Ana səhifə

Pendekar Buta Kho Ping Hoo


Yüklə 1.46 Mb.
səhifə4/60
tarix24.06.2016
ölçüsü1.46 Mb.
1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   60

"Kalian bertempur untuk memperebutkan benda ini, bukan? Benar-benar kalian tak tahu malu. Benda ini bukanlah milik kalian, terang bahwa benda ini dirampok dari tangan seorang pembesar. Sungguh tak baik kalian. Rakyat sudah cukup penderitaannya, kalian orang-orang kuat dan memiliki kepandaian, mengapa justeru mempergunakan kekuatan itu untuk menambah kekacauan dan memperberat penderitaan rakyat? Sekarang benda ini sudah berada di tanganku, hendak kukembalikan kepada yang berhak. Siapa saja tidak boleh merampas benda ini dan kalian tidak perlu saling bermusuhan lagi!"

Semua orang itu berdiri melongo. Siapa yang takkan terheran-heran menyaksikan aksi orang buta itu? Dan akhirnya meledaklah suara ketawa saking geli di samping marah dan mendongkol. Yang paling marah dan mendongkol adalah Lauw Teng. Dia marah sekali kepada puterinya. Benda itu dia suruh simpan atau bawa puterinya agar tidak diketahui orang, siapa duga oleh puterinya dititipkan kepada sinshe buta ini.

"Kwa-sinshe, apakah ....... apakah kau sudah gila?" bentaknya marah.

Yang lebih dulu bergerak adalah Swat-ji. Gadis ini kaget dan takut sekali akan kemarahan ayahnya ketika melihat orang buta itu begitu saja memperlihatkan mahkota kepada semua orang. Ia cepat meloncat ke depan dengan hidung masih berdarah, menyambar dengan tangannya untuk merampas mahkota itu dari tangan Kun Hong.

"Sinshe, kau kembalikan titipanku!" katanya. Akan tetapi aneh sekali, sambarannya tidak mengenai sasaran sehingga ia terhuyung-huyung ke depan. Ia membalik dan dengan suara merayu ia membujuk, "Sinshe yang baik, kau kembalikan benda itu kepadaku."

"Nona Lauw mahkota ini bukan milikmu, menyesal sekali tak dapat kuberikan kepada siapapun juga."

Swat-ji marah dan menyerbu untuk merampas mahkota, namun tiba-tiba ia terjungkal dan untuk kedua kalinya ia mencium tanah. Kini hidung yang tadinya berdarah, berubah menjadi bengkak.

"Aduh ......." ia mengeluh, "kau ....... keterlaluan....... kau kejam. Tadi kau begitu baik ....... sinshe, bukankah malam nanti kau mau memijati badanku? Kenapa sekarang merampas mahkota?"

Kembali beberapa orang tertawa mendengar ini dan muka Kun Hong yang berkulit putih itu menjadi kemerahan. "Nona, jangan keluarkan omongan bukan-bukan!, Seharusnya sebagai seorang gadis kau tidak bertingkah seperti ini ......."

Tapi pada saat itu Lauw Teng sudah menerjang maju, tangan kanan menghantam dada Kun Hong sedangkan tangan kiri berusaha merampas mahkota sambil berseru.

"Sinshe buta, kiranya kau hendak mengacau!"

Seperti halnya Swat-ji, pukulan ini tidak mengenai sasaran, juga mahkota tidak terampas, sebaliknya entah mengapa dan cara bagaimana, tahu-tahu tubuh ketua Hui-houw-pang itu terjungkal ke bawah! Inilah hebat! Ketua Hui-houw-pang ini terkenal seorang yang cukup kosen, berkepandaian tinggi. Bagaimana ketika menyerang sinshe muda buta itu seperti tersandung batu kakinya dan terjungkal begitu mudah? Orang-orang tidak ada yang dapat mengikuti gerakan Kun Hong dan bagi mereka seakan-akan pemuda buta itu tidak bergerak apa-apa kecuali mengangkat mahkota itu tinggi-tinggi seperti takut dirampas! Hanya beberapa orang saja yang menjadi tertegun dan berubah air mukanya. Mereka ini adalah Lauw Teng sendiri, ketua Kiang-liong-pang, Bhe Ham Ko, tosu dan Kwan Tojin, laki-laki tinggi besar muka hitam, beberapa orang tamu undangan Lauw Teng, dan juga, nona baju hitam yang baru datang. Mereka itu melihat betapa ketua Hui-houw-pang tadi roboh oleh gerakan tangan yang perlahan dan hampir tidak kelihatan dari sinshe buta itu! Keadaan menjadi gempar dan kini segala kemarahan dan perhatian ditumpahkan semua kepada si buta! Lupalah semua orang akan urusan yang tadi, lupa akan pertengkaran antara Hui-houw-pang dan Kiang-liong-pang, lupa pula akan si nona baju hitam yang tadinya hendak mereka keroyok. Sekarang mahkota berada di tangan sinshe buta, tentu saja dia inilah yang menjadi sasaran. Dan hal ini tepat seperti yang dikehendaki oleh Kun Hong.

Setelah menyaksikan betapa dengan aneh Lauw Teng roboh sendiri ketika hendak merampas mahkota, orang-orang tidak berani bertindak sembrono. Mereka memandang orang buta itu dengan heran dan ragu-ragu apa yang harus mereka lakukan. Kun Hong juga berdiri tak bergerak, siap untuk membela diri dari setiap serangan.

Seorang anggauta Kiang-liong-pang maju perlahan. Tangan kanannya memegang sebuah ruyung besi yang berat, Sejak tadi dia mengincar Kun Hong dan dia tidak percaya kalau tidak mampu menjatuhkan si buta ini. Apa sih sukarnya mengalahkan orang buta? Sekali pukul beres. Agaknya si buta ini pandai silat, pikirnya, maka harus digunakan akal. Dengan amat hati-hati dia melangkah terus maju sampai dekat sekali dengan Kun Hong, dalam jarak satu meter. Pemuda itu tetap tidak, bergerak seakan-akan tidak tahu bahwa dia, didekati lawan dari depan yang kini sudah menggeletar seluruh urat di tubuhnya untuk menghantamnya. Tanpa mengeluarkan kata-kata, orang itu kini mengangkat ruyungnya tinggi-tinggi, menghimpun tenaga lalu "wherrrr!" ruyungnya menimpa ke arah kepala Kun Hong yang agaknya akan pecah berantakan tertimpa ruyung besi yang berat itu. Seperti tadi, tanpa menggeser kakinya Kun Hong miringkan kepala dan sekali jari tangannya bergerak, lawan itu jatuh tersungkur, mengaduh-aduh kesakitan karena ruyungnya mencium kepalanya sendiri sampai benjol sebesar telur angsa.

Seorang anak buah Hui-houw-pang dari belakang Kun Hong berindap-indap menghampiri dengan tombak runcing di tangan. Setelah dekat tiba-tiba dia menusuk.

Tombak menusuk angin, terdengar suara keras, tombak patah menjadi tiga dan orang itu terlempar ke belakang.

Sekarang barulah semua orang tahu atau menduga bahwa si buta itu kiranya bukanlah seorang sembarangan, melainkan seorang yang memiliki kepandaian luar biasa! Akan tetapi karena dialah yang kini memegang mahkota yang amat diinginkan itu, semua orang kini mulai mendekat dengan sikap mengancam.

Dengan kepala dimiringkan Kun Hong dapat mendengar betapa orang-orang itu mendekat dan mengepungnya, malah yang mengurungnya kini bukanlah orang-orang biasa seperti tadi telah menyerangnya. Agakhya tokoh-tokoh penting dari kedua fihak mulai hendak turun tangan secara mengeroyoknya, juga dari sebelah kirinya dia tahu bahwa gadis yang berjuluk Bi-yan-cu itupun hendak menyerbu dan merampas mahkota. Kun Hong memegang tongkatnya erat-erat di tangan kanannya.

Dia tidak menanti lama. Segera didengarnya angin menyambar, angin senjata yang menyerang dari kanan-kiri, depan dan belakang. Cepat dia menggerakkan tongkatnya dan terdengar suara "cring-cring-cring" berulang-ulang disusul dengan suara gaduh dan jerit kesakitan. Orang-orang yang belum ikut menyerbu memandang dengan mata terbelalak keheranan. Mereka tadi melihat orang-orang pilihan dari kedua fihak menyerbu dan hanya tampak kilat berkelebatan, tapi........... tahu-tahu banyak pedang, golok dan tombak beterbangan dalam keadaan patah menjadi dua sedangkan lima orang sekaligus roboh bergulingan, menjerit-jerit karena tangan atau lengan mereka berdarah, luka tergores benda tajam! Hebatnya, ketika mereka melihat lagi ke arah sasaran, si buta itu masih berdiri seperti biasa, dengan tangan kiri memegang mahkota tinggi dan tangan kanan membawa tongkat!

"Minggir ...........!" Bentakan ini keluar dari mulut ketua Kiang-liong-pang dan kakek ini dengan dayungnya menerjang hebat.

Lauw Teng yang tidak ingin melihat ketua fihak saingan ini dapat merampas mahkota, cepat mencabut golok besarnya dan hampir berbarengan menyerbu pula ke depan. Gerakannya ini diikuti oleh Ban Kwan Tojin yang sudah mencabut sepasang pedangnya karena tosu ini yang berpemandangan tajam sudah mengetahui bahwa pemuda buta ini bukan orang sembarangan dan memiliki kepandaian yang hebat. Apalagi kalau diingat keterangan pemuda ini yang mengaku sebagai murid Toat-beng Yok-mo, tentu saja patut miliki ilmu silat yang luar biasa.

Sementara itu, gadis baju hitam berjuluk Bi-yan-cu, semenjak tadi menahan senjatanya. Ia seorang gadis yang mewarisi ilmu kepandaian tinggi, pandang matanya awas dan tajam. Melihat gerak-gerik si buta ini, jantungnya berdebar. Segera ia dapat mengenal dasar-dasar gerakan yang aneh dan luar biasa, dasar ilmu silat yang sakti. Oleh karena itu, biarpun ia ikut mendekat, namun ia tidak berani sembrono melakukan penyerangan. Ia masih belum tahu apa kehendak orang buta yang aneh itu, tidak tahu apakah dia itu kawan atau lawan dan apa pula yang hendak dilakukan dengan perampasan mahkota itu. Akan tetapi melihat si buta menentang dua perkumpulan penjahat sekaligus, di dalam hati gadis itu sudah menganggap Kun Hong sebagai kawan. Maka ia bersikap waspada, pedang di tangan untuk siap membantu si buta kalau-kalau terancam bahaya pengeroyokan puluhan orang banyaknya itu.

Dalam waktu hampir bersamaan pelbagai senjata yang digerakkan oleh tangan-tangan terlatih itu menyambar ke arah tubuh Kun Hong. Yang terdahulu sekali adalah dayung di tangan Bhe Ham Ko yang menyambar ke arah kepalanya, mengeluarkan suara mengiung saking kerasnya. Dayung ini menyambar dari kanan ke kiri. Lalu disusul berkelebatnya golok besar di tangan Lauw Teng. Sambaran golok ini mengarah leher, juga cepat dan bertenaga sehingga mengeluarkan suara mendesing. Kemudian sepasang pedang di tangan Ban Kwan Tojin pembantu Lauw Teng itu pun meluncur datang, yang kiri menusuk lambung yang kanan menyerampang kaki. Gerakan ini dilakukan oleh tosu itu dengan menekuk lutut, cepat dan berbahaya sekali datangnya pedang, hampir tak dapat diikuti pandangan mata.

Diam-diam gadis jelita baju hitam mengeluarkan keringat dingin. Ia harus mengaku bahwa tiga orang ini bukanlah merupakan lawan yang lunak dan andaikata ia sendiri yang diserang secara berbareng seperti itu, hanya dengan meloncat jauh mengandalkan ginkang (ilmu meringankan tubuh) saja agaknya akan dapat menyelamatkan dirinya. Akan tetapi orang buta itu tidak kelihatan bergerak sama sekali, masih berdiri tegak dengan tangan kiri yang memegang mahkota diangkat tinggi sedangkan tangan kanan memegangi tongkat melintang di depan dada.

Akan tetapi tiba-tiba kelihatan sinar merah berkilat menyambar-nyambar, merupakan gulungan sinar merah yang menyilaukan mata, disusul suara nyaring berdencingnya senjata tajam saling bertemu dan........... tiga orang pengeroyok ini berseru kaget dan masing-masing melompat mundur sampai tiga meter lebih.

Ketika semua orang yang tadi menjadi silau matanya oleh sinar merah yang bergulung-gulung itu kini dapat memandang penuh perhatian, mereka melihat bahwa Bhe Ham Ko bengong memandang dayungnya yang sudah patah menjadi dua potongan kecil di kedua tangannya, Lauw Teng melongo menatap tangan kanannya yang hanya memegangi gagang golok sedangkan Ban Kwan Tojin merah mukanya karena pedangnya yang kanan terbang entah ke mana sedangkan yang kiri sudah semplok (patah) ujungnya!

Apabila semua orang memandang kepada pemuda buta itu, ternyata si buta ini masih saja berdiri seperti tadi dengan tangan kiri tinggi-tinggi di atas kepala memegang mahkota emas sedangkan tangan kanan masih memegang tongkat melintang! Apakah pemuda buta ini main sihir? Demikian para anak buah kedua perkumpulan penjahat itu bertanya-tanya dan merasa bingung, juga kaget, heran dan gentar. Akan tetapi tentu saja dugaan ini tidak betul dan para pengeroyok tadi, juga si gadis baju hitam tahu belaka betapa secara hebat pemuda buta itu tadi menggerakkan tongkatnya yang butut dan tampaklah sinar merah bergulung-gulung yang menangkis dan merusak semua senjata itu. Yang membikin heran mereka adalah kehebatan tongkat itu yang demikian ampuhnya sehingga dapat mematahkan senjata-senjata tajam dan berat. Bukankah tongkat itu hanya tongkat kayu belaka?
Tentu saja tidak demikian keadaan yang sesungguhnya. Biarpun hanya tongkat kayu, akan tetapi di sebelah dalamnya adalah pedang Ang-hong-kiam, pedang pusaka yang ampuh sekali. Apalagi digerakkan oleh tangan yang memiliki tenaga dan kepandaian sakti seperti Kun Hong, sudah tentu para kepala penjahat itu bukanlah tandingannya!

Kun Hong tersenyum dan berkata, "Mahkota sudah berada di tanganku, akan kukembalikan kepada yang berhak. Kalian tidak usah saling bermusuhan dan bunuh-membunuh. Lebih tidak baik lagi kalau kalian meneruskan pekerjaan kalian yang hina dan kotor ini, pasti kelak tidak akan membawa kalian kepada keselamatan hidup. Sudahlah, aku akan pergi ......."

Setelah berkata demikian dengan langkah perlahan pemuda buta itu berjalan maju mendahului kedua kakinya dengan tongkat yang dipakai meraba-raba ke depan. Karena dia buta, tentu saja dia tidak tahu bahwa dia telah salah mengambil jurusan sehingga dia bukan hendak meninggalkan tempat itu, melainkan dia menuju ke arah kelompok pohon-pohon besar yang memenuhi hutan kecil di lereng bukit. Kun Hong agak bingung ketika tongkatnya bertemu dengan batang-batang pohon, dia meraba-raba dan berjalan di antara pohon-pohon. Ketika dia melangkah maju, dia tidak melihat bahwa di atasnya ada sebuah cabang pohon yang tergantung rendah. Tahu-tahu kepalanya tertumbuk kepada batang pohon ini. Kagetnya bukan main karena kalau yang memukul kepala itu adalah serangan lawan, tentu dia dapat mendengar angin pukulannya. Cepat dia miringkan kepala, akan tetapi tak dapat dia mencegah keluarnya "telur kecil" menyendul di dahinya yang mencium batang pohon tadi!

Semua orang yang berada di situ saling pandang dan tak terasa lagi muka tiga orang tokoh yang keheranan tadi berubah menjadi merah sekali. Orang buta macam begitu saja tak mampu mereka robohkan! Malah dalam satu kali gebrakan saja mereka telah kehilangan senjata! Padahal si buta itu mencari jalanpun tidak becus!

"Serang dia!" Hampir berbareng Lauw Teng dan Bhe Ham Ko berseru. Ributlah para anak buah bajak dan rampok berlari maju, menghujani tubuh Kun Hong dengan serbuan senjata mereka. Akan tetapi kini Kun Hong tidak mau memberi hati lagi. Dia tadi turun tangan dengan maksud untuk mencegah mereka saling bunuh dan sengaja dia menimpakan rasa permusuhan mereka kepada dirinya karena dia yakin bahwa dia mampu menjaga diri sendiri. Melihat dirinya dikepung dan diserbu, dia menggerakkan tongkatnya ke arah suara senjata yang menyerangnyai Sinar merah bergulung-gulung dan segera terdengar suara senjata beradu bertubi-tubi, disusul pekik kesakitan dan tampaklah senjata-senjata para pengeroyok itu beterbangan seperti daun-daun kering rontok tertiup angin. Kali ini Kun Hong sengaja menujukan tongkatnya kepada tangan-tangan yang memegang senjata sehingga dalam sekejap mata saja belasan pengeroyok sudah terluka tangan mereka, luka berdarah yang biarpun tidak membahayakan keselamatan mereka, namun cukup parah sehingga membuat mereka tak berdaya dan tak dapat mengeroyok pula.
Serbuan gelombang ke dua juga mengakibatkan belasan orang pengeroyok lain mundur dan memegangi tangan yang terluka, malah kali ini tidak ketinggalan tangan Lauw Teng, Bhe Ham Ko dan tosu Ban Kwan Tojin juga terluka!

Melihat kehebatan pemuda buta ini, para pengeroyok menjadi gentar juga, apalagi ketika Kun Hong yang kini berdiri tegak menghadapi mereka itu berkata, suaranya nyaring dan penuh pengaruh,

"Jangan kira bahwa aku tidak mampu mengubah luka pada tangan dengan tabasan pada leher atau tusukan pada ulu hati. Hemmm, orang-orang sesat, apakah kalian masih ingin merampas mahkota ini yang bukan menjadi hak milik kalian? Sadarlah bahwa perbuatan busuk takkan mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan!"

Semua orang kini memandang betapa si buta itu melanjutkan perjalanannya, hati-hati sekali berjalan didahului rabaan tongkatnya, malah kini agak membungkuk-bungkuk karena takut kalau-kalau kepalanya bertumbukan dengan dahan pohon yang rendah lagi.

"Sinshe buta, berhenti kau!" tiba-tiba orang tinggi besar muka hitam yang tadi datang bersama Bhe Ham Ko melompat ke depan dan menghadang di depan Kun Hong. Mendengar angin lompatan ini, Kun Hong maklum bahwa orang yang baru datang menyusulnya ini memiliki kepandaian yang lebih tinggi daripada tiga orang pengeroyoknya tadi.

"Sahabat siapakah dan ada keperluan apa menahanku?"

"Kau tinggalkan mahkota itu dan aku masih akan mengampuni perbuatanmu mengacau di sini dan menghina kakak iparku, Kiang-liong-pangcu!"

"Hemm, kau siapakah berani bicara sesombong ini?" Kun Hong bertanya.

"Buka telingamu baik-baik. Tuan besarmu ini adalah Tiat-jin (Si Tangan Besi) Souw Ki, seorang di antara tujuh pengawal kaisar. Mahkota itu adalah benda pusaka di dalam istana yang dicuri dan dibawa lari oleh bekas pembesar Tan Hok yang berhenti dan mengundurkan diri. Siapa yang merampas mahkota ini berarti dialah pencurinya dan patut dihukum sebagai pengkhianat atau pemberontak. Nah, kau serahkan benda itu kepadaku!"

Fihak Hui-houw-pang terkejut sekali mendengar pengakuan orang tinggi besar ini dan mereka, terutama Lauw Teng, memandang penuh perhatian. Kun Hong sendiri juga terkejut. Tak disangkanya dia akan bertemu kembali dengan seorang di antara tujuh pengawal Pangeran Mahkota Kian Bun Ti yang sekarang sudah menjadi calon kaisar karena kematian kaisar tua, dan dengan sendirinya tujuh orang pengawalnya itu akan naik pangkat menjadi pengawal kaisar pula. Setelah mendengar namanya, baru dia mengenal kembali suara orang ini. Agaknya Tiat-jiu Souw Ki sendiri lupa kepadanya dan tidak mengenalnya. Hal ini tidak aneh pula karena dia sudah menjadi buta dan di puncak Thai-san tiga tahun yang lalu, ketika Tiat-jiu Souw Ki dan enam orang temannya datang pula mengacau, Kun Hong belum buta (baca Rajawali Emas). Lebih besar lagi keheranan dan kekagetannya ketika dia mendengar dari mulut pengawal itu bahwa pembesar yang telah dirampok, yang katanya mengambil dan melarikan mahkota ini dari istana, bukan lain adalah Tan-taijin yang merupakan kakak angkat dari Tan Beng San!

"Tidak boleh orang merampas dari tanganku," kata Kun Hong tenang dan suaranya keras. "Kalau kalian tadinya merampas benda ini dari pembesar she Tan itu, aku harus mengembalikan kepadanya juga."

"Keparat, berani kau melawan pengawal kaisar?" Tiat-jiu Souw Ki membentak dan tanpa menanti jawaban Kun Hong dia sudah mengirim pukulan dengan tangan kanannya yang disertai hawa pukulan dan tenaga dalam yang membuat kepalannya itu sekeras besi. Memang Souw Ki ini waktu mudanya melatih tangannya dengan bubuk besi sehingga kini dia memiliki Ilmu Tiat-see-ciang (Pukulan Pasir Besi) yang membuat kepalannya seperti besi kerasnya dan karena ini pula dia mendapat julukan Tiat-jiu (Si Tangan Besi).

Sambaran pukulan tangan ini sudah cukup untuk diketahui Kun Hong tentang keahlian lawan. Namun dia tidak gentar, malah mengempit tongkatnya dan menggunakan tangan dan memapaki pukulan itu dengan dorongan telapak tangannya.

"Dukkk!" Kepalan yang besar dan keras itu bertemu dengan telapak tangan Kun Hong yang putih dan halus seperti tangan wanita. Akibatnya luar biasa sekali. Souw Ki marasa betapa kepalannya seperti bertemu dengan kapas, seakan-akan tenaganya tenggelam ke dalam air dan sebelum dia sempat menarik tangannya, dari telapak tangan itu timbul hawa panas yang membakar tangannya. Tubuhnya menggigil, dia jatuh berlutut dan lengan tangannya serasa lumpuh. Kagetnya bukan main dan cepat dia menarik tangannya sambil mengerahkan tenaga. Kun Hong melepaskan dan betapa kaget hati Souw Ki melihat kepalan tangannya membengkak dan mulailah terasa nyeri menusuk-nusuk. Dia melompat mundur dan menyeringai kesakitan.

"Tanganmu tidak apa-apa, besok akan lenyap rasa nyerinya." kata Kun Hong. "Salahmu sendiri menggunakan tenaga beracun dan kini hawa pukulan menyerang tanganmu sendiri." Setelah berkata demikian, Kun Hong melanjutkan langkahnya. Tak seorang pun akan mencoba untuk menyerang lagi sekarang, setelah melihat betapa semua serangan dapat dipatahkan sekali gebrak saja oleh pemuda buta. Melihat si buta itu berjalan dengan tongkat di depan, kelihatannya begitu lemah, begitu tak berdaya, akan tetapi hampir seratus orang banyaknya itu tidak dapat menghalanginya membawa pergi mahkota itu, benar-benar amat mengherankan! Orang-orang itu hanya mengikutinya dari jauh tak seorangpun mengeluarkan suara.

Diam-diam gadis jelita baju hitam itupun mengikuti dari jauh. Ia makin kagum kepada Kun Hong, dan ia dapat melihat sikap para penjahat itu yang agaknya tidak akan mengalah begitu saja. Siapakah pemuda buta ini? Lihai bukan main, dari mana datangnya. dan apa maksud sebenarnya membawa pergi mahkota kuno? Demikian bermacam pikiran mengaduk di hati Bi-yan-cu. Sengaja ia menyelinap di antara pepohonan dan menghilang dari pandangan mata orang banyak, lalu diam-diam ia mengikuti semua kejadian atas diri Kun Hong.


Setelah Kun Hong menembus hutan kecil penuh pepohonan itu, barulah si gadis jelita kaget sekali dan maklum apa yang diharapkan oleh para penjahat itu. Kiranya, tanpa diketahuinya, orang buta itu salah jalan, menuju ke sebuah tebing yang buntu karena berujung jurang yang amat curam dan luas, tak mungkin dilalui manusia! Tanpa diketahuinya, si buta itu berjalan perlahan-lahan, tongkatnya meraba-raba menuju ke pinggir jurang, sedangkan di belakangnya, hampir seratus orang dari kedua perkumpulan penjahat itu mengikutinya, siap dengan senjata di tangan malah ada yang sudah mementang busur!

Melihat betapa orang buta itu menghadapi bahaya maut yang hebat, Bi-yan-cu ingin berteriak memberi peringatan. Akan tetapi ia menahan hatinya. Mengapa ia harus berbuat demikian? Ia tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan si buta, kecuali bahwa mahkota itu berada pada si buta dan harus ia rampas. Si buta itu boleh mampus di tangan penjahat-penjahat ini, apa sangkut pautnya dengannya? Pula, orang buta itu masih muda dan tampan sekali, kalau ia seorang gadis tanpa alasan membelanya, bukankah orang akan menyangka yang bukan-bukan terhadap dirinya? Apalagi kalau diingat betapa si buta tadi demikian dekat dan baik dengan gadis pesolek genit anak Lauw Teng, dapat diduga bahwa orang buta itu pun bukan orang baik-baik biarpun kepandaiannya benar-benar amat lihai. Biarlah mereka saling gempur, dan ia mencari kesempatan baik merampas mahkota itu. Inilah siasat membiarkan anjing-anjing merebutkan daging sambil menanti kesempatan untuk menyambar daging itu!

Ketika akhirnya tongkatnya meraba tempat kosong, Kun Hong juga merasa kaget sekali. Diraba-rabanya sekali lagi ke depan, kanan kiri sama saja. Jelas bahwa tongkatnya memang meraba tempat kosong. Dia berjongkok, mencoba untuk mengukur dalamnya "lobang" di depannya itu, siapa tahu hanya sungai kecil. Tapi, biarpun dia sudah mengulur lengan dan tongkatnya, masih juga belum menyentuh dasarnya. Dan dia tidak mendengar suara air sungai. Kemudian dia mundur dan melangkah dua tindak ke belakang, keningnya berkerut. Telinganya mendengar suara burung jauh di bawah ketika dia berjongkok tadi. Tahulah dia sekarang bahwa di depannya adalah jurang yang sangat curam, bahwa di "bawah" sana itu adalah kaki gunung, dusun-dusun dan pohon-pohon di mana burung-burung beterbangan!

"Kwan-sinshe, kau masih tidak mau menyerahkan mahkota itu?" tiba-tiba dia mendengar suara bentakan di belakangnya, suara Lauw Teng, juga dia mendengar kaki puluhan orang banyaknya, bergerak berindap-indap ke arahnya dari belakang, kanan dan kiri. Dia maklum bahwa dirinya sudah terkurung dari kanan kiri belakang oleh para lawannya, dari depan dihalangi jurang yang tak mungkin dilalui. Dia membalik, tersenyum dan menjawab,

"Pangcu, kalau mahkota ini terjatuh ke dalam tanganmu, tentu orang-orang Kiang-liong-pang takkan diam begitu saja dan akan merampasnya dari tanganmu, sebaliknya kalau kuberikan kepada ketua Kiang-liong-pang, tentu kau dan anak buahmu juga tidak akan mau menerima begitu saja. Karena itu, biarlah tetap di tanganku dan kalian tidak usah saling bermusuhan." Kun Hong melangkah maju, ingin segera menjauhi pinggir jurang karena hal ini amat berbahaya baginya.

Akan tetapi atas dorongan ketua kedua perkumpulan, para bajak dan perampok segera menyerbu, didahului melayangnya puluhan batang anak panah ke arah Kun Hong! Pemuda buta itu cepat memutar tongkatnya dan anak-anak panah itu runtuh semua, ada yang melejit dan meluncur kembali menyerang tuannya sendiri. Biarpun Kun Hong dihujani anak panah, namun tak sebuah pun dapat menyentuhnya. Tongkat yang dia gerakkan merupakan perisai yang amat tangguh, juga gerakannya mengandung hawa sakti yang amat kuat sehingga anginnya saja cukup untuk mengusir pergi anak panah yang mendekatinya.

1   2   3   4   5   6   7   8   9   ...   60


Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©atelim.com 2016
rəhbərliyinə müraciət