Ana səhifə

Bab 2 tinjauan pustaka persepsi 1 Definisi Persepsi


Yüklə 88.5 Kb.
tarix26.06.2016
ölçüsü88.5 Kb.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi

2.1.1 Definisi Persepsi

Dalam Kamus Lengkap Psikologi, memaparkan bahwa persepsi adalah: (1) proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera; (2) kesadaran dari proses-proses organis; (3) (titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu; (4) variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang; (5) kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006). Shaleh (2009) turut memaparkan definisi mengenai persepsi yang sejatinya cenderung lebih bersifat psikologis daripada hanya merupakan proses penginderaan saja, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti: (a) perhatian yang selektif, individu memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja; (b) ciri-ciri rangsang, rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian; (c) nilai dan kebutuhan individu; (d) pengalaman dahulu, pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi dunianya.

Sebagai tambahan, Morgan (1987) menjelaskan bahwa persepsi sejatinya mengacu pada cara kerja, suara, rasa, selera, atau bau. Dengan kata lain, persepsi dapat didefinisikan apa pun yang dialami oleh seseorang. Feldman (1999) mengartikan persepsi adalah proses konstruktif yang mana kita menerima stimulus yang ada dan berusaha memahami situasi.
2.1.2 Komponen-Komponen Proses Pembentukan Persepsi

Terdapat tiga komponen utama proses pembentukan persepsi menurut (Sobur, 2003), yaitu:



  1. Seleksi, yaitu penyampaian oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi.

  2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang di terimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.

  3. Pembulatan, yaitu penarikan kesimpulan dan tanggapan terhadap informasi yang diterima. Persepsi yang diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang terdiri dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi (pembentukan kesan) (Sobur, 2009).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen persepsi, yaitu seleksi terhadap informasi berdasarkan stimulus yang diterima oleh alat indera, kemudian stimulus yang diterima akan diseleksi untuk kemudian diinterpretasikan agar dapat memberikan penarikan kesimpulan terhadap objek yang diinderakan.

Berdasarkan komponen persepsi seperti yang dipaparkan oleh Sobur (2003) di atas, dan turut terdapat hal yang sama perihal komponen persepsi menurut Kenneth dan Edward (dalam Mulyana, 2002) yang juga membagi aspek persepsi menjadi tiga komponen, yaitu seleksi, organisasi/atensi dalam menginterpretasikan dan interpretasi dalam pembulatan atau penarikan kesimpulan. Ketiga komponen persepsi tersebut dirangkai dan dirunut berdasarkan aspek komponen persepsi oleh Sobur (2003) yang bersumber dari berbagai macam teori yang dipaparkan oleh para ahlinya, yang adalah sebagai berikut:



  1. Dalam aspek pertama pada komponen utama proses pembentukan persepsi menurut Sobur (2003) yaitu seleksi.

Dalam ranah psikologi menurut Sarwono (2002) persepsi adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Stimulus dapat mendukung penginderaan yang dapat menimbulkan persepsi, maka stimulus harus cukup kuat, stimulus harus melampaui ambang batas stimulus, yaitu kekuatan stimulus yang minimal tetapi sudah dapat menimbulkan kesadaran, sudah dapat dipersepsikan oleh yang mempersepsikan (Walgito, 2003). Secara garis besar, menurut Kenneth dan Edward (dalam Mulyana, 2002) seleksi sendiri mencakup sensasi, sensasi pada dasarnya merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak lewat penglihatan, pendengaran sentuhan, penciuman dan pengecapan. Segala macam rangsangan yang diterima kemudian dikirimkan ke otak. Sensasi, merupakan tahap awal dari penerimaan informasi yang berhubungan dengan alat penginderaan.

  1. Pada aspek kedua berdasarkan komponen utama proses pembentukan persepsi menurut Sobur (2003), yaitu interpretasi.

Keterkaitan dengan aspek ini memiliki pemahaman dari para ahli yang ternyata sangat beragam, seperti yang dikemukakan berikut ini. Persepsi adalah seperangkat proses yang dengannya kita dapat mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang kita terima dari stimuli lingkungan Epstein & Rogers (dalam Stenberg, 2008). Persepsi merupakan bagian dari proses dimana kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan kita (Robbins, 1998). Persepsi juga merupakan sebagai suatu proses organisasi atau mengorganisasikan dengan menggabungkan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009). Organisasi/atensi sendiri dalam pengertiannya adalah bagian suatu proses dalam menginterpretasikan yaitu dengan merespon atau menafsirkan kejadian atau rangsangan yang didapat dari apa yang diperhatikan dari kejadian atau rangsangan dengan mensyaratkan kehadiran suatu objek untuk dipersepsikan, kemudian terbentuknya penginterpretasian (Kenneth dan Edward, dalam Mulyana, 2002). Individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang mempunyai arti bagi diri individu tersebut yang bersangkutan, dimana stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi sehingga terbentuknya persepsi seseorang (Walgito, 2002). Walgito (2002) merunut hal-hal yang terkait dengan mengorganisasikan atau menginterpretasikan yang berperan di dalam persepsi, yaitu: (1) adanya objek yang diamati, objek yang dapat menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensori) yang bekerja sebagai reseptor; (2) alat indera atau reseptor, yang merupakan alat untuk menerima stimulus, dengan harus adanya syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran, dan sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf sensori. (3) adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam suatu persepsi. Tanpa adanya perhatian tidak akan terbentuk persepsi. Secara garis besar, persepsi merupakan bagian dari proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya dengan adanya berupa proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan menjadi aktivitas terintergrasi di dalam diri individu. Pada dasarnya menurut Wittig (1977) persepsi adalah bagian dari proses bagaimana menginterpretasikan stimulus oleh seseorang

3. Pada aspek ketiga atau aspek yang terakhir berdasarkan komponen utama proses pembentukan persepsi menurut Sobur (2003) yaitu pembulatan atau penarikan kesimpulan.

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan Desiderato (dalam Rakhmat, 1996). Persepsi adalah bagaimana seseorang mengartikan sesuatu dengan melakukan pembulatan atau penarikan suatu kesimpulan, dalam bagaimana cara seseorang melihat atau memahami sesuatu berdasarkan Leavit (dalam Sobur, 2003). Dalam pembulatan atau penarikan kesimpulan berdasarkan interpretasi sebelumnya atas informasi yang telah kita peroleh melalui salah satu atau lebih dari indera kita, tetapi tidak bisa untuk memaknai setiap objek secara langsung, melainkan dengan memaknai informasi yang kita peroleh dan kita percayai yang sekiranya dapat mewakili objek yang dipersepsikan (Kenneth dan Edward, dalam Mulyana, 2002). Secara garis besar, persepsi berarti menarik atau melakukan penarikan suatu kesimpulan (Sarwano, 1983).

Dari runutan di atas terlihat bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui persepsi bukanlah pengetahuan mengenai objek yang sebenarnya, melainkan pengetahuan mengenai bagaimana tampaknya objek tersebut sesuai dengan yang disimpulkan.

Secara umum persepsi adalah suatu pandangan, pendapat dan penilaian responden dalam menafsirkan, mengartikan, pengetahuan tentang sesuatu yang dihasilkan melalui proses menginterpretasikan informasi yang diterima dan kemudian mengelompokkannya kedalam ruang lingkup pengetahuan yang kita punya sehingga hasil pengamatan tersebut bisa mempunyai makna dan dapat dimengerti (Arifin, 2011). Persepsi pada dasarnya juga merupakan hasil interaksi antara dunia luar individu (lingkungan) dengan pengalaman individu yang sudah diinternalisasi dengan sistem sensorik alat indera sebagai penghubung, dan dinterpretasikan oleh sistem syaraf di otak.

Pada prinsipnya, menurut Suharnan (2005) persepsi pada turut melibatkan dua proses yaitu bottom up processing dan top down prosessing yang saling melengkapi dan bukan berjalan sendiri-sendiri. Hal ini berarti bahwa hasil suatu persepsi atau interpretasi mengenai suatu stimulus akan ditentukan oleh kombinasi antara sifat-sifat yang ada pada stimulus yang dipersepsi itu (bottom up) dengan pengetahuan yang tersimpan didalam ingatan seseorang yang relevan dengan stimulus itu (top down). Feldman (1999) lebih lanjut menjelaskan tentang proses top down dan bottom up. Top down processing is guided by higher level knowledge, experience, expectations, and motivation (proses top-down mengarah pada tingkat pengetahuan, pengalaman, dugaan, dan motivasi). Sedangkan bottom up processing, perception involves recognizing and processing information about thee individual component of stimuli (proses bottom up, persepsi yang melibatkan rekognisi dan proses informasi tentang karakteristik stimulus individual).
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Persepsi

Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang. Hal inilah yang menyebabkan setiap orang memiliki interpretasi berbeda, walaupun apa yang dilihatnya sama. Menurut Robins (1998) terdapat 3 faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang, yaitu :

1. Individu yang bersangkutan (Pemersepsi) atau perceiver

Apabila seseorang melihat menginderakan sesuatu maka akan berusaha untuk memberikan interpretasi tentang apa yang diinderakan, yang dipengaruhi oleh karakteristik individual yang dimilikinya seperti pengetahuan, pengalaman pemersepsi, dll.

2. Sasaran dari persepsi atau perceived

Sasaran dari persepsi dapat berupa orang, benda, ataupun peristiwa. Sifat- sifat itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Persepsi terhadap sasaran bukan merupakan sesuatu yang dilihat secara teori melainkan dalam kaitannya dengan orang lain yang terlibat. Hal tersebut yang menyebabkan seseorang cenderung mengelompokkan orang, benda, ataupun peristiwa sejenis dan memisahkannya dari kelompok yang tidak serupa yang didasarkan atas sikap dari pemersepsi.

3. Situasi atau setting

Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana persepsi tersebut timbul, harus mendapat perhatian, situasi merupakan bagian dari proses pembentukan persepsi namun berdasarkan pada situasi yang menyebabkan persepsi itu timbul.

Secara garis besar, dapat disimpulkan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan persepsi yaitu, pemersepsi atau aspek dari diri sendiri yang sejatinya memiliki pilihan dalam men-seleksi yang membuat terjadinya proses selektif dengan melakukan penginderaan terhadap stimuli yang dapat berupa objek atau subjek yang dapat diseleksi berdasarkan hal seperti pengetahuan dan pengalaman diri terhadap suatu hal, sasaran dari pemersepsi atau target yang berupa objek atau subjek yang di interpretasikan atau diorganisasikan sebagai hasil dari kesan yang memberikan pengaruh bagaimana cara pemersepsi bersikap atau memandang terhadap target yang dipersepsikannya, dan selanjutnya adalah situasi yang didasarkan atas situasi itu sendiri yang timbul seperti apa yang terjadi dan dapat membuat individu tertarik atau merespon terhadap objek yang dihadapkannya.
2.2. Rasa Aman

2.2.1 Definisi Rasa Aman

Kebutuhan akan rasa aman harus dilihat dalam arti yang luas, tidak sebatas dalam keamanan fisik, tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis. Potter dan Perry (2006) berpendapat bahwa rasa aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga keadaan aman dan tentram. Craven (2000) memaparkan bahwa keamanan yang sejatinya tidak hanya mencegah rasa sakit dan cedera tetapi juga membuat individu merasa aman dalam aktifitasnya.

Mario (dalam Darmawati, 2006) mendefinisikan aman (safe) dalam beberapa pengertian, yaitu: bebas dari atau terkena bahaya; terhindari dari hal yang dapat menyakiti, melukai, atau kerusakan; dan terhindar dari kejahatan. Sedangkan keamanan (safety), menurut Mario (dalam Darmawati, 2006), memiliki pengertian sebagai suatu kondisi yang aman terhindar dari bahaya atau luka-luka; suatu kondisi yang tidak berakibat pada timbulnya bahaya; atau sarana yang dapat menjaga dari terjadinya suatu peristiwa (yang menyebabkan tidak aman). Dari kedua definisi tersebut, maka rasa aman dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terbebas dari hal-hal yang mengandung resiko, menyebabkan ketidaktenteraman, gangguan atau ancaman fisik dan kejahatan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), juga memaparkan aman yang memiliki beberapa arti, yaitu: bebas dari bahaya; bebas dari gangguan; terlindung atau tersembunyi: tidak dapat diambil orang; tidak mengandung resiko; tenteram: tidak merasa takut atau khawatir.



2.2.2 Komponen Rasa Aman

Menurut Hall (dalam Zeisel, 1987) terdapat komponen rasa aman yang mencakup dua dimensi, yaitu :

1 Psikis. Berupa terhindarnya dari rasa tidak tenteram, takut, dan khawatir.

2 Fisik. Terhindarnya dari ancaman kejahatan, baik terhadap fisik itu sendiri, jiwa maupun terhadap harta benda.



2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rasa Aman

Kebutuhan rasa aman harus dilihat dalam arti yang luas, tidak sebatas dalam keamanan fisik, tetapi juga bersifat psikologis. Kretch dkk (dalam Krochin, 1976) memaparkan pandangannya mengenai kebutuhan rasa aman, yaitu Kretch menyatakan bahwa timbulnya kebutuhan rasa aman dipengaruhi oleh faktor-faktor :

1.) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Semua individu hidup dalam lingkungan baik fisik maupun sosial.

2.) Faktor Hubungan Individu Dengan Orang Lain

Manusia merupakan makhluk sosial. Eksistensi dirinya sebagai individu tentu tidak dapat lepas dari hubungannya dengan orang lain, Adler (dalam Hall dan Lindzey, 1970). Hubungan individu dengan orang lain akan dapat memberikan dampak terhadap kebutuhan-kebutuhan psikologis, baik secara positif maupun secara negatif. Karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, yang satu sama lain saling membutuhkan.


2.2.4 Rasa Aman Sebagai Sebuah Persepsi

Ketika seseorang merasa tidak aman, seseorang akan berpikir dengan datangnya gangguan dan ancaman sehingga dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan pada akhirnya dapat menimbulkan persepsi yang negatif. Jadi rasa aman atau tidaknya seseorang tergantung pemikiran individu tersebut yang menghasilkan persepsi masing-masing individu.

Seseorang menyadari keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya dengan proses pengamatan yang dilakukan. Ancaman atau ketidaknyamanan tersebut terjadi karena adanya proses pengamatan dari atau terhadap lingkungan sekitarnya.

Robins (1998) mengatakan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang berdasarkan yaitu: (a) individu yang bersangkutan (pemersepsi) atau perceiver berdasarkan atas pengetahuan dan pengalaman pemersepsi; (b) sasaran dari persepsi atau perceived berdasarkan atas sikap pemersepsi; dan (c) situasi atau setting berdasarkan atas situasi yang menyebabkan persepsi itu timbul. Selain itu, Hall (dalam Zeisel, 1987) menambahkan dua dimensi yang mewakili komponen rasa aman yaitu, psikis dan fisik.


2.3. Wanita

Definisi wanita (dalam kamus bahasa Indonesia, 1999) ialah perempuan dewasa: kaum putri (dewasa) yang berada pada rentang umur 20-40 tahun yang notabene dalam penjabarannya yang secara teoritis digolongkan atau tergolong masuk pada area rentang umur di masa dewasa awal atau dewasa muda.

Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk lampau kata adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa (Hurlock, 1999). Masa dewasa awal dimulai pada umur 20 tahun sampai dengan umur 40 tahun, saat perubahan perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock, 1999). Menurut seorang ahli psikologi perkembangan Santrock (1999), orang dewasa muda rmasuk dalam masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition), yaitu secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun.

Sementara itu, Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda (young adulthood) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu semakin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis maupun psikologis pada orangtuanya (Dariyo, 2003). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dewasa awal adalah individu yang berada pada rentang usia antara 20 hingga 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu yang disertai berkurangnya kemampuan reproduktif, merupakan masa dimana individu tidak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis, maupun psikologis pada orangtuanya, serta masa untuk bekerja, terlibat dalam hubungan masyarakat, dan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Secara garis besar, berdasarkan uraian diatas perihal wanita yang tergolong dewasa muda yaitu yang berada pada kisaran rentang umur 20-40 tahun.


2.4 Kerangka Pemikiran

Persepsi setiap individu sejatinya berbeda-beda, oleh karena adanya penilaian subjektif terhadap sesuatu yang dipengaruhi oleh stimulus atau perangsang dari luar. Persepsi adalah penilaian yang secara menyeluruh yang dapat berupa dorongan dari dalam atau stimulus fisik dari lingkungan.

Dalam menilai persepsi rasa aman terhadap angkutan umum taksi oleh wanita Jakarta, dapat dinilai secara langsung dengan terdapatnya beberapa macam pilihan yaitu seperti ‘’sangat tidak aman, ‘’tidak aman, ‘’aman, atau ‘’sangat aman.

Pengukuran persepsi rasa aman wanita Jakarta terdapat keterlibatan indikator yang didasarkan atas faktor-faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan persepsi, dan komponen rasa aman yang dapat mendasari terhadap persepsi rasa aman itu sendiri.

Indikator pengetahuan mengenai fenomena terhadap tindak kriminalitas yang terjadi di angkutan umum taksi terhadap penumpang wanita Jakarta dapat diketahui melalui berbagai macam media informasi, fenomena tersebut menjadi stimulus yang diterima oleh alat indera dan pada akhirnya menjadi pengetahuan personal yang dimiliki jika diketahui dan tidak dimiliki jika tidak diketahui oleh wanita Jakarta terhadap angkutan umum taksi.

Aspek indikator pengalaman yang dialami oleh kerabat atau orang lain sebagai korban kejahatan dalam penggunaan angkutan umum taksi selama ini di Jakarta, sejatinya dapat dijadikan sebagai referensi bagi diri individu wanita Jakarta dalam mempersepsikan rasa aman terhadap angkutan umum taksi, dan pada akhirnya menjadi pengalaman personal yang dimiliki jika dialami atau dirasakan dan tidak dimiliki jika tidak dialami atau dirasakan wanita Jakarta terhadap angkutan umum taksi.

Indikator sikap wanita Jakarta dalam mempersepsikan rasa aman adalah bagaimana cara mereka memandang sebagai bentuk penilaian terhadap moda angkutan umum taksi, yang dapat akhirnya menentukan sikap yang dimiliki perihal yang menunjang rasa aman atau sikap yang tidak dimiliki perihal yang menunjang rasa aman yang berasal dari diri wanita Jakarta itu sendiri terhadap angkutan umum taksi.

Dalam melihat keterlibatan indikator-indikator dari rasa aman yang dipersepsikan oleh wanita Jakarta dapat ditelaah melalui faktor-faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan persepsi tersebut, yaitu: (a) individu yang bersangkutan (pemersepsi) atau perceiver yang didasarkan atas indikator pengetahuan pemersepsi dan pengalaman pemersepsi; (b) sasaran dari persepsi atau perceived yang didasarkan atas indikator sikap pemersepsi; sedangkan (c) situasi atau setting berdasarkan situasi yang menyebabkan persepsi itu timbul, namun pada penelitian persepsi rasa aman terhadap moda angkutan umum taksi ini yaitu pada dimensi situasi atau setting itu sendiri sejatinya tidak diukur dalam penelitian ini, oleh karena subjek yang dituju adalah siapa saja wanita dewasa muda yang terdapat di kisaran 5 wilayah Jakarta (Barat, Pusat, Selatan, Timur, Utara) yang notabene subjek yang dituju tersebut tidak diharuskan penah mengalami dari situasi yang timbul oleh karena fenomena aksi kejahatan yang terjadi di moda angkutan umum taksi terhadap subjek wanita dewasa muda Jakarta itu sendiri. Persepsi rasa aman dapat pula ditelaah terhadap hal-hal yang mewakili dua dimensi berdasarkan komponen rasa aman yaitu, psikis dan fisik. Uraian-uraian penelaahan tersebut dapat menjadi suatu bentuk bagian dari proses penilaian yang merupakan gabungan dari persepsi rasa aman wanita Jakarta terhadap moda angkutan umum taksi.














Tidak Memiliki

Memiliki
























Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir Persepsi Rasa Aman


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət