Ana səhifə

Pendekar Buta Kho Ping Hoo


Yüklə 1.46 Mb.
səhifə53/60
tarix24.06.2016
ölçüsü1.46 Mb.
1   ...   49   50   51   52   53   54   55   56   ...   60

"Wah, aku sampai lupa. Saudara Bun Wan, kau duduklah bersila. Kau harus mendapat pengobatan cepat-cepat karena lukamu di dalam akibat pukulan pada punggung cukup parah." Ucapannya kini terdengar halus dan penuh sayang. Bun Wan merasa akan hal ini, akan tetapi dia tidak membantah karena dia pun maklum akan bahayanya luka oleh tamparan tangan kakek sakti tadi. Cepat dia duduk bersila dan membiarkan Kun Hong mengobatinya. Pendekar Buta, itu bersila pula di belakangnya, menempelkan kedua telapak tangan di punggung dan leher sambil mengerahkan sinkangnya. Bun Wan merasa betapa dari kedua telapak tangan itu menjalar hawa yang panas dan dingin, hawa panas dari telapak tangan kanan dan hawa dingin dari yang kiri. Diam-diam dia kagum bukan main dan menjadi terharu. Alangkah hebat dan baiknya Pendekar Buta ini dan alangkah buruk nasibnya. Diam-diam dia melamun. Urusan dahulu dengan Cui Bi terbayang dalam benaknya. Dan teringatlah dia akan urusannya sendiri dengan Hui Siang. Seperti juga dia dan Hui Siang, Pendekar Buta ini dahulu terlibat oleh tali asmara dengan Cui Bi, tanpa diketahui bahwa Cui Bi telah ditunangkan dengannya sehingga percintaan itu berakhir amat menyedihkan. Sekarang, kembali dia tadi telah mendatangkan penghinaan, menuduhnya yang bukan-bukan. Padahal Kun Hong hanya menolong Hui Siang, mungkin merenggut nyawa kekasihnya itu daripada tangan maut. Dan dia sudah menghinanya, menuduh yang bukan-bukan seperti yang pernah dia lakukan beberapa tahun yang lalu di puncak Thai-san, seperti yang dia lakukan pula belum lama ini di Ching-coa-to, menuduh Kun Hong mempermainkan Hui Kauw. Kiranya hanya sakit hati karena urusan Cui Bi saja yang mendatangkan pikiran yang bukan-bukan terhadap diri Pendekar Buta ini, membuat Pendekar Buta ini selalu salah dalam pikiran.

Ternyata semua itu tidak benar. Kun Hong benar-benar seorang pendekar yang bersih dan sekarang ditambah lagi dengan bukti bahwa betapapun sudah berkali-kali dihina olehnya kini Pendekar Buta itu duduk berada di belakangnya mengerahkan tenaga dalam untuk menyembuhkannya! Tidak terasa lagi bebetapa butir air mata mengalir turun dari pelupuk mata Bun Wan. Kalau dia ingat sekarang, dengan pikiran baru karena kesadarannya, dialah orangnya yang tanpa disengaja telah menggagalkan hubungan antara Kun Hong dan Cui Bi, dialah orangnya yang tanpa disengaja telah menghancurkan kebahagiaan Kun Hong. Semua itu masih dia tambah dengan sengaja untuk menghinanya, mendakwanya yang bukan-bukan, menanam bibit kebencian didalam hatinya. Dan Kun Hong membalasnya dengan kebaikan, dengan pertolongan besar, mungkin dengan penyelamatan nyawa dia dan Hui Siang karena siapa tahu kalau-kalau dia dan kekasihnya tidak dibunuh kakek sakti itu karena kedatangan Kun Hong! Dia akan segera bertanya tentang ini setelah selesai pengobatan itu. Sekarang tidak mungkin Pendekar Buta itu diajak bicara karena dia tahu bahwa Kun Hong tengah mengerahkan tenaga sinkang untuk menyembuhkannya. Makin lama hawa panas itu makin membakar di samping hawa dingin terasa menusuk-nusuk. Kedua hawa itu berputaran di sekitar punggungnya dan mendatangkan rasa nikmat luar biasa, mengusir rasa pegal dan sesak di dadanya.

"Untung Iweekangmu sudah kuat sekali," akhirnya Kun Hong berkata sambil melepaskan kedua tangannya, "sehingga pukulah itu dapat tertahan olehmu." Dia bangkit berdiri dan menarik napas panjang.

Bun Wan juga berdiri dan selagi dia hendak menghaturkan terima kasih sambil bertanya tentang munculnya Kun Hong, Pendekar Buta itu sudah mendahului berkata. "Bun Wan, kaukah orang yang diutus Raja Muda Yung Lo untuk menerima surat rahasia peninggalan mendiang kaisar tua?"

Bun Wan kaget. Sebelum pertemuannya dengan Kun Hong sekarang ini, kalau dia ditanya demikian, sudah tentu dia akan menyangkal keras. Akan tetapi tadi dia sudah mengaku, maka dia menjawab tanpa ragu lagi, "Betul,"

Kun Hong tersenyum. "lama sekali aku mencari-cari orangnya, mengharapkan kedatangannya, kiranya engkau malah orang itu. Jangan kau khawatir, Bun Wan. Surat itu selama ini berada di tanganku dan sekarang sudah diantarkan kepada Raja Muda Yung Lo."

Kaget dan herannya Bun Wan tidak kepalang besarnya sampai dia melongo,

"Apa kau bilang? Kau tahu surat wasiat itu ?"

"Tentu saja aku tahu. Paman Tan Hok sendiri yang berkata kepadaku sebelum beliau meninggal. Surat itu disimpan secara rahasia di dalam mahkota kuno dan..."

"Tetapi mahkota itu terampas oleh nona Loan Ki......."

"Heee? Kau bilang Loan Ki?" Kini Kun Hong yang terheran-heran. Bun Wan lalu menceriterakan perebutan mahkota itu antara dia dan Loan Ki yang dibantu oleh seorang pemuda aneh dan kemudian dibantu pula oleh Hui Kauw sehingga terpaksa dia meninggalkan mahkota itu kepada mereka.

Kun Hong tersenyum girang, mengangguk-angguk. "Bagus, Loan. Ki tidak seperti ayahnya, ada juga jiwa pahlawan di dalam dadanya, ha-ha ! Lucunya, kau dan mereka itu memperebutkan mahkota dengan tujuan yang sama, karena mereka pun tidak rela kalau surat itu terjatuh ke tangan kaisar yang sekarang. Dan lebih lucu lagi, kalian semua memperebutkan mahkota yang kosong karena surat itu telah berada padaku. Sekarang telah dibawa oleh Sin Lee dan isterinya ke utara."

Bukan main girangnya hati Bun Wan dan di samping kegirangan yang luar biasa karena surat rahasia penting itu telah diselamatkan dan dapat dikirimkan ke utara, juga dia menjadi kagum dan terharu terhadap Kun Hong. Siapa kira, Kun Hong yang buta dan yang dahulu dia pandang rendah ini tidak saja menjadi penolongnya, malah telah berjasa menyelamatkan surat wasiat itu ! Kekagumannya yang memuncak membuat dia merasa betapa jahat dan rendahnya sikapnya terhadap Kun Hong, betapa besarnya dosanya terhadap orang buta itu. Penyesalan yang luar biasa menyelubungi hati Bun Wan. Dia berdiri tegak, tetasan air mata masih membasahi pipinya, dengan perasaan menyesal dia memandang Kun Hong yang masih tersenyum-senyum di depannya itu. Dalam pandangannya, senyum di wajah yang tidak berbiji mata itu mendatangkan perasaan yang menusuk-nusuk jantungnya, menimbulkan iba yang menjadi-jadi. Dia teringat akan Kun Hong sebelum buta, seorang pemuda tampan dan halus, seorang pemuda yang dengan gagah berani menghadapi lawan-lawan berat di puncak Thai-san (baca Rajawali Emas). Dan karena dia tidak mau mengalah, karena dia membeber rahasia di depan orang banyak, Kun Hong yang tampan dan bermata tajam seperti mata burung rajawali emas itu kini menjadi buta! Bun Wan merasa betapa dadanya perih seperti ditusuk pisau.

"Saudara Kun Hong, kiranya kau seorang pendekat besar yang patut kusembah dan kujunjung tinggi. Ah, selama ini aku benar-benar telah buta. Kedua mataku tidak ada gunanya sama sekali, tidak dapat melihat siapa adanya engkau ini. Apalagi kalau aku ingat bahwa kebutaan kedua matamu adalah karena aku....... ah, dan kau sudah menolong keselamatan nyawaku dan nyawa Hui Siang....... dan kau sudah menyelamatkan surat wasiat....... benar-benar aku menyesal. Tidak patut aku menjadi keturunan Kun-lun-pai !" Suara terakhir ini mengandung isak tertahan.

"Hussshhhhh, jangan bicara seperti itu, Saudara Bun Wan. Tidak perlu kau membongkar-bongkat peristiwa lama. Kebutaanku adalah sudah dikehendaki Thian Yang Maha Kuasa, tidak perlu siapa pun menyesalkan. Kau seorang pendekar, seorang keturunan pahlawan, kau patut menjadi tokoh Kun-lun-pai."

"Ah, ucapanmu ini menunjukkan kebersihan hatimu, bahwa kau tidak pernah mendendam, dan aku selama ini....... ah, Saudara Kun Hong, selama hidupku aku akan terus menyesal dan penyesalanku tidak akan pernah berakhir tanpa pengorbanan !"

"Saudara Bun Wan, jangan.......!"

Kun Hong hanya dapat menduga dengan perasaannya yang halus saja bahwa pemuda Kun-lun yang berhati keras itu akan melakukan sesuatu yang "gila", akan tetapi karena matanya buta, tidaklah dia dapat melihat apa yang akan dilakukannya itu, maka dia hanya dapat mencegah dengan mulut.

Terdengar gerakan cepat disusui pekik Hui Siang, "Wan-koko....... ! Ah, Wan-koko...... kenapa kau lakukan ini.......??" Gadis itu menangis.

Kun Hong hanya berdiri pucat, tidak tahu bahwa dengan nekat untuk menyatakan penyesalan hatinya, Bun Wan telah menggunakan jari tangannya mencokel keluar sebuah biji matanya sebelah kanan! Darah keluar dari lubang mata kanannya itu, akan tetapi pemuda itu dengan tegak masih berdiri, ditangisi oleh Hui Siang yang menjadi kebingungan tidak karuan.

"Ha-ha-ha, Saudara Kun Hong. Puaslah hatiku sekarang. Untuk membutakan kedua mataku seperti yang telah kau lakukan, aku tidak sanggup karena ilmu kepandaianku tidak mungkin setinggi tingkatmu. Aku masih membutuhkan mataku yang sebelah lagi demi...... demi....... Hui Siang......."

"Ahhh....... !" Pucat wajah Kun Hong dan sekali berkelebat dia sudah berada di depan Bun Wan, tangannya meraba muka pemuda Kun-lun-pai itu dan tahulah dia kini bahwa pemuda itu benar-benar telah melakukan perbuatan gila, telah membutakan mata kanannya sendiri! "Kau gila.......! Bun Wan, mengapa kau lakukan ini???"

Dengan suara gemetar Bun Wan berkata, "Kaupun telah membutakan kedua matamu, karena aku! Dan kau berani membutakan mata biarpun kau seorang yang tidak bersalah dan kau masih dapat menjalani hidup ini dengan gagah perkasa, malah masih dapat menolong kami yang bermata! Kalau kau berani sehebat itu, apa artinya aku yang hanya berani membutakan sebelah mata karena penyesalanku dan karena dosa-dosaku.......?"

"Gila.......! Bocah gila.......!" Kun Hong cepat menotok jalan darah di tengkuk Bun Wan, kemudian dia menggunakan tongkatnya untuk mencoret beberapa huruf di dekat kakinya sambil menahan keharuan hatinya. Dengan suara serak dia berkata, "Kau carilah obat yang kutulis ini, kau pakai mengobati matamu....... ah, tidak kusangka akan begini....... Bun Wan, Hui Siang, selamat tinggal......."
Cepat-cepat Kun Hong membalikkan tubuh dan pergi dari situ agar tidak tampak oleh dua orang itu betapa dua titik air mata menetes turun dari pelupuk matanya yang sudah kosong. Burung rajawali emas mengeluarkan suara merintih panjang, terbang di atasnya dan mengikutinya pergi dari situ, dipandang oleh Bun Wan yang masih berdiri tegak dan yang ditangisi Hui Siang yang memeluknya. Di bawah, depan kaki pemuda Kun-lun-pai itu, di atas batu yang keras, terdapat huruf-huruf coretan dalam, tadi dibuat oleh tongkat Kun Hong, menggores dalam seperti dipahat saja !

*******
Sudah sebulan lebih Kong Bu dan isterinya, Li Eng, meninggalkan puncak Min-san. Sebulan yang lalu, secara tiba-tiba seperti juga ketika perginya, kakek Song-bun-kwi muncul di Min-san. Tadinya Kong Bu dan Li Eng menyambut kedatangannya dengan gembira sekali. Akan tetapi alangkah kaget dan kecewa hati mereka ketika dengan muka cemberut kakek itu berkata pendek,

"Kalian dengar baik-baik. Thai-san-pai telah diserbu orang, dirusak binasakan, banyak muridnya yang tewas. Adikmu Cui Sian diculik orang, Sekarang ayahmu Tan Beng San dan isterinya meninggalkan Thai-san untuk mencari jejak musuh dan Cui Sian. Kau, Kong Bu, sebagai putera tertua Thai-san-pai, kalau tidak dapat turun gunung membalas sakit hati ayahmu ini, kau akan menjadi dua kali pu-thauw (durhaka), selain goblok tidak mempunyai keturunan juga durhaka tidak tahu budi orang tua." Hanya demikian saja kakek itu bicara, lalu membalikkan tubuh lari pula turun gunung.

Kong Bu dan isterinya saling pandang dengan muka pucat. Mereka tahu bahwa kakek itu masih saja penasaran dan marah karena mereka tidak mempunyai turunan. Sakit hati mereka dikata-katai seperti itu oleh kakek mereka dan Li Eng yang biasanya tabah dan keras hati itu sudah menangis.

"Eng-moi," Kong Bu menghibur sambil memeluk isterinya, "sabarlah, sudah tidak aneh lagi kalau kakek bersikap seperti itu. Memang beliau seorang yang berwatak keras dan aneh."

Li Eng menggeleng kepala. "Bukan itu........ bukan itu......." katanya menahan isak. "Aku bersumpah, sebelum dapat melihat adik Cui Sian kembali kepada orang tuanya dan sebelum mampu membalas musuh-musuh Thai-san-pai, aku tidak akan mau pulang ke Min-san."

Kong Bu mengangguk. "Baiklah, mari kita turun gunung dan membantu ayah mencari adik Cui Sian dan membalas musuh-musuh itu." Demikianlah, sepasang suami isteri ini lalu turun gunung, meninggalkan puncak Min-san dan mulai melakukan penyelidikan di dunia kang-ouw

Baru kali ini semenjak mereka menikah empat tahun lalu, mereka melakukan perjalanan berdua, turun gunung. Dengan heran mereka mendapatkan kenyataan betapa menyenangkan perjalanan ini, betapa menggembirakan! Perjalanan ini mengingatkan mereka akan pertemuan pertama mereka dahulu, pertemuan yang aneh, lucu dan mesra. Pada pertemuan pertama itu keduanya juga masing-masing sedang merantau seperti sekarang ini, begitu bertemu saling bermusuh mengadu ilmu kepandaian sampai berjam-jam lamanya karena ilmu silat mereka memang setingkat. Akhirnya Li Eng dapat dikalahkan dan dijadikan tawanan oleh Kong Bu, ke mana-mana dipondong di luar kemauan Li Eng. Kemudian, dengan penggunaan akal, Li Eng dapat merobohkan Kong Bu dan bertukar peranan. Li Eng yang sekarang menawan Kong Bu dan karena tidak sudi memondong tawanannya, ia lalu menyeretnya di sepanjang jalan (baca Rajawali Emas). Semua peristiwa ini terbayang oleh sepasang suami isteri itu, menimbulkan kegembiraan besar dan kini mereka saling pandang dengan amat mesra, dengan kasih sayang baru. Kenangan masa lalu itu membangkitkan kembali kasih mesra di antara mereka.

Memang sesungguhnyalah, amatlah tidak baik kalau suami isteri melupakan hal-hal seperti ini. Tinggal di rumah saja bertahun-tahun, hidup sebagai alat-alat mati, segalanya Sudah teratur dan selalu begitu-begitu tanpa perubahan, setiap hari terulang kembali tanpa muncul hal-hal baru, tanpa melihat hal-hal baru, akan mudah mendatangkan rasa bosan. Tanpa disadari akan membuat suami isteri itu merasa bahwa mereka terikat oleh beban rumah tangga yang membuat mereka tunduk terbungkuk-bungkuk, menyeret mereka menjadi hamba daripada keseragaman yang mereka ciptakan sendiri, memaksa mereka menjadi sebagian daripada bangunan mesin rumah tangga yang mereka bentuk sendiri.

Tubuh ini milik dunia, dan sudah menjadi sifat dunia selalu menghendaki yang baru mengubur yang lama. Oleh karena tubuh ini milik dunia maka tubuh ini pun seperti halnya dunia, menghendaki pula hal-hal yang baru, selalu rindu dan mencari sesuatu yang baru. Demikian pula dengan suami isteri, karena mereka hanya manusia-manusia yang bertubuh, dengan sendirinya mereka pun membutuhkan hal-hal yang baru untuk mempertahankan kebahagiaan rumah tangganya. Mereka sendirilah yang harus menciptakan hal-hal baru ini, harus pandai mencari suasana yang baru karena hal ini akan membangkitkan gairah hidup, akan menambah terang cahaya kebahagiaan rumah tangga, akan memperbaru atau mempertebal kasih mesra di antara mereka sendiri (dalam bahasa Jawa disebut ambangun trisno). Suami isteri harus pandai memilih saat-saat di mana mereka dapat memisahkan diri daripada keseragaman tiap hari itu, berdua saja untuk sementara memisahkan diri daripada suasana sehari-hari yang selalu begitu-begitu saja sehingga membosankan. Demikianlah, tanpa disengaja, Kong Bu dan Li Eng telah menciptakan suasana baru dengan kepergian mereka turun gunung. Tidak mengherankan apabila mereka merasakan kebahagiaan dan kegembiraan luar biasa dalam perjalanan ini, seakan-akan mereka memasuki hidup baru yang jauh berbeda daripada kehidupan sehari-hari yang begitu-begitu saja di puncak Min-san. Biasanya setiap hari mereka hanya mengenal hal seperti ini, yaitu bangun pagi-pagi, melatih para murid, bekerja di ladang, melatih murid-murid lagi, malamnya berlatih sendiri, mengaso, tidur. Demikianlah acara tunggal tiap hari. Pemandangan alam yang dilihat pun itu-itu juga.

Kini, begitu turun gunung, mereka memasuki suasana baru. Hawa baru, pemandangan baru, pendengaran baru dan kesemuanya ini menyiram bunga kebahagiaan yang tadinya agak melayu oleh kebosanan. Bersinar-sinar mata mereka, tersenyum-senyum bibir mereka, kemerahan pipi Li Eng kalau memandang suaminya, amat mesra pandang mata Kong Bu kalau menatap wajah isterinya, dan keduanya mendapatkan kebagiaan baru dalam perjalanan ini.

Seperti juga yang telah dilakukan oteh kakek mereka, juga oleh suami isteri Thai-san-pai dan oleh Sin Lee dan isterinya, suami isteri Min-san ini pun melakukan penyelidikan di dunia kang-ouw. Banyak sudah tokoh kang-ouw yang mereka datangi untuk dimintai keterangan, kalau-kalau ada di antara mereka yang mendengar siapa-siapa yang telah menyerbu Thai-san. Akan 'tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui akan peristiwa itu dan karenanya juga tidak dapat menduga siapa yang memusuhi Thai-san. Malah berita ini mengejutkan dan menggegerkan dunia kang-ouw, karena peristiwa itu sudah pasti akan berekor panjang. Siapakah mereka yang begitu berani mati mengganggu Thai-san-pai ? Dengan hati berdebar dan tegang, para tokoh kang-ouw menanti-nanti datangnya ledakan dahsyat akibat kejadian ini, karena tidak boleh tidak tentu fihak Thai-san-pai akan melakukan pembalasan !

"Tidak ada lain jalan, isteriku," kata Kong Bu ketika mereka berdua sedang mengaso pada tengah hari yang terik di bawah pohon besar, "kita harus mendatangi tempat tinggal para musuh Ayah. Penyerbuan di Thai-san itu agaknya dilakukan penuh rahasia sehingga tidak ada yang tahu. Menurut pendapatku, mereka yang menyerbu Thai-san-pai tentulah keluarga atau handai-taulan daripada musuh-musuh ayah, tanpa dasar dendam sakit hati siapakah orangnya berani dan mau menyerbu Thai-san-pai sedangkan ayah terkenal sebagai seorang pendekar besar?"

Li Eng sedang duduk melonjorkan kedua kakinya dan tubuhnya bersandar pada batang pohon itu, kedua matanya dimeramkan. Agaknya ia nampak lelah sekali dan mengantuk. Mendengar ucapan suaminya, ia menjawab,

"Memang agaknya begitu, akan tetapi yang lebih jelas lagi adalah bahwa mereka yang menyerbu itu tentu orang-orang yang memiliki ilrnu kepandaian tinggi. Kalau tidak, mana mampu mereka mengganggu Thai-san-pai ?"

Kong Bu setuju dengan pendapat isterinya ini. Ayahnya adalah Raja Pedang yang sukar dicari bandingannya di dunia kang-ouw, ibu tirinya juga seorang pendekar pedang wanita yang berilmu tinggi. Kalau bukan orang-orang yang sakti, takkan mungkin berani mengganggu kesana, apa lagi sampai berhasil merusak binasakan dan menculik Cui Sian. Ia mengingat-ingat mereka yang dahulu memusuhi ayahnya Siauw-ong-kwi tokoh utama dan muridnya, Siauw-coa-ong Giam Kin, keduanya sudah tewas dalam pertemuan di Thai-san. Toat-beng Yok-mo juga sudah tewas, begitupun Pak Thian Locu dan Hek Hwa Kui-bo. Tokoh-tokoh utama dunia persilatan sudah banyak yang tewas dan di antara empat besar yaitu Song-bun-kwi dari barat, Swi Lek Hosiang dari timur, Siauw-ong-kwi dari utara dan Hek Hwa Kui-bo dari selatan, kini yang masih hidup hanya kakeknya, Song-bun-kwi dan Swi Lek Hosiang. Akan tetapi Tai-lek-Sin Swi Lek Hosiang bukanlah orang yang termasuk menjadi musuh ayahnya. Adapun kakeknya, biarpun dahulu memusuhi ayahnya, akan tetapi sekarang tidak mungkin lagi, malah membantu. siapakah pula orang sakti yang dapat menyerbu ke Thai-san? Terbayang wajah Hek Hwa Kui-bo yang jahat dan dia mengingat-ingat siapa sanak keluarga nenek iblis ini. Tiba-tiba dia meloncat bangun dan menepuk-nepuk pahanya.

"Wah, kalau bukan mereka siapa lagi ?"

Mendengar suara suaminya ini, Li Eng membuka kedua matanya yang mengantuk, terheran-heran melihat sikap suaminya yang seperti keranjingan itu.


"Eh, kau teringat siapakah ?" tanyanya, terganggu karena tadi ia hampir pulas saking nikmatnya mengaso di bawah pohon yang teduh dan dikipasi angin semilir.

"Ketemu sekarang, Eng-moi! Tentu mereka, wah, siapa lagi kalau bukan mereka?"

Li Eng kini melemparkan punggungnya, duduk tidak bersandar lagi, matanya sudah terbuka lebar menatap wajah suaminya. "Duduklah yang baik bicara yang benar ! Siapa yang kau maksudkan? Kau seperti sedang teringat kepada kekasihmu yang dulu saja."

"Eh, eh, tiada hujan tiada angin tiba-tiba saja kau cemburu?" Kong Bu segera duduk di dekat isterinya dan merangkul lehernya. "Sejak dahulu kekasihku hanya kau, ada siapa lagi? Aku bukan sedang teringat akan kekasih, melainkan teringat akan murid mendiang Hek Hwa Kui-bo, yaitu ketua Ngo-lian-kauw yang berjuluk Kim-thouw Thian-li. Kau tentu masih ingat akan dia, bukan? Nah, dia sudah tewas tetapi Ngo-lian-kauw masih berdiri, kabarnya malah makin kuat. Orang-orang Ngo-lian-kauw lihai, juga licin dan curang sekali. Mereka patut dicurigai. Kurasa, setidak-tidaknya mereka tentu bercampur tangan dalam penyerbuan Thai-san-pai."

Li Eng mengerutkan keningnya yang hitam panjang, lalu mengangguk-angguk.

"Betul juga katamu, kalau mengingat mereka, aku pun curiga. Perkumpulan iblis itu dapat melakukan kejahatan yang bagaimanapun juga."

"Aku tahu sarangnya!" Kong Bu berkata cepat. "Ngo-lian-kauw (Perkumpulan Agama Lima Teratai) berpusat di lembah Sungai Huai, di sebelah barat kota raja dan sebelah utara kota Ho-pei. Li Eng, hayo kita berangkat sekarang juga."

Kong Bu melompat berdiri lagi, akan tetapi dia memandang heran kepada isterinya yang masih saja duduk bermalas-malasan, malah sambil menguap dan mengulet isterinya kembali bersandar kepada batang pohon. Kong Bu memegang tangan Li Eng, menarik-nariknya mengajak bangun "Hayo, bangunlah.......!"

Tetapi dia menjadi keheranan. ketika melihat Li Eng sama sekali tidak mau bangun berdiri, malah merenggut tangannya.

"Ihhh, kau kenapakah ?" Kong Bu cepat berlutut lagi dekat isterinya. "Kenapa malas benar ? Atau....... tidak enakkah badanmu ?"

"Entah, aku malas....... ngantuk. Kita mengaso dulu, biarlah aku tidur, hari masih amat panas, aku ogah melakukan perjalanan. Di sini enak sekali, sejuk dan nyaman. Nanti saja kalau sudah teduh kita melanjutkan perjalanan, mengapa sih buru-buru amat?

Kong Bu memandang terheran-heran. Ini bukan watak Li Eng sehari-hari, pikirnya. Biasanya, isterinya adalah seorang wanita yang lincah, yang selalu bergerak seperti burung walet, tidak mau diam apalagi bermalas-malasan seperti ini. Apakah yang terjadi? Mengapa isterinya mengalami prerubahan watak begini aneh?

"Eng-moi, sakitkah kau....... ?" Dengan penuh kasih sayang Kong Bu meraba jidat isterinya. Akan tetapi Li Eng mengipatkan tangan itu dan berkata, suaranya agak kaku,

"Jangan ganggu aku ! Aku mau tidur, aku tidak sakit apa-apa!" Dan ia tidak mau perdulikan lagi pada suaminya karena matanya sudah meram dan ia benar-benar berusaha untuk tidur.

Kong Bu tercengang, lalu duduk termenung menatapi wajah isterinya. Benar-benar luar biasa. Kenapa Li Eng jadi berangasan seperti ini? Tampaknya hendak marah-marah, akan tetapi anehnya, sebentar saja isterinya itu telah pulas, dari pernapasannya yang panjang Kong Bu terpaksa menahan sabar, menunda keberangkatannya ke sarang Ngo-lian-kauw untuk menyelidiki perkumpulan itu yang dia duga tentu mempunyai saham besar dalam peristiwa penyerbuan Thai-san-pai.

Memang panas hawa pada tengah hari amat teriknya, biarpun sinarnya ditangkis oleh dahan-dahan pohon, namun sinar yang menerobos dari celah-celah daun menyilaukan mata. Nyaman berlindung di bawah pohon itu dan Kong Bu perlahan-lahan mengantuk juga setelah lama memandang wajah isterinya yang sudah tidur pulas dengan aman tenteramnya.

Akan tetapi selagi dia layap-layap hendak pulas, dia bangun lagi. Cepat dia duduk dan memperhatikan. Tidak salah, ada orang bernyanyi-nyanyi di tengah hutan.

Suara orang itu makin lama makin jelas, tanda bahwa orang yang bernyanyi itu sedang berjalan menuju ke mari. Suaranya parau dan keras, akan tetapi kata-kata lagu yang dinyanyikan itu menarik perhatian Kong Bu. Dia memperhatikan dan diam-diam mendengar suara nyaring itu dia dapat menduga bahwa orang yang lewat di hutan dan bernyanyi ini tentulah seorang berkepandaian.

"Kemenangan melahirkan kesombongan menimbulkan benci permusuhan hidup tak tenteram lagi. Kekalahan melahirkan? penasaran menimbulkan dendam memupuk pembalasan hidup tak tenteram lagi. Yang melempar jauh-jauh kemenangan maupun kekalahan dialah orang bahagia. Yang dikagumi dan dikehendaki para bijak budiman adalah kemenangan batin!"

Suara orang yang bernyanyi itu kini tidak makin dekat, tanda bahwa orang itu agaknya juga berhenti, tetapi terus bernyanyi. Sehabis bernyanyi dengan suara parau seperti kaleng diseret, terdengar dia terbahak-bahak dan, terkekeh-kekeh tertawa,

1   ...   49   50   51   52   53   54   55   56   ...   60


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət