Ana səhifə

Teori evolusi


Yüklə 437.5 Kb.
səhifə10/15
tarix27.06.2016
ölçüsü437.5 Kb.
1   ...   7   8   9   10   11   12   13   14   15

FOKUS: Pengakuan Evolusionis

Tantangan untuk menjelaskan asal usul kehidupan merupakan sumber krisis terbesar yang dihadapi teori evolusi. Alasannya, molekul-molekul organik sangat kompleks dan pembentukannya tidak mungkin dapat diterangkan sebagai suatu kebetulan. Selain itu, telah terbukti bahwa sel organik mustahil terbentuk secara kebetulan.

Evolusionis dihadapkan pada pertanyaan tentang asal usul kehidupan pada perempat kedua abad ke-20. Pakar terkemuka teori evolusi molekuler, evolusionis Rusia, Alexander I. Oparin, menuliskan dalam bukunya “The Origin of Life” yang terbit pada tahun 1936:

Sayangnya, asal usul sel masih menjadi pertanyaan, yang merupakan titik tergelap dari teori evolusi yang utuh.1

Sejak Oparin, banyak evolusionis telah melakukan penelitian dan pengamatan untuk membuktikan bahwa sebuah sel dapat terbentuk secara ke-betulan. Akan tetapi, setiap upaya hanya memperjelas desain sel yang kompleks sehingga semakin menggugurkan hipotesis mereka. Profesor Klaus Dose, kepala Institut Biokimia di Universitas Johannes Gutenberg, menyatakan:

Percobaan tentang asal usul kehidupan di bidang kimia dan evolusi molekuler selama lebih dari 30 tahun, menghasilkan persepsi yang lebih baik tentang kompleksitas asal usul kehidupan di bumi ini, dan bukannya memberikan jawaban yang mereka harapkan. Saat ini, semua diskusi mengenai teori-teori dasar dan penelitian di bidang ini berakhir dengan kebuntuan atau pengakuan atas ketidaktahuan. 2

Jeffrey Bada dari Institut San Diego Scripps memperjelas ketidakberdayaan evolusionis terhadap kebuntuan ini :

Kini, saat meninggalkan abad ke-20, kita masih menghadapi masalah terbesar yang belum terpecahkan sejak awal abad ke-20: Bagaimana kehidupan muncul di muka bumi? 3

Alexander Oparin: "Asal-usul sel masih menjadi teka-teki."

Jeffrey Bada: "Kemunculan kehidupan di bumi adalah masalah terbesar yang belum terpecahkan."


1)Alexander Oparin, Origin of life (1936). New York : Dover Publications, 1953 (cetakan ulang). hlm 196.

2)Klaus Dose, “The Origin of Life : More Questions Than Answer”, Interdisciplinary Science Reviews, Vol. 13, No. 4, 1988, hlm. 348

3)Jeffrey Bada, Earth, Februari 1998, hlm. 40

Kompleksitas Sel

Sel adalah suatu sistem dengan desain paling rumit dan paling indah yang pernah disaksikan manusia. Michael Denton, seorang profesor biologi, dalam bukunya yang berjudul Evolution: Theory in Crisis, menggambarkan kompleksitas sel dengan sebuah contoh:

“Untuk memahami realitas kehidupan seperti yang telah diungkapkan oleh biologi molekuler, kita harus memperbesar sebuah sel ribuan juta kali sampai diameternya mencapai dua puluh kilometer dan menyerupai pesawat raksasa, cukup untuk menutup kota besar seperti London atau New York. Yang akan kita lihat adalah sebuah objek dengan kerumitan tak tertandingi dan desain adaptif. Pada permukaan sel kita akan melihat jutaan lubang, seperti rongga pelabuhan pada sebuah pesawat induk antariksa, membuka dan menutup untuk menjaga kontinuitas keluar-masuk aliran materi. Bila kita memasuki salah satu lubang ini, kita akan mendapati diri kita berada di dalam dunia dengan teknologi unggul dan kompleksitas mencengangkan.... Inilah sebuah kompleksitas di luar jangkauan kreativitas kita, suatu realitas yang merupakan lawan dari kebetulan, yang dalam segala hal melampaui semua yang dihasilkan kecerdasan manusia...”
Probabilitas Protein Terbentuk Secara Kebetulan Adalah Nol

Ada 3 syarat utama dalam pembentukan protein yang berguna:

Syarat pertama : semua asam amino pada rantai protein harus dari jenis yang benar

dan berada pada urutan yang benar.

Syarat kedua : semua asam amino pada rantai tersebut berbentuk Levo.

Syarat ketiga : semua asam amino saling berikatan dengan membentuk ikatan peptida.


Agar sebuah protein terbentuk secara kebetulan, ketiga syarat utama di atas harus dipenuhi secara bersamaan. Probabilitas pembentukan protein secara kebetulan adalah sama dengan mengalikan probabilitas pemenuhan masing-masing syarat tersebut.

Misalnya untuk sebuah molekul berukuran rata-rata yang terdiri dari 500 asam amino :



1.Probabilitas asam amino berada dalam urutan yang benar

Ada 20 jenis asam amino yang digunakan dalam penyusunan sebuah protein. Berarti:


- Probabilitas setiap asam amino yang terpilih

dengan tepat dari 20 jenis = 1/20

- Probabilitas 500 asam amino tersebut terpilih dengan tepat = 1/20500 = 1/10650

= 1 peluang dalam 10650


2.Probabilitas asam amino berbentuk Levo
- Probabilitas satu asam amino Levo terpilih = 1/2

Probabilitas 500 asam amino yang terpilih seluruhnya berbentuk asam amino Levo

= 1/2500 = 1/10150

= 1 peluang dalam 10150


3.Probabilitas asam-asam amino bergabung dengan ikatan peptida:

Asam amino dapat saling berikatan dengan beragam ikatan kimia. Agar terbentuk protein yang berguna, seluruh asam amino pada rantai harus berikatan dengan ikatan khusus yang disebut “ikatan peptida”. Telah dihitung bahwa probabilitas asam-asam amino berikatan dengan ikatan peptida dan bukan dengan ikatan yang lain adalah 50%. Berdasarkan hal ini:


- Probabilitas dua asam amino berikatan dengan “ikatan peptida” = 1/2

- Probabilitas 500 asam amino berikatan dengan “ikatan peptida” = 1/2499= 1/10150

= 1 peluang dalam 10150
PROBABILITAS TOTAL = 1/10650 X 1/10150 X 1/10150

= 1/10950 = 1 peluang dalam 10950

Probabilitas sebuah molekul protein berukuran rata-rata yang terdiri dari 500 asam amino tersusun dalam jumlah dan urutan yang tepat, dan hanya terdiri dari asam amino Levo, dengan rantai hanya terbentuk dari ikatan peptida adalah “1” banding 10950. Kita dapat menuliskan angka ini dengan meletakkan 950 angka nol sesudah angka 1 sebagai berikut :
10950=

100.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000



FOKUS :

Sumber-Sumber Evolusionis Mutakhir Membantah Eksperimen Miller

Dewasa ini, eksperimen Miller telah menjadi hal yang benar-benar diabaikan bahkan oleh kalangan ilmuwan evolusionis. Majalah sains evolusionis terkemuka Earth edisi Februari 1998 menuliskan hal berikut ini dalam artikel yang berjudul “Life's Crucible”:

Kini ahli geologi berpendapat bahwa sebagian besar atmosfir purba terdiri dari karbon dioksida dan nitrogen, gas-gas yang kurang reaktif dibandingkan gas-gas yang digunakan dalam eksperimen tahun 1953. Bahkan, bila atmosfir yang diajukan Miller benar ada, bagaimana anda membuat molekul sederhana seperti asam amino mengalami perubahan kimiawi yang dibutuhkan sehingga berubah menjadi senyawa yang lebih rumit, atau polimer seperti protein? Miller sendiri angkat tangan pada bagian teka-teki ini. “Ini adalah masalah,” ia mengeluh dengan gusar. "Bagaimana Anda membuat polimer? Itu bukan hal yang mudah.” 1

Kenyataannya, bahkan kini Miller pun telah menerima bahwa percobaannya tidak akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang dapat menjelaskan asal usul kehidupan. Bahwa ilmuwan evolusionis sangat mempercayai percobaan ini hanya menunjukkan kesengsaraan evolusi dan keputusasaan para pengajurnya.

Artikel berjudul “The Emergence of Life on Earth” (Kemunculan Kehidupan di Muka Bumi) dalam National Geographic edisi Maret 1998 mengungkapkan hal berikut ini:

Sekarang banyak ilmuwan menduga bahwa atmosfir purba itu berbeda dari yang pertama kali diandaikan Miller. Mereka berpikir bahwa atmosfir tersebut terdiri dari karbon dioksida dan nitrogen, bukan hidrogen, metan dan amoniak.

Ini adalah berita buruk bagi ahli kimia. Ketika mereka mencoba mereaksikan karbon dioksida dan nitrogen, mereka mendapatkan sejumlah molekul organik yang tak berharga — ini sama saja dengan melarutkan setetes pewarna makanan ke dalam air kolam renang. Para ilmuwan menemukan kesulitan besar untuk membayangkan bahwa kehidupan muncul dari sup encer seperti itu.2

Singkatnya, baik eksperimen Miller maupun evolusionis yang lain tidak dapat menjawab pertanyaan bagaimana kehidupan muncul di muka bumi. Semua penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kehidupan tidak mungkin muncul secara kebetulan dan karenanya mempertegas bahwa kehidupan memang diciptakan.


1. Earth. “Life's Crucible” Februari 1998, hlm.34

2. National Geographic, “The Rise of Life on Earth”, Maret 1998, hlm. 68


Benda Tak Bernyawa Tidak Bisa Menghasilkan Kehidupan

Sejumlah percobaan evolusionis seperti Eksperimen Miller dan Eksperimen Fox telah direncanakan untuk membuktikan pernyataan bahwa benda tak bernyawa dapat mengatur dirinya sendiri dan menghasilkan makhluk hidup yang kompleks. Ini merupakan pernyataan yang benar-benar tidak ilmiah: setiap pengamatan dan eksperimen, sudah tidak dapat dibantah lagi, membuktikan bahwa materi tidak memiliki kemampuan seperti itu. Astronom dan ahli matematika Inggris terkenal Sir Fred Hoyle menyatakan bahwa materi tidak dapat menghasilkan kehidupan dengan sendirinya, tanpa adanya campur tangan yang disengaja:

Bila memang ada sebuah prinsip dasar materi sedemikian yang dapat menggerakkan sistem-sistem organik menuju kehidupan, tentu saja keberadaannya dengan mudah dapat ditunjukkan di laboratorium. Contohnya, seseorang dapat mengumpamakan kolam pemandian sebagai sup purba. Ke dalam kolam ini dimasukkan senyawa-senyawa kimia non-biologis sesukanya. Gas apa pun yang diinginkan dapat diembuskan di atasnya, atau ke dalamnya. Kolam ini pun disinari dengan bentuk radiasi apa pun yang diinginkan. Biarkan eksperimen in berjalan selama setahun, lalu lihatlah berapa banyak dari 2000 enzim (protein yang dihasilkan oleh sel hidup) yang muncul di dalam kolam. Untuk menghemat waktu dan uang serta agar tidak mengalami kesulitan bila benar-benar mengerjakan hal tersebut, saya akan menjawabnya. Anda tidak akan menemukan apa-apa, selain mungkin tumpukan lumpur yang terdiri dari asam amino dan senyawa organik sederhana lainnya.

Seorang ahli biologi evolusionis Andrew Scott mengakui fakta yang sama:

Ambillah sekumpulan materi, panaskanlah sambil diaduk dan tunggulah. Ini adalah versi modern Genesis (Asal Usul Terbentuknya Kehidupan). Gaya-gaya fundamental seperti gravitasi, elektromagnetisme dan daya nuklir baik yang kuat maupun yang lemah, dianggap telah melakukan sisanya….

Seberapa besarkah dongeng apik ini benar-benar terjadi, dan seberapa besarkah tetap merupakan spekulasi? Sejujurnya, hampir seluruh mekanisme tiap tahapan besar, mulai dari bahan kimia awal (precursor) hingga sel pertama, adalah hal kontroversi atau kekaguman sepenuhnya.


1)Fred Hoyle, The Intelligent Universe, New York, Holt, Rinheard & Winston, 1983, hlm..256

2) Andrew Scott, “Update on Genesis”, News Scientist, Vol. 106, 2 Mei 1985, hlm.30


Pengakuan evolusionis

Perhitungan probabilitas menunjukkan dengan jelas bahwa molekul kompleks seperti protein dan asam nukleat (RNA dan DNA) tidak pernah dapat terbentuk secara kebetulan, secara independen satu terhadap yang lain. Walaupun demikian, evolusionis harus menghadapi masalah yang lebih besar bahwa semua molekul kompleks tersebut harus muncul secara bersamaan agar kehidupan dapat muncul. Teori evolusi benar-benar dipusingkan oleh syarat tersebut. Ini adalah titik di mana sebagian evolusionis terkemuka terpaksa mengaku. Sebagai contoh, seorang kerabat dekat Stanley Miller dan Francis Crick dari University of San Diego California, evolusionis terkenal Dr. Leslie Orgel menyatakan:


Protein dan asam nukleat, masing-masing memiliki struktur yang kompleks, tidak mungkin muncul secara spontan pada tempat yang sama secara bersamaan. Tetapi tidak mungkin pula ada salah satu tanpa yang lainnya. Karena itu, pada sekilas pandangan pertama, seseorang mungkin harus menyatakan bahwa sesungguhnya kehidupan tidak dapat berasal dari senyawa kimiawi.1

Fakta yang sama diakui pula oleh ilmuwan yang lain:

DNA tidak dapat melakukan pekerjaannya, termasuk menghasilkan lebih banyak DNA, tanpa bantuan protein katalitis atau enzim. Singkatnya, protein tidak dapat terbentuk tanpa DNA, sebagaimana pula DNA tidak dapat terbentuk tanpa protein.2

Bagaimana Kode Genetis, termasuk mekanisme translasinya (ribosom dan molekul RNA), berawal? Untuk saat ini, kita terpaksa harus puas dengan keterpesonaan dan ketakjuban, dan bukan dengan sebuah jawaban. 3

Leslie E. Orgel, “The Origin of Life on Earth”, ScientificAmerican, vol.271, Oktober 1994, hlm. 78

John Horgan, “In the Beginning”, Scientific American, vol. 264, Februari 1991, hlm. 119

Douglas R. Hofstadter, Godel, Escher, Bach: An eternal Golden Braid, New York, Vintage Books, 1980, hlm. 548
BAB 11

Ilmu Termodinamika Menyanggah Evolusi

Hukum II Termodinamika, yang dianggap sebagai salah satu hukum dasar ilmu fisika, menyatakan bahwa pada kondisi normal semua sistem yang dibiarkan tanpa gangguan cenderung menjadi tak teratur, terurai, dan rusak sejalan dengan waktu. Seluruh benda, hidup atau mati, akan aus, rusak, lapuk, terurai dan hancur. Akhir seperti ini mutlak akan dihadapi semua makhluk dengan caranya masing-masing dan menurut hukum ini, proses yang tak terelakkan ini tidak dapat dibalikkan.

Kita semua mengamati hal ini. Sebagai contoh, jika Anda meninggalkan sebuah mobil di padang pasir, Anda tidak akan menemukannya dalam keadaan lebih baik ketika Anda menengoknya beberapa tahun kemudian. Sebaliknya, Anda akan melihat bannya kempes, kaca jendelanya pecah, sasisnya berkarat, dan mesinnya rusak. Proses yang sama berlaku pula pada makhluk hidup, bahkan lebih cepat.

Hukum II Termodinamika adalah cara mendefinisikan proses alam ini dengan persamaan dan perhitungan fisika.

Hukum ini juga dikenal sebagai “Hukum Entropi”. Entropi adalah selang ketidakteraturan dalam suatu sistem. Entropi sistem meningkat ketika suatu keadaan yang teratur, tersusun dan terencana menjadi lebih tidak teratur, tersebar dan tidak terencana. Semakin tidak teratur, semakin tinggi pula entropinya. Hukum Entropi menyatakan bahwa seluruh alam semesta bergerak menuju keadaan yang semakin tidak teratur, tidak terencana, dan tidak terorganisir.

Keabsahan Hukum II Termodinamika atau Hukum Entropi ini telah terbukti, baik secara eksperimen maupun teoretis. Albert Einstein menyatakan bahwa Hukum Entropi akan menjadi paradigma yang sangat berpengaruh di periode sejarah mendatang. Ilmuwan terbesar di masa kita ini mengakuinya sebagai “hukum utama dari semua ilmu pengetahuan”. Sir Arthur Eddington juga menyebutnya sebagai “hukum metafisika tertinggi di seluruh jagat”.1

Teori evolusi adalah klaim yang diajukan dengan sepenuhnya mengabaikan Hukum Entropi. Mekanisme yang diajukannya benar-benar bertentangan dengan hukum dasar fisika ini. Teori evolusi menyatakan bahwa atom-atom dan molekul-molekul tidak hidup yang tak teratur dan tersebar, sejalan dengan waktu menyatu dengan spontan dalam urutan dan rencana tertentu membentuk molekul-molekul kompleks seperti protein, DNA dan RNA. Molekul-molekul ini lambat laun kemudian menghasilkan jutaan spesies makhluk hidup, bahkan dengan struktur yang lebih kompleks lagi. Menurut teori evolusi, pada kondisi normal, proses yang menghasilkan struktur yang lebih terencana, lebih teratur, lebih kompleks dan lebih terorganisir ini terbentuk dengan sendirinya pada tiap tahapnya dalam kondisi alamiah. Proses yang disebut alami ini jelas bertentangan dengan Hukum Entropi.

Ilmuwan evolusionis juga menyadari fakta ini. J. H. Rush menyatakan:

Dalam perjalanan evolusinya yang kompleks, kehidupan menunjukkan perbedaan yang jauh dengan kecenderungan yang dinyatakan Hukum II Termodinamika. Sementara Hukum II menyatakan pergerakan irreversibel ke arah entropi yang lebih tinggi dan tak teratur, evolusi kehidupan berkembang terus ke tingkat yang lebih teratur.2

Dalam sebuah artikel di majalah Science, ilmuwan evolusionis, Roger Lewin, menyatakan kebuntuan termodinamis dari evolusi.

Masalah yang dihadapi para ahli biologi adalah pertentangan nyata antara evolusi dan Hukum II Termodinamika merupakan. Sejalan dengan waktu, semua sistem akan rusak, semakin tidak teratur bukan sebaliknya.3

Ilmuwan evolusionis lainnya, George Stravropoulos, menyatakan kemustahilan termodinamis pembentukan kehidupan secara spontan dan ketidaklayakan penjelasan adanya mekanisme-mekanisme makhluk hi-dup yang kompleks melalui hukum-hukum alam. Ini dinyatakannya dalam majalah evolusionis terkenal, American Scientist:

Namun sesuai dengan Hukum Termodinamika II, dalam kondisi biasa tidak ada molekul organik kompleks dapat terbentuk secara spontan. Sebaliknya, molekul kompleks akan hancur. Memang, semakin kompleks sebuah molekul, semakin tidak stabil keadaannya dan semakin pasti kehancurannya, cepat atau lambat. Kendatipun melalui pembahasaan yang membingungkan atau sengaja dibuat membingungkan, fotosintesis dan semua proses kehidupan, serta kehidupan itu sendiri, tidak dapat dipahami berdasarkan ilmu termodinamika ataupun ilmu pasti lainnya.4

Seperti telah diakui, Hukum II Termodinamika merupakan rintangan yang tak dapat diatasi oleh skenario evolusi, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun logika. Karena tidak mampu mengajukan penjelasan ilmiah dan konsisten, evolusionis hanya dapat mengatasi rintangan ini dalam khayalan mereka. Sebagai contoh, evolusionis terkenal, Jeremy Rifkin, menuliskan keyakinannya bahwa evolusi mengungguli hukum fisika dengan suatu “kekuatan ajaib”:

Hukum Entropi mengatakan bahwa evolusi menghabiskan energi keseluruhan yang tersedia bagi kehidupan di planet ini. Konsep evolusi kami adalah sebaliknya. Kami yakin bahwa evolusi secara ajaib menghasilkan nilai energi keseluruhan yang lebih besar dan keteraturan di bumi ini.5

Kata-kata ini jelas menunjukkan bahwa evolusi sepenuhnya merupakan sebuah keyakinan dogmatis.



Mitos "Sistem Terbuka"
Dihadapkan pada semua kebenaran ini, evolusionis terpaksa berlindung dengan menyimpangkan Hukum II Termodinamika, dengan mengatakan bahwa hukum ini berlaku hanya untuk “sistem tertutup”, dan tidak dapat menjangkau “sistem terbuka”.

Suatu “sistem terbuka” merupakan sistem termodinamis di mana materi dan energi dapat keluar-masuk. Sedangkan dalam “sistem tertutup”, materi dan energi tetap konstan. Evolusionis menyatakan bahwa bumi merupakan sebuah sistem terbuka. Bumi terus menerima energi dari matahari, sehingga hukum entropi tidak berlaku pada bumi secara keseluruhan; dan makhluk hidup yang kompleks dan teratur dapat terbentuk dari struktur-struktur mati yang sederhana dan tidak teratur.

Namun ada penyimpangan nyata dalam pernyataan ini. Fakta bahwa sistem memperoleh aliran energi tidaklah cukup untuk menjadikan sistem ini teratur. Diperlukan mekanisme khusus untuk membuat energi berfungsi. Sebagai contoh, mobil memerlukan mesin, sistem transmisi, dan mekanisme kendali untuk mengubah bahan bakar menjadi energi un-tuk menggerakkan mobil. Tanpa sistem konversi energi seperti itu, mobil tidak dapat menggunakan energi dari bahan bakar.

Hal yang sama berlaku juga dalam kehidupan. Kehidupan memang mendapatkan energi dari matahari, namun energi matahari hanya dapat diubah menjadi energi kimia melalui sistem konversi energi yang sangat kompleks pada makhluk hidup (seperti fotosintesis pada tumbuhan dan sistem pencernaan pada manusia dan hewan). Tidak ada makhluk hidup yang dapat hidup tanpa sistem konversi energi semacam itu. Tanpa sistem konversi energi, matahari hanyalah sumber energi destruktif yang membakar, menyengat dan melelehkan.

Dapat dilihat, suatu sistem termodinamika, baik terbuka maupun tertutup, tidak menguntungkan bagi evolusi tanpa mekanisme konversi energi. Tidak ada seorang pun menyatakan bahwa mekanisme sadar dan kompleks semacam itu muncul di alam dalam kondisi bumi purba. Memang, masalah nyata yang dihadapi evolusionis adalah bagaimana mekanisme konversi energi yang kompleks ini — seperti fotosintesis tumbuhan yang tidak dapat ditiru, bahkan dengan teknologi modern — dapat muncul dengan sendirinya.

Aliran energi matahari ke bumi tidak dapat menciptakan keteraturan dengan sendirinya. Setinggi apa pun suhunya, asam-asam amino tidak akan membentuk ikatan dengan urutan teratur. Energi saja tidak cukup untuk pembentukan struktur lebih kompleks dan teratur, seperti asam amino membentuk protein atau protein membentuk struktur terorganisir yang lebih kompleks pada organel-organel sel. Sumber nyata dan penting dari keteraturan pada semua tingkat adalah rancangan sadar, dengan kata lain, penciptaan.



Mitos “Pengorganisasian Mandiri oleh Materi”
Menyadari bahwa Hukum II Termodinamika membuat evolusi tidak mungkin terjadi, beberapa ilmuwan evolusionis berspekulasi untuk menjembatani jurang di antara keduanya agar evolusi menjadi mungkin. Seperti biasa, usaha-usaha ini pun menunjukkan bahwa teori evolusi ber-akhir dengan kebuntuan.

Seorang yang terkenal dengan usahanya untuk mengawinkan termodinamika dengan evolusi adalah ilmuwan Belgia bernama Ilya Prigogine. Beranjak dari Teori Kekacauan (Chaos Theory), Prigogine mengajukan sejumlah hipotesis di mana keteraturan terbentuk dari ketidakteraturan (chaos). Dia berargumen bahwa sebagian sistem terbuka dapat mengalami penurunan entropi disebabkan aliran energi dari luar. “Keteraturan” yang dihasilkan merupakan bukti bahwa “materi dapat mengorganisir diri sendiri”. Sejak saat itu, konsep “pengorganisasian mandiri oleh materi” menjadi sangat populer di kalangan evolusionis dan materialis. Mereka bersikap seolah-olah telah menemukan asal usul materialistis bagi kompleksitas kehidupan dan solusi materialistis bagi masalah asal usul kehidupan.

Namun jika dicermati, argumen ini benar-benar abstrak dan hanya angan-angan. Lebih dari itu, argumen tersebut mengandung penipuan yang sangat naif, yang sengaja mengacaukan dua konsep berbeda, yaitu “pengorganisasian mandiri” (self-organization) dan “pengaturan mandiri” (self-ordering).6

Ini dapat diterangkan dengan contoh berikut. Bayangkan sebuah pan-tai dengan campuran berbagai jenis batuan. Ada batu-batu besar, batu-batu lebih kecil, dan batu-batu sangat kecil. Jika sebuah ombak besar menerpa pantai, mungkin muncul “keteraturan” di antara batu-batu tersebut. Air akan menggeser batu-batu dengan berat sama pada posisi yang sama. Ketika ombak surut, batu-batu tersebut mungkin tersusun dari yang terkecil hingga yang terbesar ke arah laut.

Ini merupakan proses “pengaturan mandiri”: pantai adalah sistem terbuka dan aliran energi (ombak) dapat menyebabkan suatu “keteraturan”. Namun ingat bahwa proses yang sama tidak dapat membentuk istana pasir di pantai. Jika kita melihat istana pasir, kita yakin bahwa seseorang telah membuatnya. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa istana pasir mengandung kompleksitas sangat unik, sedangkan batu-batu yang “teratur” hanya memiliki keteraturan saja. Ini seperti mesin tik yang mencetak “aaaaaaaaaaaaaaaa” beratus-ratus kali, karena sebuah benda (aliran energi) jatuh menimpa huruf “a” pada papan ketik. Tentu saja pengulangan huruf “a” tersebut tidak mengandung informasi apa pun, apalagi sebuah kompleksitas. Dibutuhkan pikiran sadar untuk menghasilkan rangkaian kompleks huruf-huruf yang mengandung informasi.

Hal yang sama berlaku jika angin berhembus ke dalam sebuah kamar penuh debu. Sebelum angin mengalir, debu-debu mungkin tersebar di sekitar kamar. Ketika angin berhembus, debu-debu bisa jadi terkumpul di sudut ruangan. Ini adalah “pengaturan mandiri”. Namun debu tidak pernah “mengorganisir diri” dan menciptakan gambar manusia pada lantai kamar tersebut.

Contoh-contoh di atas serupa benar dengan skenario “pengorganisasian mandiri” dari evolusionis. Mereka berargumen bahwa materi memiliki kecenderungan untuk mengorganisir diri, lalu memberikan contoh-contoh pengaturan mandiri dan selanjutnya mencoba mengacaukan kedua konsep tersebut. Prigogine sendiri memberikan contoh-contoh pengaturan mandiri molekul karena aliran energi. Ilmuwan Amerika, Thaxton, Bradley dan Olsen, menerangkan fakta ini dalam buku mereka, The Mistery of Life's Origin, sebagai berikut:

… Pada masing-masing kasus, gerakan acak molekul dalam cairan secara spontan digantikan oleh perilaku yang sangat teratur. Prigogine, Eigen dan lainnya menganggap bahwa pengorganisasian mandiri serupa merupakan sifat intrinsik dalam kimia organik, dan menjadi penyebab terbentuknya makromolekul kompleks yang penting bagi sistem kehidupan. Akan tetapi, analogi seperti itu tidak relevan dengan pertanyaan asal usul kehidupan. Alasan utamanya adalah kegagalan mereka dalam membedakan antara keteraturan dan kompleksitas…. Keteraturan tidak dapat menyimpan informasi yang sangat besar yang diperlukan sistem kehidupan. Bukan struktur teratur yang diperlukan, namun struktur yang sangat tidak teratur tetapi spesifik. Ini adalah kesalahan serius dalam analogi yang diajukan. Tidak ada hubungan nyata antara pengaturan spontan yang terjadi karena aliran energi ke dalam sistem, dengan kerja yang diperlukan untuk membentuk makromolekul sarat-informasi seperti DNA dan protein.7

Bahkan Prigogine sendiri terpaksa menerima bahwa argumennya tidak berlaku bagi asal usul kehidupan. Dia mengatakan:

Masalah keteraturan biologis melibatkan transisi dari aktivitas molekuler ke keteraturan supermolekuler dalam sel. Hal ini belum terpecahkan sama sekali.8

Lalu, mengapa evolusionis masih berusaha meyakini skenario-skenario tak ilmiah seperti “pengorganisasian materi secara mandiri”? Mengapa mereka berkeras menolak pewujudan kecerdasan dalam sistem kehidupan? Jawabannya adalah bahwa mereka memiliki keyakinan dogmatis pada materialisme, dan keyakinan bahwa materi memiliki kekuatan misterius untuk menciptakan kehidupan. Profesor Robert Shapiro, pakar kimia dan DNA dari Universitas New York menjelaskan keyakinan evolusionis dan landasan dogmatisnya sebagai berikut:

Maka diperlukan prinsip evolusi lain untuk menjembatani antara campuran-campuran kimia alami sederhana dengan replikator efektif pertama.*) Prinsip ini belum dijelaskan secara terperinci ataupun ditunjukkan, namun telah diantisipasi, dan diberi nama evolusi kimia dan pengorganisasian materi secara mandiri. Keberadaan prinsip ini diterima sebagai keyakinan dalam filsafat materialisme dialektis **), sebagaimana diterapkan pada asal usul kehidupan oleh Alexander Oparin.9

Situasi ini menjelaskan bahwa evolusi adalah sebuah dogma yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan empiris. Asal usul kehidupan hanya dapat dijelaskan dengan campur tangan sebuah kekuatan supranatural. Kekuatan supranatural tersebut adalah penciptaan Allah, yang mencipta-kan seluruh jagat raya dari ketiadaan. Dari sisi termodinamika, ilmu pengetahuan membuktikan bahwa evolusi adalah mustahil, dan keberadaan kehidupan hanya dapat dijelaskan dengan Penciptaan.

1)Jeremy Rifkin, Entropy: A New World View, New York, Viking Press, 1980, hlm. 6

2)J. H. Rush, The Dawn of Life, New York, Signet, 1962, hlm. 35.

3)Roger Lewin, "A Downward Slope to Greater Diversity", Science, Vol. 217, 24.9.1982, hlm. 1239.

4)George P. Stravropoulos, "The Frontiers and Limits of Science", American Scientist, Vol 65, November-Desember 1977, hlm. 674.

5)Jeremy Rifkin, Entropy: A New World View, hlm. 55

6)Untuk keterangan lebih jauh, lihat: Stephen C. Meyer, "The Origin of Life and the Death of Materialism", The Intercollegiate Review, 32, No. 2, Spring 1996.

7)Charles B. Thaxton, Walter L. Bradley & Roger L. Olsen, The Mystery of Life's Origin: Reassessing Current Theorities, edisi IV, Dallas, 1992. bab 9, hlm. 134.

8)Ilya Prigogine, Isabelle Stengers, Order Out of Chaos, New York, Bantam Books, 1984, hlm. 175.

*)replikator efektif pertama adalah asam nukleat/DNA pertama yang berhasil memperbanyak diri

**)materialisme dialektis = Interpretasi Marxis terhadap realitas yang memandang materi sebagai satu-satunya subjek perubahan dan semua perubahan merupakan hasil dari pertentangan terus-menerus antara oposisi yang muncul dari kontradiksi internal dalam semua peristiwa, ide dan gerakan.

9)Robert Shapiro, Origins: A Sceptics Guide to the Creation of Life on Earth. Summit Books, New York: 1986, s. 207.


1   ...   7   8   9   10   11   12   13   14   15


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət