Ana səhifə

Keanekaragaman ikan air tawar di sepanjang aliran sungai bureng kecamatan gendanglegi, kabupaten malang


Yüklə 2.47 Mb.
tarix18.07.2016
ölçüsü2.47 Mb.
KEANEKARAGAMAN IKAN AIR TAWAR DI SEPANJANG ALIRAN SUNGAI BURENG KECAMATAN GENDANGLEGI, KABUPATEN MALANG
Yoga Mahendra, Sofia Ery Rahayu, Ibrohim.

Universitas Negeri Malang

Email: yoga.mahend@gmail.com

ABSTRAK: Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif eksploratif dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan keanekaragaman ikan di sungai Bureng serta hubungan faktor abiotik terhadap keanekaragaman ikan di sungai Bureng. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Juni. Ikan ditangkap menggunakan seine net dan electrofishing serta didapatkan 13 spesies ikan air tawar. Nilai indeks keanekaragaman spesies ikan di sungai Bureng yaitu 0,825-1,482, kemerataan spesies ikan di sungai Bureng yaitu 0,275-0,495 dan kekayaan spesies ikan yaitu 0,956-1,718. Faktor abiotik yang secara signifikan berhubungan dengan keanekaragaman dan kemerataan adalah kandungan oksigen terlarut (DO) dan suhu, sedangkan faktor abiotik yang berhubungan secara nyata terhadap kekayaan spesies ikan di sungai Bureng hanya suhu perairan.
Kata Kunci: Keanekaragaman, Ikan Air Tawar, Sungai Bureng.

Sebanyak 13.000 spesies air tawar hidup di danau dan sungai yang cakupannya hanya 1% di permukaan bumi, sedangkan 16.000 spesies hidup di habitat air laut yang merupakan 70% bagian permukaan bumi (Leveque et al, 2008). Menurut Adiesoemarto dan Rifai, dalam Haryono dkk (2002) ada sekitar 8500 spesies ikan terdapat di Perairan Indonesia, dan jumlah jenis ikan tersebut masih terus bertambah dengan ditemukannya jenis-jenis baru. Dilihat dari jumlah jenis ikan air tawar, Indonesia menempati rangking ke dua di dunia setelah Brazil dan pertama di Asia (Budiman dkk, 2002).

Kegiatan observasi ikan telah dilakukan di beberapa sungai di Indonesia. Yustina (2001) telah melakukan observasi iktiofauna di sepanjang sungai Rangau, Riau, Sumatera, dan hasilnya bahwa terdapat 70 spesies ikan yang ditemukan. Selain itu, inventarisasi ikan juga telah dilakukan di sungai Brantas oleh Suharijanti dkk (2008) dan ditemukan 9 jenis ikan

Sungai Bureng merupakan salah satu sungai yang terletak di daerah Gondanglegi, Kabupaten Malang. Air yang mengalir di sepanjang sungai ini berasal dari sumber Sira yang terletak di hulu bagian sungai Bureng. Sedangkan hilir dari sungai tersebut bermuara di rawa Bureng. Sungai tersebut memiliki rona habitat yang relatif berbeda dari hulu ke hilir, sehingga memiliki karakteristik masing-masing. Di sumber Sira, memiliki aliran air yang relatif lambat, dan banyak ditemukan subsrat berupa tanaman air. Kemudian aliran air sedikit lebih deras mengalir menuju ke daerah lahan kangkung. Sungai dibagi menjadi beberapa aliran dengan mengikuti pola lahan tanaman kangkung, sehingga pada daerah ini, sungai menjadi lebih dangkal dengan substrat yang didominasi oleh pasir. Kemudian aliran air akan menuju daerah dam, dan alirannya menjadi semakin lebih cepat. Setelah melewati dam, maka aliran air menjadi semakin cepat, dengan profil substrat yang sebagian besar adalah batu-batuan besar dan juga batuan sedang, hingga akhirnya menuju ke hilir, yaitu rawa Bureng. Aliran air di rawa Bureng relatif sangat lambat, dan substrat didominasi oleh pasir yang sangat halus.

Berdasarkan paparan tersebut dilakukanlah penelitian dengan tujuan untuk mengetahui jenis dan keanekaragaman ikan di sungai Bureng serta hubungan faktor abiotik terhadap keanekaragaman ikan di sungai Bureng.
METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah ikan air tawar disepanjang aliran sungai Bureng, Gondanglegi, Kabupaten Malang yang tertangkap dengan menggunakan seine net dan electrofishing di setiap stasiun.

Alat dan bahan yang digunakan adalah GPS. jaring (seine net) mesh 0,5 cm dan electrofishing (12V, 10A),kertas label, pensil, formalin 10%, botol, dan alkohol 75%, multimeter,DO meter, bola hanyut, stopwatch, jangka sorong, lup, dan mikroskop. Identifikasi mengacu pada buku sumber Kottelat dkk (1993) dan Weber dkk (1901-1922).

Pengambilan sampel ikan di sungai Bureng dilakukan dengan membuat beberapa stasiun secara representatif. Berdasarkan perbedaan rona lingkungan (Yustina, 2001), daerah penelitian dibagi menjadi 5 stasiun, yaitu stasiun 1 adalah Sumber Sira, stasiun 2 adalah sungai yang melintasi lahan tanaman kangkung, stasiun 3 adalah titik percabangan sungai Bureng (daerah dam), stasiun 4 adalah sungai yang mengalir ke arah tenggara ± 1,53 km dari dam dan stasiun 5 adalah rawa Bureng. Stasiun dapat dilihat pada gambar 1.



group 58




Gambar 1. Foto Pencitraan Satelit Sungai Bureng dan Sketsa Lokasi Pengambilan Sampel. Stasiun 1 = 8° 7'22.15"S 112°37'13.47"T (0 km), Stasiun 2 = 8° 7'28.33"S 112°37'12.98" T (0,37 km) Stasiun 3 = 8° 7'47.05"S 112°36'55.53"T 347 m (1,08 km) Stasiun 4 = 8° 8'15.74"S 112°36'20.40"T 339 m (2,61 km) dan Stasiun 5 = 8° 9'25.60"S 112°35'45.57"T 335 m (6,12 km)Sumber: Google earth (2012).
Ikan ditangkap dengan menggunakan electrofishing dan seine net. Secara kuantitatif, spesimen dikumpulkan dengan metode penangkapan persatuan usaha (Foltz, 1982; Yustina, 2001; Kaemink, 2007; Pegg, 2007) yaitu 3 kalidengan penggunaan seine net dan 20 menit dengan menggunakan electrofishing. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada hari yang berbeda, dengan penggunaan jaring sebanyak 2 kali dan electrofishing satu kali. Sebanyak 5 ekor ikan untuk setiap spesies yang telah ditangkap kemudian direndam dalam formalin 10%, dan setelah 24 jam dicuci pada air mengalir lalu dipindahkan ke dalam alkohol 75% dan diberi label, untuk selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Biologi, FMIPA Universitas Negeri Malang.

Faktor abiotik yang diukur antara lain kecepatan arus, temperatur, salinitas, kandungan oksigen terlarut, kecerahan, dan intensitas penyinaran. Pengukuran faktor abiotik dilakukan disetiap stasiun pengamatan dengan 4 kali ulangan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks kekayaan jenis pada masing-masing stasiun


HASIL PENELITIAN

Berdasarkan pengambilan sampel yang telah dilakukan diperoleh sejumlah 469 ikan yang dari lima stasiun di sungai Bureng dan teridentifikasi dalam tiga belas spesies yang tergolong dalam empat ordo dan sepuluh familia. Spesimen ikan yang tertangkap dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan jumlah individu ikan yang tertangkap di setiap stasiun sungai Bureng disajikan pada Tabel 1. Komposisi ikan yang ditemukan disajikan pada Tabel 2.



a

b

c

group 31group 34group 8


group 9group 510
d

e



group 491group 84group 77
gg




f

h


group 88group 89



i




j

k




l

m

n

group 11group 349group 458


p



group 464group 461
o


Gambar 2. Spesimen Ikan yang Tertangkap di Sungai Bureng. (a) Anabas testudineus, (b) Aequidens pulcher, (c) Aplocheilus panchax, (d) Channa striata, (e) Clarias batrachus, (f) Dermogenys pussilus, (g) Pterygoplichthys pardalis, (h) Oreochromis mosambicus, (i) dan (j) Poecilia reticulata Jantan dan Betina, (k) Puntius binotatus, (l) Rasbora lateristriata, (m) Trichopsis vittata, (n), (o), dan (p) Xiphophorus helleri betina, jantan A dan Jantan B.
Nilai indeks H’, E, dan R disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa nilai H’ tertinggi adalah di stasiun 1 (1,482) dan terendah di stasiun 3 (0,825) dan nilai tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman ikan di sungai Bureng termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Nilai indeks E tertinggi adalah di stasiun 1 (0,495) dan terendah di stasiun 3 (0,275) dan nilai tersebut menunjukkan bahwa kemerataan ikan di sungai Bureng termasuk dalam kategori sedang. Nilai indeks R tertinggi adalah di stasiun 4 (1,718) dan terendah di stasiun 3 (0,956).


Tabel 1. Komposisi Ikan yang Ditemukan di Sungai Bureng


No

Ikan

Stasiun

Jumlah

1

2

3

4

5

1

Xiphophorus helleri

50

-

-

-

-

50

2

Aplocheilus panchax

-

16

5

-

36

57

3

Poecilia reticulata

7

20

15

3

10

55

4

Dermogenys pussilus

15

12

-

30

65

122

5

Rasbora lateristriata

46

3

5

20

25

99

6

Trichopsis vittata

-

-

-

-

8

8

7

Oreochromis mosambicus

-

-

-

-

1

1

8

Puntius binotatus

30

5

-

3

-

38

9

Channa striata

8

1

-

2

-

11

10

Clarias batrachus

-

-

-

1

-

1

11

Anabas testudineus

3

1

-

2

2

8

12

Pterygoplichthys pardalis

1

-

2

1

5

9

13

Aequidens pulcher

-

-

-

-

10

10

Total

160

58

27

62

162

469



Tabel 2. Komposisi Ikan yang Ditemukan di Sungai Bureng

No

Ordo

Familia

Spesies

1

Perciformes

Anabantidae

Anabas testudineus(Bloch, 1972)

Cichlidae

Aequidenspulcher(Gill, 1858)

O.mossambicus(W.K.H.Peters, 1852)

Channidae

Channastriata(Bloch, 1793)

Belontiidae

T.vittata(Cuvier, 1831)

2

Cyprinodontiformes

Aplocheilidae

Aplocheiluspanchax(Hamilton, 1822)

Hemirhamphidae

D.pussila(Kuhl dan van Hasselt, 1823)

Poeciliidae

Poeciliareticulata(Peters,1859)

X.helleri(Heckel,1848)

3

Siluriformes

Clariidae

Clariasbatrachus(Weber dan Beaufort, 1913)

Loricariidae

Pterygoplichthyspardalis(Castelnau, 1855)

4

Cypriniformes

Cyprinidae

Puntiusbinotatus(Valenciennes, 1842)

R.lateristriata(Bleeker, 1854)


Tabel 3. Indeks H’, E, dan R

Stasiun

H’

E

R

1

1,482

0,495

1,422

2

1,302

0,434

1,562

3

0,825

0,275

0,956

4

1,241

0,414

1,718

5

1,386

0,463

1,613


Keterangan: H = Indeks Keanekaragaman; E = Indeks Kemerataan: dan R = Indeks Kekayaan

Selain pengambilan sampel ikan, dilakukan pula pengukuran faktor abiotik di setiap stasiun seperti pH, DO, suhu, salinitas, turbiditas dan kecepatan aliran air. Nilai rata-rata parameter abiotik tersebut disajikan pada Tabel 4.


Tabel 4. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik


Stasiun

FaktorAbiotik

pH

DO (mg/L)

Suhu (ᵒC)

Turbiditas (mg/L)

Kecepatanaliran air (m/s)

1

7,07

10,43

26,3

4,06

0,049

2

7,13

5,74

26,6

3,90

0,074

3

7,15

5,26

26,36

4,12

0,303

4

7,37

7,46

26,1

4,14

0,413

5

7,31

3,8

26

3,63

0,032

Rata-rata

7,21

6,54

26,27

3,97

0,174

Data pengukuran faktor abiotik dan nilai indeks Shanon-Wienner dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi backward untuk mengetahui adanya hubungan antara faktor abiotik terhadap ketiga indeks tersebut. Hasil analisis regresi backward menunjukkan bahwa DO dan suhu memiliki hubungan yang nyata terhadap indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan serta hanya suhu yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata terhadap indeks kekayaan (p<0,05), sedangkan faktor abiotik lainnya menunjukkan adanya hubungan yang tidak nyata (p>0,05).


PEMBAHASAN

Sungai Bureng memiliki keanekaragaman ikan yang rendah karena hanya ditemukan sepuluh familia meskipun terdapat variasi habitat dengan kombinasi karakteristik yang khas dan berbeda di setiap stasiun. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Tjakrawidjaja dan Haryono (1997) di kawasan perairan Hutan Taman Wisata Alam, Ruteng, Flores, NTT yang juga memiliki lima tipe habitat berbeda diketahui hanya memiliki 16 spesies ikan (delapan familia) sehingga dapat dikatakan bahwa perairan tersebut termasuk dalam kategori perairan dengan keanekaragaman yang miskin. Kottelat dkk. (1996) dan Junaidi (2008) menambahkan bahwa semakin banyak variasi habitat maka kehadiran jenis-jenis ikan penghuninya akan semakin bertambah sehingga keanekaragamannya pun semakin meningkat.

Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, 469 ikan yang diperoleh di lima stasiun di sungai Bureng terdiri dari tiga belas spesies ikan yang tergolong dalam sepuluh familia yaitu Anabas testudineus (Anabantidae), Aequidens pulcher dan Oreochromis mossambicus (Cichlidae), Aplocheilus panchax (Aplocheilidae), Channa striata (Channidae), Clarias batrachus (Clariidae), D. pussila (Hemirhamphidae), Pterygoplichthyspardalis (Loricariidae), Poecilia reticulata dan Xipoporus helleri (Poeciliidae), Puntius binotatus dan Rasbora lateristriata (Cyprinidae), Trichopsis vittata (Belontiidae).

Delapan spesies (61,54%) merupakan ikan lokal sedangkan lima spesies sisanya (38,46%) merupakan ikan introduksi yang didatangkan ke perairan lokal. Kottelat (1993) menyebutkan spesies yang bukan lokal dan asal introduksinya antara lain Aequidens pulcher dan Pterygoplichthys pardalis (Amerika Selatan), O. mossambicus (Afrika), Poecilia reticulata (Venezuela) dan X. helleri (Meksiko).

Beberapa jenis ikan hanya dapat ditemukan di satu stasiun saja seperti X. helleri (stasiun 1), Clarias batrachus (stasiun 4), Aequidens pulcher, O. Mossambicus dan T. vittata (stasiun 5), sedangkan jenis lainnya dapat ditemukan hampir di seluruh stasiun. Xipoporus helleri merupakan spesies terbanyak yang dapat ditemukan di stasiun satu (50 individu). Delgado (2004) menyebutkan bahwa X. helleri dapat ditemukan di sungai yang beraliran deras dan lebih memilih pada habitat yang banyak terdapat vegetasi tanaman air yang menyediakan makanan dan perlindungan dari predator. Spesies ikan livebearer seperti Poecilia reticulata dan X. Helleri paling banyak ditemukan di stasiun 1 dan 3. Dominasi oleh ikan tersebut dimungkinkan karena perkembangbiakan keduanya yang secara ovovivipar sehingga tidak memerlukan habitat khusus untuk bertelur dan memijah. Hal tersebut diperkirakan menyebabkan perkembangbiakan keduanya sangat cepat dan melimpah.

Familia Poecilidae mampu hidup pada beberapa variasi lingkungan yang luas dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap gangguan habitat (habitat disturbance) dan mampu untuk hidup pada lingkungan dimana tidak banyak spesies lain bisa hidup. Karakteristik ekologi ikan tersebut terlihat berhubungan dengan fleksibilitas makanan yang bermacam-macam dan fakta mengenai tidak diperlukannya tempat yang spesifik untuk berkembangbiak (Araújo dkk., 2003; Montag dkk., 2011; dan Kottelat dkk., 1993). Kondisi lingkungan di stasiun 1 terdiri dari substrat yang banyak ditumbuhi tanaman air sedangkan pada stasiun 3 terdapat dam yang menjadi batas beberapa ikan yang membutuhkan habitat berbeda untuk setiap masa perkembangannya.



Aplocheilus panchax ditemukan melimpah di stasiun 2 dan 5 dimana kedua stasiun tersebut memiliki karakteristik kecepatan aliran air yang relatif lambat dan berbatasan dengan lahan kangkung (stasiun 2) dan dekat dekat area persawahan (stasiun 5). Kondisi perairan yang seperti itu sesuai dengan yang dikemukakan oleh Manna dkk. (2011) bahwa ikan ini memang memiliki preferensi terhadap daerah-daerah lahan persawahan ataupun kolam yang relatif memiliki aliran air yang lambat, dikarenakan pada daerah tersebut merupakan kawasan yang potensial bagi pertumbuhan larva nyamuk yang merupakan makanan dari ikan tersebut.

Clarias batrachus merupakan spesies yang hanya ditemukan di stasiun 5 yang memiliki beberapa anak sungai dan beberapa mengalir ke area persawahan dengan membentuk gorong-gorong kecil. Spesimen Clarias batrachus yang ditemukan di stasiun tersebut ditangkap pada anak sungai yang menuju area persawahan dan hanya ditemukan satu individu saja. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena populasinya semakin menurun. Goswami (2007) mengatakan bahwa penggunaan pestisida yang sembarangan pada lahan padi yang merupakan salah satu preferensi ikan tersebut untuk dasar memijah mempengaruhi jumlah anakan ikan tersebut di perairan.

Oreochromis mossambicus fase juvenil juga merupakan spesies ikan yang hanya dapat ditemukan di stasiun 5. Delgado (2004) menyebutkan bahwa O. mossambicus dapat hidup hampir pada semua tempat baik kolam, drainase, bendungan, estuari, sungai, maupun danau. Ikan ini memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap temperatur, salinitas, kandungan oksigen yang rendah, kualitas air yang buruk dan polusi sehingga dapat beradaptasi dan berkompetisi dengan ikan asli lainnya. Berdasarkan pengamatan dan narasumber masyarakat sekitar, ikan tersebut dapat ditemukan hampir di sepanjang sungai tetapi pada saat pengambilan sampel hanya diperoleh satu ekor yang dimungkinkan karena metode penangkapan yang kurang efektif bila menggunakan jaring dan electrofishing, berbeda dengan kebiasaan masyarakat sekitar yang selama ini menggunakan alat pancing.

Berdasarkan indeks keanekaragaman Shanon-Wienner (H’), diketahui bahwa nilai indeks keanekaragaman ikan di perairan Sungai Bureng termasuk dalam kategori rendah sampai sedang (0,825-1,482). Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 (Sumber Sira) dan terendah pada stasiun 3 (daerah dam). Analisis regresi menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara DO dan suhu terhadap keanekaragaman sedangkan faktor abiotik yang lain menunjukkan adanya hubungan yang tidak nyata.

Nilai keanekaragaman terendah terdapat di stasiun 3 yang mungkin disebabkan oleh terdapatnya dam. Adanya perubahan habitat sungai yang disebabkan oleh manusia dapat menyebabkan terbatasnya persebaran ikan. Beberapa jenis ikan membutuhkan habitat yang berbeda dalam tiap tahap perkembangannya seperti ikan lele (Clarias sp.) yang sangat membutuhkan areal persawahan untuk bertelur, tetapi karena adanya dam yang menjadi penghalang, maka ikan akan terisolasi di satu tempat tertentu dan dimungkinkan juga akan mengganggu siklus kehidupannya yang menyebabkan terjadinya penurunan populasi. Harrison dan Stiassny (1999) dalam Leveque dkk. (2008) menjelaskan bahwa kegiatan memodifikasi aliran air (diversi, ekstraksi, dan penyimpanan) dan teknologi impoundment seperti pembuatan dam merupakan permasalahan yang serius bagi perairan dan biotanya karena menghilangkan atau memodifikasi habitat perairan dapat menyebabkan terjadinya kepunahan ikan asli

Indeks kemerataan (E) di sungai Bureng relatif rendah (0,275-0,495) dengan nilai kemerataan tertinggi di stasiun 1 dan terendah di stasiun 3. Jumlah individu masing-masing spesies di stasiun 1 hampir merata dengan proporsi X. helleri paling dominan, tetapi tidak berbeda jauh dengan jumlah individu yang lain, sedangkan di stasiun 3 terdapat satu jenis ikan yang paling mendominasi yaitu Poecilia reticulata, sedangkan jumlah antar individu lainnya tidak berbeda jauh. Analisis regresi menunjukkan bahwa DO dan suhu memiliki hubungan yang nyata terhadap kemerataan, sedangkan faktor abiotik yang lain menunjukkan hubungan yang tidak nyata. Kandungan DO di perairan sungai tersebut adalah 3,80-10,43 mg/L. Perbedaan kandungan DO di masing-masing stasiun mengakibatkan pola persebaran ikan yang berbeda-beda pula. Afianto dan Evi (1993) dalam Jukri dkk (2013) menyebutkan bahwa beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut 3 mg/L dan Das dkk. (2006) menegaskan bahwa kandungan oksigen yang optimal bagi ikan adalah 5 mg/L.

Kandungan DO tertinggi terdapat di stasiun 1 (sumber Sira) sedangkan yang terendah adalah di stasiun 5. Nilai DO yang tinggi di stasiun 1 dapat dikarenakan terdapatnya tanaman air yang melimpah sehingga memberikan sumbangan oksigen yang lebih banyak dari hasil fotosintesis. Irianto (2005) dalam Jukri dkk. (2013) mengatakan bahwa pada badan air, oksigen berasal dari tiga sumber yaitu difusi langsung dari atmosfer, akibat angin dan ombak, dan hasil fotosintesis tumbuhan air dan fitoplankton.

Faktor-faktor abiotik lain, seperti suhu, pH, kecepatan air, dan turbiditas memberikan hubungan yang tidak nyata terhadap keanekaragaman dan kemerataan ikan di sungai Bureng. Hal tersebut dimungkinkan karena faktor-faktor tersebut nilai yang tidak berbeda jauh antar stasiun.Indeks kekayan (R) pada sungai Bureng berkisar antara 0,956-1,718 dengan nilai terendah di stasiun 3 (0,956) dengan jumlah 5 spesies yang ditemukan dan nilai tertinggi di stasiun 4 (1,718) dengan jumlah 7 spesies yang ditemukan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin bervariasi suatu habitat maka akan semakin banyak spesies yang hidup di tempat tersebut. Selain itu, sungai Bureng termasuk dalam kategori sungai dengan ukuran yang relatif kecil dan tidak begitu lebar sehingga kekayaan jenis di sungai tersebut tidak setinggi sungai-sugai besar seperti sungai Rangau yang memiliki 70 spesies dan sungai Kapuas yang memiliki 310 spesies (Robert, 1898; Kottelat, 1993; Yustina, 2001), tetapi jika dibandingkan dengan sungai Brantas sektor Malang maka sungai Bureng memiliki tingkat kekayaan yang lebih besar karena hanya ditemukan 9 spesies ikan di sungai Brantas sektor Malang (Suharijanti, 2008).

Analisis regresi menunjukkan bahwa suhu memiliki hubungan yang nyata terhadap indeks keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan spesies ikan di sungai Bureng. Suhu perairan di sungai Bureng berkisar antara 26–26,36C yang menunjukkan bahwa rentangan suhu di semua stasiun tidak berbeda jauh. Suhu dapat berkaitan dengan faktor abiotik lain seperti DO. Hukum Van’t Hoffs menyatakan bahwa kenaikan suhu sebesar 10C akan meningkatkan aktivitas fisiologis organisme sebesar 2-3 kali lipat sehingga laju respirasi meningkat dan akumulasi karbondioksida juga bertambah dan kelarutan oksigen menjadi berkurang (Barus, 1996 dalam Siagian, 2009). Odum (1971) menyebutkan bahwa organisme akuatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur sehingga perbedaan suhu di sungai tersebut akan menyebabkan perbedaaan jenis dan jumlah spesies ikan yang hidup di masing-masing stasiun. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan perbedaan nilai keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan di sungai Bureng.

SIMPULAN DAN SARAN
Tiga belas spesies ikan yang tergolong dalam sepuluh familia ditemukan di sungai Bureng yakni Aequidens pulcher, Anabas testudineus, Aplocheilus panchax, Channa striata, Clarias batrachus, D. pussila, O. mossambicus, Pterygoplichthys pardalis, Poecilia reticulata, Puntius binotatus, R. lateristriata, T. vittata, dan X. helleri. Keanekaragaman spesies ikan di sungai Bureng termasuk dalam kriteria rendah sampai sedang (H’ 0,825-1,482). Kemerataan spesies ikan di sungai Bureng termasuk dalam kriteria sedang (E 0,275-0,495) sedangkan untuk kekayaan spesies ikan di sungai Bureng berkisar antara 0,956-1,718. Faktor abiotik berupa kandungan oksigen terlarut (DO) menunjukkan adanya hubungan yang nyata terhadap keanekaragaman dan kemerataan sedangkan faktor abiotik lain menunjukkan adanya hubungan yang tidak nyata terhadap kekayaan spesies ikan di sungai Bureng.

Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yaitu (1) Metode untuk penangkapan ikan lebih dikembangkan, seperti penggunaan jebakan ikan agar didapatkan data yang lebih sesuai dengan tertangkapnya semua ikan yang ada di sungai tersebut, Penentuan stasiun yang lebih banyak, karena belum semua bagian sungai tercakup, dan Identifikasi ikan menggunakan ciri anatomi agar lebih mudah dalam proses identifikasi.


DAFTAR RUJUKAN

Araújo, FG., Peixoto, MG., Pinto, BCT. dan Teixeira, TP. 2003. Distribution of guppies Poecilia reticulata (Peters, 1860) and Phalloceros caudimaculatus (Hensel, 1868) along a polluted stretch of the Paraíba do Sul River, Brazil. Braz. J. Biol., 69(1):41-48

Budiman, Arie, A.J.Arief, A.H.Tjakrawidjaja. 2002. Peran Museum Zoologi Dalam Penelitian dan Konservasi Keanekaragaman Hayati (ikan). Jumal Iktiologi Indonesia, 2(2):5l-55.

Das, S. K., Chakrabarty, D., 2006. The Use of Fish Community Structure as a Measure of Ecologicaldegradation: A Case Study in Two Tropical Rivers of India. BioSystems, 90:88–196

Delgado, Patricia. 2004. The U.S. Caribbean Region Wetlands and Fish: A Vital Connection. Maryland: Silver Spring

Foltz, Jeffrey W. 1982. Fish Species Diversity and Abundance in Relation to Stream Habitat Characteristic.Proc.Annu.Conf.SEAFWA.:305-311.

Goswami, B. 2007.Magur (Clarias batrachus) Seed Production Using Low Hatcheries, Aquacult.Asia Mag., 12:14-16

Haryono, Agus H.Tjakrawidjaja dan Awal Riyanto. 2002. Iktiofauna di Perairan Sekitar Gunung Kabela Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Sulawesi Utara. Jurnal Iktiologi Indonesia, 2(2): 31-40.

Junaidi, E. 2008. Kajian Keanekaragaman dan Distribusi ikan di Perairan Muara Enim Kabupaten Muara Enim Dalam Upaya Konservasi Secara In Situ. Jurnal Ilmiah MIPA, 7(1):39-47

Jukri, Muhammad, Emiyarti dan Syamsul Kamri. 2013. Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Lamunde Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia, 01(01):23-37

Kaemingk, Mark A., Brian D. S. Graeb, Christopher W., Hoagstrom dan David W. Willis. 2007. Short communication: Pattern of Fish Diversity in Mainstream Missouri River Reservoir and Associated Delta in South Dakota and Nebraska, USA. River Research and Applications. 23: 786–791.

Kottelat, M., S.N. Kartikasari, J.W .Anthony, and W. Soetikno. 1993. Freshwater Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited Press.

Kottelat, M dan J. Freyhof. 2007. Handbook of European Freshwater Fishes. Kottelat. Germany: Cornol, Switzerland and Freyhof

Leveque, C., T. Oberdorff, D. Paugy, M. L. J. Stiassny, P. A. Tedesco. 2008. Global Diversity of Fish (Pisces) in Freshwater. Hydrobiologia, 595:545–567

Manna Barnali, Gautam Adity,a dan Samir Banerjee. 2011. Habitat Heterogenity and Prey Selection of Aplocheilus panchax: an Indigenous Larvivorous Fish. J Vector Borne Dis, 48(3):144-149

Montag, Luciano Fogaça de Assis dan Tiago Magalhães da Silva Freitas. 2011. Length-weight relationship and reproduction of the guppy Poecilia reticulata (Cyprinodontiformes: Poeciliidae) in urban drainage channels in the Brazilian city of Belém, Biota Neotrop., 11(3):93-97

Odum, E.P. 1971. The Fundamental Ecology (Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Pegg, Mark A. dan Ronald M. Taylor. 2007.Fish species diversity among spatial scales of altered temperate rivers.Journal of Biogeography, 34:549–558.

Roberts,T. 1898. The Freshwater Fishes of Java, as Observed by Kuhl and Van Hasselt in 1820-1823 Zoologische Verhandelingen. Zoologische Verhandelingen

Siagian, Cypriana. 2009. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Selatan. Tesis pascasarjana Universitas Sumatera Utara tidak diterbitkan

Suharijanti, Herwati Umi, Winarji, Diana Arfianti, Mulyanto, Putut Widjanarko, Kusriani. 2008. Inventarisasi Jenis-Jenis Air Tawar dan Laut di Perairan Jawa Timur. Jurnal Perikanan. 2(1):7-12

Tjakrawidjaja, A. dan Haryono. 1997. Keanekaragaman Ikan Air Tawar dan Tipe Habitatnya di Kawasan Hutan Taman Wisata Alam, Ruteng, Flores-NTT. Prosiding Seminar Biologi XIV & Kongres Nasional Biologi XI, 1:163-170

Weber,M and L.F.de Beaufort. 1916. The Fishes of the Indo-Australian Archipelago Vol II Malacopterygii, Myctophpidea, Ostariophysi: I. Siluroidea.Brill: Leiden.

Weber,M and L.F.de Beaufort. 1916. The Fishes of the Indo-Australian Archipelago Vol III. Ostariophysi: II. Cyprinoidea, Apodes, Synbranchii.Brill: Leiden.

Weber,M and L.F.de Beaufort. 1922. The fishes of the Indo-Australian Archipelago Vol IV. Heteromi, Solenichthyes, Synentognathi, Percesoces, Labyrinthici, Microcyprini.Brill: Leiden.

Yustina. 2001. Keanekaragaman Jenis Ikan di Sepanjang Perairan Sungai Rangau, Riau Sumatra. Jurnal Natur Indonesia,4 (1):1-14





Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət