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lainnya, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau kecuali pada perusahaan perbankan, dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap tersebut. Demikian pula, tidak perlu diperhitungkan dalam penentuan laba suatu bentuk usaha tetap, jumlah yang ditagihkan (selain penggantian terhadap biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lainnya atau untuk manajemen, atau, kecuali pada perusahaan perbankan, dalam bentuk bunga atau uang yang dipinjamkan kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya.

4. Sepanjang merupakan kelaziman di salah satu Negara pihak pada persetujuan untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap berasal dan suatu bentuk usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba berbagai bagian perusahaan tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu dan bagian-bagiannya, maka ketentuan-ketentuan pada ayat (2) dan Pasal ini tidak akan menutup kemungkinan bagi Negara pihak tersebut untuk menentukan besarnya laba yang dikenakan pajak berdasarkan pembagian itu yang lazim dipakai, namun cara pembagiannya harus sedemikian rupa sehingga hasilnya akan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Pasal ini.

5. Laba yang semata-mata berasal dari pembelian barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap untuk perusahaan tidak akan dihitung sebagai laba dan bentuk usaha tetap.

6. Untuk kepentingan ayat-ayat sebelumnya, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan metode yang sama dan tahun ke tahun kecuali jika terdapat alasan yang kuat dan cukup untuk melakukan penyimpangan.

7. Apabila laba usaha mencakup bagian-bagian penghasilan yang diatur terpisah di Pasal-pasal lain dan Persetujuan ini, maka ketentuan-ketentuan dalam Pasal-pasal tersebut tidak akan dipengaruhi ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.
Pasal 8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1. Laba yang diperoleh oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan pengoperasian kapal-kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

2. Laba sebagaimana yang dimaksud di ayat 1, tidak termasuk laba dari kegiatan akomodasi atau transportasi selain daripada pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lintas internasional.

3. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 berlaku pula terhadap laba yang berasal dari penyertaan dalam suatu gabungan perusahaan, usaha bersama, atau perwakilan untuk kegiatan internasional.
Pasal 9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
1. Apabila :

(a) suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atau

(b) terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dan Negara pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan yang sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya diterima oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak diterima karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba perusahaan itu dan dikenakan pajak.

2. Apabila suatu Negara pihak pada Persetujuan mencantumkan laba suatu perusahaan dan Negara tersebut dan mengenakan pajaknya padahal atas laba tersebut, perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan telah dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut dan laba yang dicantumkan tadi adalah laba yang memang seharusnya diperoleh perusahaan Negara yang disebutkan pertama seandainya syarat-syarat yang dibuat oleh kedua perusahaan tersebut sama dengan syarats-yarat yang dibuat oleh pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas, maka Negara pihak lainnya tersebut, sesuai dengan Pasal 24 ayat 3, akan membuat penyesuaian seperlunya terhadap jumlah pajak yang telah dikenakan terhadap laba tersebut jika Negara tersebut setuju dengan penyesuaian yang dibuat oleh Negara yang disebut pertama. Dalam melakukan penyesuaian tersebut, ketentuan-ketentuan lain dari Persetujuan ini tetap harus diperhatikan dan bila perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat saling berkonsultasi.

  1   2   3


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət