Ana səhifə

An Artist Folds Elephant Out Of Single Sheet Of Paper 4 Sniper Perempuan ini Cantik, Cerdas dan Mematikan


Yüklə 496 Kb.
tarix25.06.2016
ölçüsü496 Kb.
An Artist Folds Elephant Out Of Single Sheet Of Paper

















4 Sniper Perempuan ini Cantik, Cerdas dan Mematikan

Sniper atau penembak jitu di angkatan bersenjata di dunia, rupanya tak hanya digeluti kaum Adam. Meski tidak banyak, kaum Hawa juga ini juga ada yang menjadi sniper dengan berbagai alasan, bahkan sejak Perang Dunia I. Siapa saja mereka?




1. Denis Sipan

Sudah lima bulan lamanya Denis Sipan berada di garis depan medan pertempuran. Perempuan muda itu meninggalkan pekerjaannya sebagai seorang guru sekolah dasar di Kurdi dan memilih bertarung di Kobane, Suriah sebagai sniper. Ia bergabung dengan milisi Kurdi atau dikenal sebagai Unit Perlindungan Rakyat (YPG), kelompok pembela tiga kelompok kecil Kurdi di utara Suriah.

Para militan Kurdi tersebut selama setahun ini memerangi ISIS, kelompok jihad garis keras yang ingin menciptakan negara Islam di seluruh wilayah Irak dan Suriah.

"Jika kami tidak melakukannya, seluruh tempat akan penuh ISIS dan mereka akan menghancurkan segalanya," kata Denis kepada CBS News, 5 Februari lalu.

Denis dan YPG dalam beberapa minggu terakhir berhasil merebut kembali 50 desa di wilayah Kobane. Padahal perlengkapan tempur mereka sangat terbatas. Denis pun harus berbagi senapan dengan anggota milisi setiap kali akan beraksi. Ia bertempur bersama-sama relawan lokal, kelompok yang terdiri dari petani gandum, ibu rumah tangga dan pemilik toko, dengan menggunakan senjata yang mereka beli di pasar gelap.

Sebelum ISIS berhasil dibungkam, Deni menyatakan tak akan kembali mengajar. Prioritasnya saat ini adalah melindungi diri, teman-teman, dan negaranya. "Aku tak berpikir kembali ke sekolah,” ujarnya.





2. Guevara

Guevara menjadi sniper setelah anak lelaki (7 tahun), dan perempuannya (10) tewas oleh serangan udara pesawat tempur rezim Bashar al-Assad. Sejak itu, ia berhenti mengajar bahasa Inggris dan memilih ke medan pertempuran. Senapan FN Belgia menjadi andalannya untuk melumpuhkan tentara pendukung rezim pemerintahan Assad.

"Aku menyukai peperangan. Ketika menyaksikan salah satu temanku di katiba (divisi pemberontak) tewas, aku merasa harus memegang senjata dan membalas dendam," ujar wanita berusia 36 tahun itu kepada Ruth Sherlock di harian The Telegraph terbitan 4 Februari 2013.

Meskipun sedang perang, Guevara selalu tampak rapi - alis yang sempurna, perona pipi, dan sedikit penegas garis mata. Sepatu bot kulit kecil dengan tumit, dan gelang emas memperlihatkan sisi femininnya. Kaum pria yang memanggul senjata melawan pemerintah amat menghormatinya.

Tidak mudah untuk menjadi seorang sniper. Selain harus cepat, cermat dan cerdas untuk tidak membiarkan musuh menembak terlebih dahulu, "Juga perlu bersabar. Saya (pernah) menunggu berjam-jam pada suatu waktu," ujarnya.

Melalui lubang kecil di tempat persembunyian, Guevara melihat tentara pemerintah kurang dari 700 meter di seberang jalan, berbaur di antara warga sipil yang bergerak cepat, mencoba untuk melanjutkan kehidupan mereka meskipun perang.

Perempuan asal Palestina yang pernah kuliah di Aleppo University itu mahir menggunakan pistol dan beroperasi dalam perang setelah mengikuti kamp pelatihan militer di Lebanon yang dijalankan oleh faksi militan Palestina Hamas.

Guevara meninggalkan suami pertamanya karena dianggap tidak cukup 'revolusioner'. Ia menikah lagi dengan komandan brigade milisi. Semula, sang suami pun menolak untuk mengizinkan Guevara bertempur di garis depan. Izin didapat setelah ia mengancam akan meninggalkannya. “Aku punya kekuatan untuk memegang senjata, jadi mengapa aku tidak boleh bertempur?" Suaminya pun takluk dan mengajarinya seni menembak jitu.





3. Roza Shanina

Di dunia militer, Roza Shanina, 19 tahun, dikenal sebagai sniper perempuan pertama. Gadis Rusia itu terjun ke medan perang setelah saudara lelakinya tewas oleh tentara Jerman pada 1941. Salah satu kisah Shanina yang melegenda adalah kemampuannya menembak dua target bergerak dalam satu tarikan pelatuk senapan.

Catatan harian Shanina yang banyak menginspirasi para sniper perempuan Rusia di era berikutnya dipublikasikan secara luas pada 1965. Shania meraih penghargaan “Order of Glory”.



4. Lyudmila Pavlichenko

Selama Perang Dunia I dan II, Rusia diketahui paling banyak menggembleng warganya nan cantik, cerdas, tapi punya naluri membunuh tinggi sebagai penembak jitu atau sniper. Penembak jitu perempuan yang paling legendaris adalah Lyudmila Pavlichenko. Dia lahir  di Belaya Tserkov, wilayah Ukraina pada 12 Juli 1916. Mahasiswi jurusan Sejarah Universitas Kiev ini ikut terjun dalam perang Dunia II saat Jerman menyerang Russia.

Pavlichenko yang tomboy sebetulnya melamar untuk menjadi perawat di divisi Infanteri. Tapi di tengah jalan ia dipindahkan ke divisi sniper. Dia bergabung dengan 2000 perempuan lainnya yang akan dilatih menjadi sniper.

Prestasinya melumpuhkan lawan mengalahkan legendaris sniper Rusia Vasily Zaytsev. Pavlichenko telah membunuh 309 prajurit Jerman, termasuk 36 Sniper tentara jerman. Sementara Vasily Zaytsev cuma membunuh 148 tentara Nazi. Pavlichenko berpulang pada 10 Oktober 1974  dalam usia 58 tahun.



Tatang Koswara 


Tatang Koswara (68) tercatat sebagai sniper legendaris asal Indonesia. Sekitar dua tahun dia beroperasi di Timor Timur, kini Timor Leste. Selama di medan pertempuran, ia menyatakan sudah siap jika harus mati. Meski mengaku tak ingat anak istri saat berperang, namun foto mereka selalu dibawa selama Tatang bertempur.

"Sebelum berangkat saya foto istri dan tiga anak saya. Saat pergi, istri saya sedang hamil anak keempat. Foto mereka saya simpan di dalam syal merah putih yang saya ikatkan ke kepala. Jadi bertempur seolah bersama keluarga," ujarnya saat berbincang dengan detikcom di Jalan Lombok, Rabu (25/2/2015).

Menurutnya, di medan pertempuran hanya ada dua pilihan, membunuh atau dibunuh. "Saya membayangkan kalaupun saya mati, saya mati ditemani keluarga, ya foto itu," kisahnya.

Beruntung tiga kali menjalankan misi ke Timor Timur, Tatang kembali ke keluarganya dengan selamat. "Saya enggak pernah lama di sana, paling sekitar 6 bulan. Karena sniper itu enggak boleh terlalu lama, nanti stres. Itu bisa bahaya," katanya.

Selama dua tahun di Timor Timur, ada lebih dari 40 orang fretilin yang menjadi korban tembakannya. "Sasaran saya semuanya luka di bagian kepala, hanya satu yang di jantung. Itu juga karena dia bawa radio di punggungnya, jadi saya bidik dadanya agar radionya ikut mati," kisahnya.

Di bawah komando Letnan Kolonel Edi Sudrajat, Tatang beroperasi di beberapa daerah seperti Remexio, Lautem, Viqueque, Aileu, Becilau, dan Bobonaro. "Kami ini pasukan pamungkas, kalau Pak Edi bilang kita ini sedang dalam pertempuran bratayudha. Itu kan pertempuran terakhir," tuturnya.



Nama Tatang tercatat dalam buku 'Sniper Training, Techniques and Weapons' karya Peter Brokersmith yang terbit pada 2000, nama Tatang berada di urutan ke-14 sniper hebat dunia.


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət