Ana səhifə

Sia Tiauw Enghiong – 31


Yüklə 44.5 Kb.
tarix24.06.2016
ölçüsü44.5 Kb.
Sia Tiauw Enghiong – 31

“Habis, apakah supee telah kena dia bikin celaka?” ia menanya pula.


“Setelah suhu melihat lukanya suheng, lantas suhu dapat menerka maksudnya
Auwyang Hong,” si pelajar menerangkan pula. “Malam itu juga suhu pindah tempat, dan
Auwyang Hong tidak berdaya mencari. Karena tahu Auwyang Hong tidak bakal berhenti
sampai di situ, kami mencari tempat-tempat sampai kami mendapatkan ini tempat suci.
Setelah suhu pulih kesehatannya, kami berempat mengusulkan suhu pergi mencari See
Tok di Pek To San, guna membuat perhitungan dengannya, akan tetapi suhu
berpendirian, kalau dapat mengalah baiklah dia mengalah terus dan kami dilarang pergi
menerbitkan gara-gara. Demikianlah untuk belasan tahun kami tinggal dengan aman di
tempat ini. Siapa tahu sekarang kamu berdua datang kemari! Kami cuma tahu kamu
murid- muridnya Kiu Cie Sin Kay, kami menduga kamu tidak bermaksud jahat, maka itu
kami merintanginya setengah hati, coba kami berbuat nekat, tidak nanti kami
membiarkan kamu masuk ke kuil kami. Sungguh di luar dugaan, toh akhir-akhirnya guru
kami telah terkena juga tangan jahat kamu……”
Setelah berkata begitu, mendadak muka si pelajar menjadi bengis pula, bahkan
sambil berbangkit bangun, ia menghunus pedangnya, yang berkilau berkeredepan.
Melihat demikian, si pengail, si tukang kayu dan si petani, turut berbangkit juga
sambil menghunus senjata mereka, lantas mereka mengambil sikap mengurung.
“Ketika aku datang mencari supee untuk minta diobati, aku tidak tahu bahwa
pengobatannya itu bakal menghabiskan kepandaiannya selama lima tahun,” berkata
Oey Yong. “Bahwa obatku ada racunnya, itu juga aku tidak tahu, sebab itu ada
perbuatannya lain orang. Supee telah melepas budi padaku, meskipun kami tidak punya
hati, tidak nanti kami membalas kebaikannya dengan kejahatan.”
Kalau begitu,” menegur si tukang pancing, “Kenapa selagi kesehatan guru kami
belum pulih dan dia pun terkena racun, kamu mengajak musuh mendaki gunung ini?”
Ditanya begitu, Oey Yong dan Kwee Ceng kaget bukan alang kepalang.
“Tidak sama sekali!” mereka menyangkal.
“Masih menyangkal!” membentak si tukang pancing. “Begitu suhu terkena racun, kita
lantas menerima gelang kumala dari pihak musuh. Kalau memangnya kamu tidak
bersekongkol mana bisa terjadi peristiwa begini kebetulan?”
“Gelang kumala apa itu?” Oey Yong tanya. Ia benar tidak mengerti.
“Hm, masih berlagak piton!” si tukang pancing mengejek. Mendadak ia menggeraki
dua tangannya, maka kedua pengayuhnya lantas menghajar muda mudi di depannya
itu.
Kwee Ceng duduk berendeng sama Oey Yong, begitu ia melihat datangnya
pengayuh, ia berlompat bangun, kedua tangannya bergerak, tangan kanan menyambar
satu pengayuh, untuk segera dirampas, tangan yang lain menangkap pengayuh yang
kedua, yang terus ia gentak.
Si tukang pancing kaget dan tangannya kesakitan, pengayuhnya itu terpaksa
dilepaskan. Selagi begitu, Kwee Ceng meneruskan menangkis garunya si petani, hingga
kedua senjata bentrok keras dan lelatu apinya muncrat berhamburan. Setelah itu, lekas-
lekas ia mengangsurkan, menyerahkan pulang pengayuhnya si tukang pancing, hingga
dia ini heran dan tercengang, tetapi cuma sebentar, setelah menyambuti itu, berbareng
bersama kampaknya si tukang kayu, dia menyerang pula.
Kwee Ceng sementara itu berlaku sangat sebat, begitu ia mundur, begitu ia menolak,
menampak mana si pelajar yang mengenali ilmu silat Hang Liong Sip-pat Ciang, segera
meneriaki kedua saudara seperguruannya: “Lekas mundur!”
Si tukang pancing dan si tukang kayu adalah murid-muridnya seorang guru yang
lihay, mereka menginsyafi bahaya dengan cepat mereka menarik pulang senjata
mereka sambil mengundurkan diri juga. Tapi biar bagaimana mereka sebat, mereka
masih kalah gesit, mereka tidak dihajar hanya senjata mereka disambar, untuk dirampas
pula!
“Sambut ini!” berkata Kwee Ceng, yang kembali mengembalikan senjata orang,
sekarang pengayuh dan garu!
“Bagus!” si pelajar memuji sambil ia menikam dengan pedangnya ke iga kanan.
Melihat datangnya tikaman, Kwee Ceng terperanjat. Sekarang terbukti, dari keempat
murid orang itu, adalah si pelajar ini, yang gerak-geriknya halus, justru yang ilmu
silatnya paling lihay. Maka ia tidak mau berlaku alpa. Untuk dapat melindungi Oey Yong,
yang tidak boleh mengeluarkan banyak tenaga, ia membela diri dengan gerakannya
menuruti barisan Thian Kong Pak-tauw-tin dari Coan Cin Cit Cu. Mula-mula ia hanya
mengurung diri, kemudian perlahan-lahan ia memperlebar kurungannya, maka keempat
lawan itu terpaksa mundur sendirinya, sampai mereka terdesak ke tembok. Disaat ini,
asal ia mau turun tangan, dapat si anak muda melukai mereka itu, atau salah satu di
antaranya.
Selama itu, Kwee Ceng mempertahankan diri, antaranya ia tidak menambah
tenaganya. Dengan begini ia membuatnya mereka dua pihak tidak kalah dan tidak
menang.
Si pelajar agaknya penasaran, mendadak ia mengubah ilmu pedangnya. Kali ini
pedangnya itu mengasih dengar sambaran angin mengaung. Ia menyerang ke empat
penjuru, setiap kalinya dengan enam tusukan atau sabetan beruntun. Itulah ilmu pedang
Ay Lao Kiam Hoat dari Ay Lao San di Inlam, yang semuanya terdiri dari tigapuluh enam
jurus. Tapi terhadap si anak muda, ilmu pedang itu tidak mempan. Tenang-tenang
seperti biasa, dengan tangan kanan pemuda ini melayani pedang, dengan tangan
kirinya ia menghalau setiap senjatanya si tukang pancing, si tukang kayu dan si petani.
Disaat datangnya tusukan pedang yang ketigapuluh enam, Kwee Ceng menyambut
itu dengan sentilannya jari tengah. Itulah dia ilmu silat Tan Cie Sin Thong dari Oey Yok
Su, ilmu silat yang tak ada keduanya, sebagaimana terbukti ketika dengan Ciu Pek
Thong ia main-main menyentil batu, sedang selama di Kwie-in-chung, dia telah memberi
petunjuknya kepada Bwee Tiauw Hong, sementara Kwee Ceng telah melihatnya di Gu-
kee-cun, Lim-an, selama Tong Shia melayani Coan Cin Cit Cu. Memang ia belum
mencapai kemahiran seperti Oey Yok Su tetapi ketika pedang si pelajar kena tersentil,
pedang itu berbunyi nyaring dan mental. Si pelajar merasai tangannya sakit sampai
hampir terlepas cekalannya.
“Tahan!” pelajar itu berseru sambil ia lompat mundur.
Si tukang pancing sudah lantas menurut, semuanya mengundurkan diri, tetapi
mereka sudah terdesak ke tembok, tidak ada ruang lagi untuk mundur, maka itu, si
tukang pancing mundur ke pintu, si petani lompat di liang tembok yang gempur, sedang
si tukang kayu, yang terus menyelipkan kapaknya di pinggangnya, bukan menyingkir
hanya sambil tertawa dia kata: “Aku telah membilangnya kedua tetamu kita ini tidak
mengandung maksud jahat tetapi kamu tidak percaya!” Ia berbicara itu sama ketiga
saudara seperguruannya.
Si pelajar menyimpan pedangnya, ia menjura kepada Kwee Ceng.
“Kau baik hati, kau suka mengalah, engko kecil,” katanya. “Terima kasih!”
Kwee Ceng lekas-lekas berbangkit untuk membalas hormat. Hanya karena kata-kata
si tukang kayu, ia heran, ia kata di dalam hatinya: “Kami memang tidak mengandung
maksud buruk, mengapa mereka berempat mulanya tidak mempercayainya? Kenapa
baru sekarang mereka percaya?”
Oey Yong melihat paras kawannya, ia tahu apa yang orang pikir, maka ia membisik.
“Jikalau kau memikir buruk, kau tentunya telah melukai mereka. Sekarang ini, sekalipun
It Teng Supee bukanlah tandinganmu.”
Kwee Ceng pikir itu benar ia mengangguk.
Si pelajar berempat telah berkumpul pula di dalam kamar.
“Sebenarnya siapa itu musuh dari It Teng Supee?” Oey Yong tanya. “Apa itu yang
disebut gelang kumala?”
“Menyesal,” menyahut si pelajar. “Bukannya kami tidak suka menjelaskan hanya
sebenarnya kami sendiri tidak tahu duduknya hal. Apa yang kami tahu ialah suhu dan
orang itu ada mempunyai kepentingan.” Oey Yong masih mau menanya ketika si petani
berlompat bangun seraya berkata keras: “Ah, inilah berbahaya!”
“Bahaya apa?” tanya si tukang pancing.
Si petani menunjuk si pelajar, ia menyahuti: “Suhu sedang kehabisan tenaga,
sekarang dia menutur segala apa, kalau kedua tetamu kita ini bermaksud tidak baik, kita
sendiri tidak sanggup mencegahnya, apakah kau kira suhu masih dapat ditolongi?”
Mendengar kekhawatiran itu, si tukang kayu berkata: “Paduka conggoan pandai
berpikir, mustahil hal ini dia tidak dapat memikirkannya? Kalau begitu, mana bisa dia
menjadi perdana menteri dari negara Tali? Sebenarnya dia ketahui dari siang-siang
bahwa kita bukan tandingannya tetapi dia toh bertindak juga, itulah ke satu untuk
mencoba kepandaiannya kedua tetamu kita ini dan kedua untuk membikinnya kau
percaya habis!”
Si pelajar bersenyum.
Si petani dan si tukang pancing mendelik kepada saudaranya, mereka kagum,
separuhnya lagi menyesali.
Ketika itu terdengar tindakan kaki orang, lalu muncul seorang kacung pendeta, yang
lantas memberi hormat seraya berkata: “Suhu menitahkan suheng berempat
mengantarkan tetamu pulang.”
Atas itu semua orang berbangkit. Tapi Kwee Ceng segera berkata: “Supee lagi
menghadapi musuh, mana dapat kita lantas berlalu dari sini? Bukankah siauwtee tidak
tahu diri tetapi ingin aku bekerja sama suheng berempat untuk mengusir dulu musuh
itu.”
Si tukang pancing berempat saling melirik, mereka memperlihatkan roman girang.
“Nanti aku pergi dulu menanyakan suhu,” kata si pelajar, yang lantas berlalu, diikuti
ketiga saudaranya. Tidak lama mereka kembali, kali ini lenyap roman mereka yang
gembira. Si pelajar lantas berkata: “Suhu mengucap terima kasih atas kebaikan jiewi,
tetapi suhu membilang juga, segala apa biar terserah kepada karma, biar orang
berbuatnya sendiri-sendiri, dari itu orang luar tidak dapat campur tangan.”
Tapi Oey Yong memikir lain.
“Engko Ceng, mari kita bicara sendiri sama supee!” katanya.
Kwee Ceng menurut. Ketika mereka sampai di kamar It Teng Taysu, pintu kamar
dikunci, percuma mereka mengetuk-ngetuk dan memanggil-manggil, tidak ada suara
jawaban. Sebenarnya pintu itu bisa digempur tetapi mereka tidak berani berbuat
demikian.
“Suhu tidak dapat menemui kamu pula, jiewi,” berkata si tukang kayu, yang air
mukanya guram. “Karena gunung itu tinggi dan air panjang, baiklah lain kali kita bertemu
pula.”
Oey Yong belum bilang apa-apa, atau Kwee Ceng mendapat satu pikiran, maka ia
lantas berkata dengan nyaring: “Yongjie, mari kita pergi! Bukankah supee tidak sudi
menemui kita? Sebentar di bawah gunung, supee mengasih ijin atau tidak, kalau kita
ketemu orang dan orang itu banyak rewel, kita hajar padanya!”
Si nona yang cerdik lantas dapat menerka maksud engko Cengnya itu, ia pun
menyahuti dengan nyaring: “Kau benar, engko Ceng! Umpama kata musuhnya supee
sangat lihay dan kita mati di tangannya, kita puas, hitung-hitung kita sudah membalas
budi supee!”
Dua-dua suara itu keras, pasti suara itu terdengar sampai di dalam, maka juga, ketika
si muda mudi baru jalan beberapa tindak, mendadak daun pintu dipentang, lalu
terdengar suara tajam dari seorang pendeta tua: “Taysu mengundang jiewi!”
Kwee Ceng girang sekali, bersama Oey Yong, ia jalan berendeng masuk ke dalam
kamarnya It Teng Taysu. Di sana si pendeta, bersama si pendeta dari India, masih
duduk bersila. Mereka lantas menghampirkan, untuk memberi hormat sambil berlutut.
Ketika kemudian mereka mengangkat kepala, mereka mendapatkan It Teng Taysu
bermuka pucat kuning, beda daripada waktu semula mereka melihatnya. Mereka jadi
bersyukur berbareng berduka, hingga mereka tidak tahu mesti membilang apa.
It Teng Taysu bersenyum.
“Semua masuk!” ia kata kepada empat muridnya, yang menanti di depan pintu. “Aku
hendak bicara.”
Si pelajar berempat menghampirkan, lebih dulu mereka memberi hormat kepada guru
mereka itu, juga kepada si pendeta India. Dia ini cuma mengangguk, lantas dia tunduk
dan berdiam, kembali tidak memperdulikan semua orang.
It Teng Taysu mengawasi asap yang bergulung naik, tangannya membuat main
sebuah gelang kumala. Oey Yong melihat itu, katanya dalam hatinya; “Terang itu ada
gelang orang perempuan, entah apa maksudnya musuh supee bolehnya mengirimkan
ini?”
Untuk beberapa detik, semua orang berdiam, kemudian baru terdengar It Teng Taysu
menghela napas dan mengatakan: “Setiap hari dahar nasi, tetapi pernahkan
memakannya sebutir beras?” Ia lantas menoleh kepada si muda-mudi, untuk melanjuti:
“Kamu berdua mulia hati, aku si pendeta tua menerima itu dengan baik, Mengenai
urusan ini, jikalau aku tidak menjelaskan, aku khawatir murid-murid atau sahabat-
sahabat dari kedua pihak nanti menerbitkan gelombang yang tak diingini. Itulah
bukannya kehendakku. Tahukah kamu siapa sebenarnya aku ini?”
“Supee adalah kaisar dari Tali di Inlam,” menyahut Oey Yong. “Supee ada satu-
satunya kaisar di Selatan yang kesohor sekali, siapakah yang tidak tahu?”
It Teng bersenyum.


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət