Ana səhifə

Pendekar Buta Kho Ping Hoo


Yüklə 1.46 Mb.
səhifə56/60
tarix24.06.2016
ölçüsü1.46 Mb.
1   ...   52   53   54   55   56   57   58   59   60

Kun Hong terkejut sekali. Sama sekali tidak ada baiknya kalau Hui Kauw dihadapkan dengan Ching-toanio, karena dia tahu betapa nyonya itu benci kepada Hui Kauw. Pertemuan itu tidak akan memperingan hukuman Hui Kauw, malah mungkin nona pujaan hatinya itu akan mengalami siksaan yang lebih hebat.

"Di manakah pertemuan itu diadakan dan kapan?" tanyanya cepat, hatinya kini tidak dapat menahan lagi kegelisahannya.

"Tiga hari lagi, Kwa-pangcu. Fihak Ching-coa-to masih belum percaya kepada para jagoan istana sehingga mereka tidak mau mengadakan pertemuan di kota raja, khawatir akan perangkap. Oleh karena itu telah diputuskan oleh kedua fihak untuk mengadakan pertemuan di luar kota raja, di lembah Sungai Huai, tempat yang mereka pilih adalah......."

"Pusat perkumpulan Ngo-lian-kauw?" Kun Hong memotong, teringat ketika disebut lembah Sungai Huai.

"Eh, kiranya Kwa-pangcu juga sudah tahu........!" Lauw Kin, murid Coa-lokai itu berseru terkejut.

"Aku hanya menduga saja. Lanjutkan ceritamu dan apa maksud pertemuan itu."

"Memang, mereka memilih tempat Ngo-lian-kauw, karena biarpun fihak Ngo-lian-kauw selama ini tidak ikut-ikut, namun mereka agaknya mempunyai hubungan dengan perkumpulan sesat itu dan mempercayainya. Adapun menurut hasil penyelidikan kami yang bekerja sama dengan Pek-lian-pai, maksud pertemuan itu adalah untuk merundingkan kerja sama menghadapi serbuan dari Raja Muda Yung Lo. Dalam hal ini, fihak Ching-coa-to minta jaminan dan janji-janji kedudukan yang akan diputuskan dan ditandatangani sendiri oleh kaisar."
"Hemmm, untuk menghadapi paman sendiri, menarik bantuan tenaga orang-orang Mongol dan Mancu." Kun Hong memotong. "Kalau begitu, kedua fihak tentu akan datang dengan kekuatan besar, belum lagi para anggauta Ngo-lian-kauw yang tentu menjaga keamanan di sana sebagai tuan rumah."

"Memang betul, Kwa-pangcu. Akan tetapi kami dan pihak Pek-lian-pai sudah mengadakan persiapan, malah kami sebelumnya telah menghubungi pasukan-pasukan Raja Muda Yung Lo dan mengerahkan para saudara kita. Raja Muda Yung Lo sudah berjanji akan mengirim pasukan dan akan menyerbu, karena orang-orang yang akan berkumpul itu merupakan inti kekuatan pertahanan di kota raja. Dalam keributan inilah maka Pangcu dapat menolong nona Hui Kauw yang sudah pasti akan dibawa serta ke tempat itu."

Kun Hong berpikir keras. Kekuatan fihak istana dan Ching-coa-to kalau digabung menjadi satu, merupakan kekuatan hebat yang sukar dilawan. Apalagi mengingat bahwa di sana ada orang-orang seperti Ka Chong Hoatsu, ketiga Ang Hwa Sam-ci-moi, Ching-toanio sendiri, Souw Bu Lai, dan Bouw Si Ma ditambah fihak istana yang amat kuat dibantu oleh orang-orang berilmu tinggi seperti Bhok Hwesio, Lui-kong Thian Te Cu, dan Hek Lojin. Berat sekali lawan-lawan itu, akan tetapi demi keselamatan Hui Kauw, dia harus datang menolong. Di luar istana, memang lebih leluasa dan mudah menolong nona itu, daripada di dalam istana yang dikurung pagar tembok dan di mana terdapat puluhan ribu orang tentara yang menjaga. Di samping menolong Hui Kauw, juga hitung-hitung dia membantu perjuangan mendiang pamannya Tan Hok yang membantu Raja Muda Yung Lo.

"Kalau begitu, mari kita berangkat dan biarlah siasat selanjutnya kita atur di sana," kata Kun Hong. Dia menepuk-nepuk leher kim-tiauw dan berkata "Kim-tiauw-ko, kau tidak boleh turut karena kehadiranmu akan membuka rahasia pengepungan. Kau sekarang pergilah menyusul susiok, kelak kau boleh cari lagi padaku. "Pergilah!" Dia mendorong tubuh burung itu yang mengeluarkan seruan panjang tanda kecewa, akan tetapi agaknya dia tidak berani membangkang, buktinya dia lalu melengking keras dan terbang ke angkasa raya, sebentar saja lenyap dari situ, Para anak buah Hwa I Kaipang kagum bukan main melihat burung sakti itu.

******
Apa yang diceriterakan oleh Lauw Kin anggauta Hwa I Kaipang itu, memanglah benar. Pada waktu itu, memang para anggauta Hwa I Kaipang ini bersama para anggauta Pek-lian-pai, secara lihai sekali berhasil menyelundup ke kota raja dan memasang banyak mata-mata untuk mengetahui gerak-gerik pemerintahan kaisar baru. Pemasangan mata-mata ini sampai menembus dinding istana yang tebal sehingga segala macam peristiwa diketahui belaka oleh mereka.

Kaisar muda itu melalui para penyelidik, telah dapat mengetahui akan adanya persekutuan yang hendak menjatuhkannya. Tahu pula bahwa persekutuan itu mengadakan kontak dengan Raja Muda Yung Lo, pamannya. Betapapun juga, dia hendak mempertahankan kekuasaannya dan sengaja ketika penobatannya menjadi kaisar baru dilaksanakan, dia tidak mengundang pamannya itu. Sekarang, setelah jelas olehnya bahwa diam-diam mendiang kakeknya (kaisar lama) menaruh harapan kepada Raja Muda Yung Lo, dia bertekad untuk menumpas pamannya itu.

Dengan bantuan The Sun, kaisar mengundang orang-orang pandai dan mengulurkan tangan kepada orang-orang kang-ouw yang suka membantunya. Oleh karena itulah, ketika dia mendengar bahwa para tokoh dari Ching-coa-to bersama orang-orang sakti menawarkan bantuan mereka, dia menjadi girang sekali. Akan tetapi di samping kegirangan ini juga terdapat kecurigaan di fihak kaisar dan para jagoan istana. Semenjak dahulu tidak pernah Ching-coa-to membantu kaisar dalam urusan negara, sungguhpun harus diakui pula bahwa fihak ini sama sekali tidak ada hubungan dengan para pemberontak seperti Pek-lian-pai dan Hwa I Kaipang. Lebih-lebih lagi The Sun dan jagoan-jagoan lain merasa curiga dan berhati-hati menghadapi Ching-coa-to, karena mendengar bahwa rombongan itu mempunyai anggauta tokoh-tokoh Mongol, malah yang seorang bekas pangeran Mongol pula. Jangan-jangan pangeran itu mempunyai niat buruk hendak mengembalikan kekuasaan bangsanya yang telah terusir oleh perjuangan kaisar pertama dari kerajaan Beng! Juga adanya orang Mancu dalam rombongan itu, menambahkan kecurigaan.

"Sukar diduga apa yang tersembunyi daiam maksud bantuan mereka itu," kata The Sun ketika para jagoan diundang oleh kaisar untuk membicarakan soal ini. "Akan tetapi, mereka terdiri dari orang-orang sakti yang amat kita butuhkan bantuannya untuk menghadapi musuh-musuh kita."

"Hemmm," kata kaisar, "dengan mengundang mereka ke kota raja, apakah tidak berbahaya? Jangan-jangan itu berarti kita memasukan serigala-serigala ke dalam rumah."

"Harap Paduka tidak khawatir," The Sun menghibur, "jika mereka itu mempunyai niat buruk, para pengawal dipimpin oleh para Locianpwe yang berada di sini pasti akan dapat menghancurkan mereka. Selain itu, jika suhu telah berhasil mengejar dan menangkap pemberontak Kwa Kun Hong, tentu akan datang lagi dan keadaan kita akan menjadi lebih kuat." Bhok Hwesio mengerutkan keningnya.

Hwesio ini suka kepada The Sun yang pandai mengambil hati dan bersikap halus, akan tetapi dia tidak suka kepada guru pemuda itu yang dianggapnya sombong. "Tanpa adanya Hek Lojin sekalipun pinceng masih sanggup mengusir perusuh-perusuh dari dalam kota raja. Akan tetapi sungguh amat tidak baik kalau sampai memanggil orang-orang yang masih mencurigakan ke dalam kota raja, sama dengan memancing datangnya kekacauan yang akan melemahkan pertahanan. Lebih baik kalau kita mengadakan pertemuan dengan mereka di luar kota raja, barulah kita melihat sikap mereka dan mendengarkan kesanggupan mereka."

Setelah ditimbang-timbang oleh kaisar, usul Bhok Hwesio ini diterima dan diambillah keputusan untuk mengundang orang-orang Ching-coa-to itu mengadakan pertemuan. Adapun tempat yang mereka pilih adalah lembah Sungai Huai yang menjadi sarang dari perkumpulan Ngo-lian-kauw.

Tentu saja peristiwa penting ini tertangkap oleh telinga para mata-mata Pek-lian-pai dan Hwa I Kaipang yang segera mengadakan persiapan dan mengirim surat kepada Raja Muda Yung Lo, malah ada yang mencari Kun Hong dan mengabarkan hal ini. Dalam pertemuan puncak itulah para penyelidik ini mendengar tentang nasib Hui Kauw yang akan dijadikan tawanan dan dibawa ke pertemuan, dengan orang-orang Ching-coa-to untuk dimintakan keputusan hukumannya. Rahasia Hui Kauw terbongkar ketika gadis ini merampas mahkota dan menyerahkannya kepada Loan Ki dan Nagai Ici tanpa ia sadari bahwa peristiwa itu terlihat oleh seorang mata-mata istana yang kebetulan berada di tempat itu dan bersembunyi. Ia segera ditangkap dan dengan gagah berani nona ini mengaku bahwa ia sama sekali tidak perduli akan urusan negara, tidak perduli siapa yang akan menjadi kaisar, akan tetapi bahwa ia melakukan itu semata-mata untuk membantu Kwa Kun Hong, suaminya! Ayahnya, bangsawan Kwee, marah-marah dan tidak mengakuinya sebagai puteri lagi. Ia dijebloskan ke dalam penjara menanti keputusan hukuman, dan akhirnya ia hendak dipergunakan oleh The Sun untuk mengambil hati ibu angkatnya, Ching-toanio. The Sun memang cerdik. Dia cukup mengerti bahwa Hui Kauw bukanlah pemberontak, melainkan seorang yang mencinta Si Pendekar Buta dan perbuatannya itu hanya terdorong oleh cinta dan kesetiaan. Kalau Hui Kauw dibunuh, bukan saja tidak ada artinya, malah mungkin sekali hal itu akan mematahkan hubungan baik dengan Ching-coa-to. Tentu saja dia tidak tahu bahwa Ching-toanio sebetulnya membenci Hui Kauw pula. Maka dia hendak "mengambil hati" orang-orang Ching-coa-to dan menyerahkan Hui Kaow kepada mereka, sebagai umpan!

Pada waktu itu, telah terjadi perubahan besar pada perkumpulan Ngo-lian-kauw. Dahulu, lima tahun yang lalu, perkumpulan ini dipimpin oleh Kim-thouw Thian-li (Bidadari Kepala Emas) murid Hek Hwa Kui-bo. Di bawah pimpinan Kim-thouw Thian-li yang direstui pula oleh iblis wanita Hek Hwa Kui-bo, perkumpulan itu maju pesat. Ngo-lian-kauw atau perkumpulan Agama Lima Teratai, adalah semacam agama sesat atau agama klenik yang memuja kekuasaan iblis dan mempelajari ilmu-ilmu hitam. Tidaklah mengherankan apabila pada waktu itu ketuanya terkenal sebagai seorang ahli racun kembang dan jahatnya malahan melebihi gurunya. Setelah guru dan murid yang jahat itu tewas (baca Rajawali Emas), perkumpulan Ngo-lian-kauw menjadi morat-marit. Terjadilah perebutan-perebutan kekuasaan, karena ketua Ngo-lian-kauw itu meninggalkan banyak harta benda di samping kedudukan dan pengaruh. Para anggauta Ngo-lian-kauw yang terdiri dari para pendeta-pendeta Ngo-lian-kauw dan wanita-wanita, terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok untuk memilih ketua masing-masing dan terjadilah pertempuran-pertempuran. Akan tetapi kemudian muncullah tiga orang wanita sakti dari barat, yaitu Ang Hwa Samci-moi, tiga orang kakak beradik Ngo Kui Ciau, Ngo Kui Biauw dan Ngo Kui Siauw yang selalu berpakaian serba merah. Tiga orang wanita yang usianya baru tiga empat puluh tahun ini adalah adik-adik seperguruan Hek Kwa Kui-bo, jadi masih terhitung bibi-bibi guru daripada mendiang Kim-thouw Thian-li bekas ketua Ngo-Lian-kauw. Tentu saja dengan kepandaian mereka, dengan mudah Ang Hwa Sam-ci-moi ini menundukkan semua anggauta Ngo-lian-kauw dan semenjak itu, kurang lebih empat tahun sesudah ketua Ngo-lian-kauw tewas, perkumpulan ini mengakui Ang-hwa Sam-ci-moi sebagai ketua mereka.

Setelah Sam-ci-moi (tiga kakak beradik) ini menjadi ketua Ngo-lian-kauw, terjadilah perubahan hebat. Tiga orang wanita ini tidak suka akan ilmu klenik, tidak suka akan ilmu sihir dan penggunaan racun. Mereka tetah mewarisi ilmu silat dan ilmu pedang yang amat lihai, kepandaian mereka semenjak mereka merantau ke barat telah mengalami kemajuan yang amat hebat sehingga mereka tidak suka mengandalkan diri kepada segala macam ilmu hitam. Juga, melihat para pendeta laki-laki yang sudah tua-tua mereka tidak suka melihatnya dan membubarkan para anggauta pria dari Ngo-lian-kauw, tidak mengakui mereka sebagai anggauta lagi. Sebaliknya, mereka menerima anggauta-anggauta baru yang terdiri daripada wanita-wanita muda dan cantik. Dan semenjak dipimpin oleh Ang-hwa Sam-ci-moi inilah perkumpulan itu terkenal sebagai perkumpulan wanita cabul! Kalau ada laki-laki terlihat di situ, sudah dapat dipastikan bahwa laki-laki ini seorang pemuda tampan yang telah diculik dan orang itu selama hidupnya tidak akan dapat melihat dunia ramai lagi karena begitu dia sudah diapkir (tidak dibutuhkan lagi) dia akan dibunuh! Ang-hwa Sam-ci-moi memilih anggauta-anggauta yang berbakat dan mereka ini tidaklah banyak jumlahnya. Kalau dulu anggauta Ngo-lian-kauw ada ratusan orang, sekarang hanya tinggal kurang lebih lima puluh orang lagi, semua wanita akan tetapi mereka ini rata-rata memiliki ilmu silat yang lumayan, malah tiga orang ketua baru ini telah memperhebat barisan Ngo-lian-tin (Barisan Lima Teratai) yang dahulu diciptakan oleh Kim-thouw Thian-li. Semua anggauta-anggauta itu adalah ahli-ahli barisan Ngo-lian-tin sehingga biarpun kini anggautanya hanya lima puluh orang saja dan tidak sebanyak dulu, dan wanita semua, namun apabila dibandingkan dengan dahulu, perkumpulan ini malah lebih kuat !

Seperti telah kita ketahui, Ang-hwa Sam-ci-moi juga merupakan orang-orang yang mempunyai ambisi untuk mendapatkan kemuliaan di kota raja di samping usaha mereka mencari teman-teman yang pandai untuk membalas dendam mereka atas kematian Hek Hwa Kui-bo di Thai-san. Oleh karena itu tiga orang saudara ini menjadi tamu-tamu terhormat dari Ching-toanio di Ching-coa-to. Seperti telah dapat kita duga, adalah tiga orang wanita sakti inilah yang banyak membantu Ching-toanio dan teman-temannya sehingga siasat mereka di Thai-san berhasil dan mengakibatkan hancurnya perkumpulan Thai-san-pai yang mereka benci itu.

Dan tidaklah aneh pula kalau fihak Ching-coa-to mengajukan sarang Ngo-lian-kauw sebagai tempat pertemuan dan perundingan antara fihak mereka dan fihak jagoan-jagoan istana, karena seperti juga fihak istana, mereka sendiri masih ragu-ragu dan sangsi apakah jagoan-jagoan istana itu benar-benar mau menerima uluran tangan mereka dan mau memberi janji kedudukan.

Demikianlah, pada hari yang telah ditentukan, orang-orang Ngo-lian-kauw telah siap sedia. Sebagai nyonya rumah, Ang-hwa Sam-ci-moi telah mengatur tempat mereka sebaik-baiknya untuk menghormati para jagoan istana yang akan menjadi tamu-tamu agung. Semua anggauta Ngo-lian-kauw diberi tugas, ada yang mengatur penjagaan di sekeliling tempat itu untuk menjaga keamanan, ada yang bertugas melayani para tamu. Akan tetapi pada hari itu mereka semua, yang sebagian besar terdiri daripada wanita-wanita muda yang cantik, berdandan dengan mewah, memakai pakaian baru dan muka mereka memakai bedak dan yanci (pemerah) lebih tebal daripada biasanya. Namun setiap orang anggauta menggantungkan pedang pada punggung masing-masing, sehingga mereka ini kelihatan cantik manis, centil genit, akan tetapi juga gagah.

Untuk menyenangkan hati jagoan-jagoan dari istana yang akan mewakili kaisar dalam pertemuan dan perundingan ini, bangunan besar yang biasanya menjadi tempat tinggal ketua Ngo-lian-kauw, kini dikosongkan dan dihias menjadi tempat perundingan yang cukup luas dan menyenangkan. Para pemasak sudah sejak pagi hari sibuk di dapur dan banyaklah itik dan ayam dipotong lehernya, di samping dua ekor babi disembelih. Untuk keperluan ini malah didatangkan dua orang tukang masak pria dari kota raja, dua orang laki-laki gemuk bermuka buruk akan tetapi yang sepasang tangannya pandai sekali menyulap masakan-masakan lezat. Arak wangi tidak ketinggalan, dipilihnya arak tua yang baik. Pendeknya, fihak Ching-coa-to melalui Ngo-lian-kauw telah mempersiapkan penyambutan hebat dan besar-besaran.

Semenjak kemarin, fihak Ching-coa-to dan teman-temannya telah hadir di situ. Mereka ini terdiri dari belasan orang terkenal di dunia kang-ouw, akan tetapi yang penting disebut adalah Ching-toanio, Souw Bu Lai si jago Mongol dan gurunya, si pendeta Ka Chong Hoatsu pentolan Mongol yang terkenal sakti. Tampak pula Bouw Si Ma, jagoan Mancu murid tunggal Pak Thian Locu. Bouw Si Ma ini terkenal dengan julukannya Si Tangan Maut dan tingkat kepandaiannya tidak kalah oleh Souw Bu Lai maupun Ching-toanio sendiri! Tentu saja patut disebut Ang-hwa Sam-ci-moi, karena tiga orang wanita ini benar-benar sakti dan kepandaian mereka masing-masing jauh melampaui tingkat Ching-toanio dan teman-temannya, kecuali Ka Chong Hoatsu. Tiga orang sumoi (adik seperguruan) Hek Hwa Kui-bo ini memang masing-masing tidak setinggi Ka Chong Hoatsu kesaktiannya, akan tetapi kalau mereka itu maju bertiga, kiranya Ka Chong Hoatsu sendiri akan sukar menandingi mereka!

Sesungguhnya mereka ini tidaklah sejujurnya hendak membantu pemerintah Beng-tiauw. Seperti telah kita ketahui, mereka ini terdiri dari orang-orang yang berambisi (berpamrih), terutama sekali Souw Bu Lai atau Pangeran Sublai yang mengaku masih keturunan dari Jenghis Khan. Kalau kali ini mereka mengulurkan tangan hendak membantu Kaisar Beng-tiauw dengan dalih mencari kedudukan dan kemuliaan, sebetulnya adalah karena mereka sekarang belum merasa cukup kuat untuk merampas kerajaan. Mereka hendak membaiki pemerintah dan menguasai kedudukan-kedudukan penting sehingga kelak lebih mudah lagi mereka untuk menggulingkan Kerajaan Beng-tiauw dan membangun kembali Kerajaan Mongol. Ini termasuk cita-cita Souw Bu Lai yang didukung oleh gurunya, yaitu Ka Chong Hoatsu, dan juga Ang-hwa Sam-ci-moi. Akan tetapi cita-cita Bouw Si Ma si tokoh Mancu lain lagi. Tokoh ini bercita-cita untuk mempergunakan kekuatan bangsanya untuk mencoba menguasai kerajaan besar itu, karena sesungguhnya sudah amat lama Bangsa Mancu mengincar untuk berkuasa apabila kesempatan baik tiba. Dan cita-cita itu disetujui dan didukung oleh Ching-toanio yang diam-diam telah lama mengadakan hubungan rahasia dengan Bouw Si Ma.

Pada hari yang ditentukan, pagi-pagi sekali rombongan dari kota raja sudah memasuki lembah Sungai Huai. Lima puluh orang perajurit pilihan termasuk pasukan pengawal kerajaan, berbaris memanjang dipimpin oleh dua orang pengawal istana, yaitu Ang Moko dan Bhong-lokai, mengiringkan para tokoh istana yang dikepalai oleh The Sun. Para tokoh istana itu adalah Lui-tong Thian Te Cu yang berpakaian kuning, Bhok Hwesio dengan pakaiannya tetap sederhana dengan bagian dada setengah terbuka, Bhewakala si jagoan dari Nepal yang berkulit hitam dengan anting-antingnya yang besar bergantungan di kedua telinganya, It-to-kiam Gui Hwa yang pendiam dan bersifat galak, dan The Sun sendiri. Di tengah rombongan berkuda ini juga naik kuda diapit oleh The Sun dan Lui-tong Thian Te Cu, kelihatan Hui Kauw si gadis muka hitam! Gadis ini menunggang kuda dengan muka tunduk. Ia menjadi seorang tawanan yang biarpun ia tidak dibelenggu dan naik kuda sendiri secara bebas, namun ia maklum bahwa di tengah orang-orang sakti ini ia sama sekali tidak berdaya. Melawan tidak ada artinya. Ia memang tidak mengharapkan diampuni, tidak mengharapkan diberi hidup oleh mereka ini atau oleh ibu angkatnya, akan tetapi ia sama sekali tidak sudi memperlihatkan rasa takut, tidak sudi pula minta ampun, dan hatinya malah berdebar penuh kebahagiaan kalau ia ingat bahwa semua penderitaan ini ia pikul demi membantu usaha Kun Hong, suaminya. Mati baginya bukanlah apa-apa asalkan Kun Hong selamat dan tugas yang dipikulnya terlaksana. Gadis ini ketika ditangkap dan diperiksa, dengan terus terang mengaku bahwa ia sengaja memberikan mahkota kepada Loan Ki untuk membantu tugas "suaminya", Kwa Kun Hong, untuk menyampaikan mahkota itu kepada Raja Muda Yung Lo di utara. Memang sesungguhnya The Sun dan kawan-kawannya tentu saja tidak membutuhkan pengawalan karena mereka terdiri dari orang-orang sakti, akan tetapi pengawalan itu dilakukan bukan sekali-kali untuk menjaga keselamatan mereka melainkan untuk menambah keangkeran mereka sebagai utusan-utusan kaisar. Mereka semua datang berkuda dan sebetulnya malam tadi mereka sudah harus sampai di lembah Sungai Huai, akan tetapi oleh karena musim hujan sudah tiba dan malam tadi hujan turun amat lebat, mereka terpaksa menunda perjalanan dalam sebuah hutan dan baru pada pagi hari itu mereka dapat melanjutkan perjalanan ke lembah Sungai Huai. Setelah hujan semalam, pagi hari itu hawanya amat nyaman dan sejuk, pemandangan segar menyenangkan, akan tetapi sayang, tanah yang mereka lalui becek dan berlumpur. Pakaian seragam indah barisan itu banyak yang terkena lumpur yang memercik-mercik dari kaki kuda.

Kedatangan rombongan ini disambut penuh hormat dan manis budi oleh Ching-toanio sebagai wakil rombongannya dan oleh Ang-hwa Sam-ci-moi sebagai nyonya-nyonya rumah. Juga para tokoh undangan Ching-toanio yang sudah berkumpul keluar untuk menyambut. Tokoh berhadapan dengan tokoh, jago dengan jago sehingga pertemuan itu amat menggembirakan, dipenuhi kata-kata saling memuji dan saling merendahkan diri. Rombongan itu lalu dipersilakan masuk ke dalam bangunan yang sudah disediakan. Adapun para anggauta pasukan diperbolehkan beristirahat. Mereka ini pun tidak melewatkan kesempatan baik dan bergembiralah mereka melihat betapa para penyambut mereka adalah wanita-wanita cantik, yaitu para anggauta Ngo-lian-kauw. Suasana menjadi amat meriah, baik di dalam bangunan di mana para tamu terhormat disambut, maupun di luar bangunan dan di tempat-tempat sekelilingnya di mana para anggauta pasukan telah dapat mencari dan memilih pasangan masing-masing.

Karena para anggauta pasukan dari istana itu bersama para anggauta Ngo-lian-kauw bersnang-senang dalam kesempatan yang amat baik ini, maka mereka menjadi lalai dan penjagaan yang seharusnya dilakukan menjadi kurang ketat. Keadaan inilah yang menguntungkan Kun Hong dan tiga orang pengantarnya, yaitu Lauw Kin dan dua orang anggauta Hwa I Kaipang lain lagi. Mereka ini adalah murid-murid Hwa I Kaipang yang penuh semangat, gagah dan berani. Karena mereka tahu bahwa tanpa diantar, sukarlah bagi seorang buta seperti Kun Hong untuk dapat menyelundup masuk ke dalam sarang Ngo-lian-kauw, maka tiga orang ini dengan nekat lalu menyediakan diri untuk menjadi pengantar. Lemahnya penjagaan memudahkan mereka untuk dapat menerobos masuk dan dengan kepandaian mereka, empat orang ini dengan mudah membekuk empat orang anggauta pasukan, merampas pakaian mereka dan di lain saat Kun Hong dan tiga orang pengantarnya telah menyamar sebagai empat orang anggauta pasukan istana! Dalam pakaian ini, mereka lebih leluasa sehingga akhirnya mereka berempat dapat menyelinap kedalam bangunan, mencari tempat untuk mengintai dan mendengarkan percakapan.

Di dalam ruangan yang luas itu, kedua fihak telah lengkap untuk mengelilingi meja yang diatur berjajar berbentuk bundar. Hui Kauw berdiri di tengah-tengah, seakan-akan dijadikan barang tontonan. Gadis itu sekarang tidak tunduk lagi seperti ketika naik kuda tadi. Ia berdiri tegak dengan pandang mata berapi-api menyapu para tokoh yang duduk di sekelilingnya. Dengan sikap gagah dan lantang ia berkata,

"Tidak perlu lagi banyak bicara. Kalian adalah orang-orang terkenal di dunia kang-ouw dan kalau terjatuh ke dalam tangan kalian, sampai mati pun aku tidak penasaran. Ibu angkatku atau penculikku membenciku, ayah sendiri membenci, ibu kandung tidak berdaya. Apalagi artinya hidup? Mau hukum boleh hukum, mau bunuh, siapa takut mati? Mau menganggap aku pengkhianat atau pemberontak, terserah, pokoknya bagiku sama saja, aku telah melakukan hal yang kuanggap membantu tugas suamiku, Kwa Kun Hong. Habislah, aku tidak mau bicara lagi dan apa yang kalian hendak lakukan atas diriku, terserah!"

Bukan main terharunya hati Kun Hong mendengar suara ini. Suara bidadari yang biasanya halus merdu penuh getaran jiwa kini lantang dan nyaring penuh wibawa sehingga keadaan di ruangan itu seketika hening. Agaknya semua orang yang berada di dalam ruangan itu terpengaruh oleh sikap yang amat berani dari gadis itu. Kun Hong sedang memutar otak, menimbang-nimbang apa yang harus dia lakukan untuk dapat menolong Hui Kauw. Dia cukup maklum bahwa keadaan amatlah berbahaya, bahwa di dalam ruangan itu terdapat tokoh-tokoh sakti yang sukar dilawan dan bahwa dia seorang diri tidak mungkin dapat menghadapi pengeroyokan mereka. Akan tetapi dia pun tidak dapat membiarkan Hui Kauw terancam bahaya maut, dan untuk menolong nona ini dia siap mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Tiba-tiba kesunyian itu dipecahkan oleh suara ketawa terkekeh-kekeh. Semua Orang di dalam ruangan itu menengok dan tahu-tahu berkelebat bayangan orang yang setelah tiba di situ berubah menjadi seorang kakek berkulit hitam. Hek Lojin. "Ha-ha-ha-heh-heh-heh, The Sun, percuma saja kau membawa puluhan orang pengawal, Mereka itu manusia-manusia tidak becus, datang ke sini bukan melakukan penjagaan melainkan bermain gila dengan perempuan-perempuan tidak tahu malu, Ngo-lian-kauw, malah ada yang mengintai ke sini seperti mata-mata. Benar-benar tiada guna, ha-ha-ha, heh-heh-heh!" Sambil berkata demikian, tiba-tiba tubuhnya berkelebat mendekati tempat persembunyian Kun Hong berempat, tongkat hitamnya menyambar empat kali, terdengar suara keras tembok jebol disusul menjeritnya Lauw Kin dan dua orang saudara seperguruannya yang roboh dengan kepala pecah berhamburan! Kun Hong tadi pun terkejut karena merasa betapa ujung tongkat menembus tembok menghantam kepalanya, maka cepat dia miringkan kepala sehingga tongkat itu tidak mengenai sasaran.

1   ...   52   53   54   55   56   57   58   59   60


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət